tag:blogger.com,1999:blog-46650249218656753612024-03-13T18:09:40.409+07:00HufronM. Hufron, SH., MHhttp://www.blogger.com/profile/14594415203293982776noreply@blogger.comBlogger16125tag:blogger.com,1999:blog-4665024921865675361.post-37056019065528833352010-06-30T09:37:00.006+07:002010-06-30T09:56:49.292+07:00Pembubaran Satgas Pemberantasan Mafia Hukum<div style="text-align: justify;"><meta content="text/html; charset=utf-8" http-equiv="Content-Type"></meta><meta content="Word.Document" name="ProgId"></meta><meta content="Microsoft Word 11" name="Generator"></meta><meta content="Microsoft Word 11" name="Originator"></meta><link href="file:///C:%5CDOCUME%7E1%5CHUFRON%7E2%5CLOCALS%7E1%5CTemp%5Cmsohtml1%5C01%5Cclip_filelist.xml" rel="File-List"></link><o:smarttagtype name="place" namespaceuri="urn:schemas-microsoft-com:office:smarttags"></o:smarttagtype><o:smarttagtype name="City" namespaceuri="urn:schemas-microsoft-com:office:smarttags"></o:smarttagtype><o:smarttagtype name="country-region" namespaceuri="urn:schemas-microsoft-com:office:smarttags"></o:smarttagtype><style>
<!--
/* Font Definitions */
@font-face
{font-family:Calibri;
mso-font-alt:"Century Gothic";
mso-font-charset:0;
mso-generic-font-family:swiss;
mso-font-pitch:variable;
mso-font-signature:-1610611985 1073750139 0 0 159 0;}
/* Style Definitions */
p.MsoNormal, li.MsoNormal, div.MsoNormal
{mso-style-parent:"";
margin-top:0in;
margin-right:0in;
margin-bottom:10.0pt;
margin-left:0in;
line-height:115%;
mso-pagination:widow-orphan;
font-size:11.0pt;
font-family:Calibri;
mso-fareast-font-family:Calibri;
mso-bidi-font-family:"Times New Roman";}
p.MsoFooter, li.MsoFooter, div.MsoFooter
{mso-style-link:" Char Char";
margin-top:0in;
margin-right:0in;
margin-bottom:10.0pt;
margin-left:0in;
line-height:115%;
mso-pagination:widow-orphan;
tab-stops:center 3.25in right 6.5in;
font-size:11.0pt;
font-family:Calibri;
mso-fareast-font-family:Calibri;
mso-bidi-font-family:"Times New Roman";}
p
{mso-margin-top-alt:auto;
margin-right:0in;
mso-margin-bottom-alt:auto;
margin-left:0in;
mso-pagination:widow-orphan;
font-size:12.0pt;
font-family:"Times New Roman";
mso-fareast-font-family:"Times New Roman";}
span.CharChar
{mso-style-name:" Char Char";
mso-style-locked:yes;
mso-style-link:Footer;
mso-ansi-font-size:11.0pt;
mso-bidi-font-size:11.0pt;
font-family:Calibri;
mso-ascii-font-family:Calibri;
mso-fareast-font-family:Calibri;
mso-hansi-font-family:Calibri;
mso-ansi-language:EN-US;
mso-fareast-language:EN-US;
mso-bidi-language:AR-SA;}
@page Section1
{size:595.45pt 841.7pt;
margin:1.0in 1.0in 1.0in 1.0in;
mso-header-margin:35.3pt;
mso-footer-margin:35.3pt;
mso-paper-source:0;}
div.Section1
{page:Section1;}
--
</style><b><i><span style="font-family: Arial; font-size: 11pt;">AKSI gebrakan Pemerintahan Susilo Bambang Yudhyono (SBY) dalam pemberantasan mafia hukum melalui Pembentukan Satuan Tugas Pemberantasan Mafia Hukum, agaknya akan mendapat ujian yang tidak ringan. Bahkan, tidak mustahil akan mengalami nasib yang sama seperti Tim Gabungan Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi (TGP-TPK) di masa Presiden KH Abdurrahman Wahid. Dibubarkan setelah dilakukan judicial review ke Mahkamah Agung (MA).</span></i></b><span style="font-size: 11pt;"><o:p></o:p></span></div><u1:p></u1:p>
<div style="margin: 0in 0in 0.0001pt; text-align: justify; text-indent: 0.5in;"><span style="font-family: Arial; font-size: 11pt;">Mengapa ? Sebab, aktivis Petisi 28 pada hari Selasa, tanggal 22/6/2010 telah mengajukan permohonan <i>judicial review</i> terhadap Kepres No.37 tahun 2009 tentang Satuan Tugas Pemberantasan Mafia Hukum (disingkat Satgas Mafia Hukum) ke MA. Dengan alasan Pembentukan Kepres tersebut bertentangan atau tidak selaras dengan ketentuan pasal 4 (1) UUD 1945. Sehingga Presiden tidak memiliki kewenangan untuk membentuk Satgas Mafia Hukum tersebut.</span><span style="font-family: Calibri; font-size: 11pt;"><o:p></o:p></span></div><u1:p></u1:p>
<div style="margin: 0in 0in 0.0001pt; text-align: justify; text-indent: 0.5in;"><span style="font-family: Arial; font-size: 11pt;">Di samping alasan yuridis tersebut, secara sosiologis kinerja Satgas Mafia Hukum, patut dipertanyakan? Karena, selama ini kinerja Satgas dinilai cenderung bersifat diskriminatif, tebang pilih, laksana pisau tajam untuk kasus di luar istana, tapi tumpul untuk kasus dalam istana. Satgas juga diduga bisa mengakses data PPATK (<i>Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan</i>) , yang mestinya hanya bisa diminta oleh lembaga penegak hukum. </span><span style="font-family: Calibri; font-size: 11pt;"><o:p></o:p></span></div><u1:p></u1:p>
<div style="margin: 0in 0in 0.0001pt; text-align: justify; text-indent: 0.5in;"><span style="font-family: Arial; font-size: 11pt;">Satgas juga dinilai cenderung bersifat intervensif terhadap kinerja penegak hukum yang lain ; kepolisian, kejaksaan, dan KPK, terutama dalam kasus-kasus besar. Malahan, secara politis Satgas dianggap hanya sebagai proyek pencitraan Presiden SBY, yang menunjukkan seolah-olah SBY telah bekerja menegakkan hukum dan memberantas korupsi atau mafia hukum.</span><span style="font-family: Calibri; font-size: 11pt;"><o:p></o:p></span></div><u1:p></u1:p>
<div style="margin: 0in 0in 0.0001pt; text-align: justify; text-indent: 0.5in;"><span style="font-family: Arial; font-size: 11pt;">Namun demikian , ada sementara pihak, misalnya Moh. Mahfud MD, Ketua Mahkamah Konstitusi, mengatakan pengajuan <i>judicial review</i> Kepres 37/2009 oleh aktivis Petisi 28 ke MA adalah tidak jelas (<i>abscuur libel</i>) dan salah alamat. Dalam pandangan Mahfud, Kepres tentang Satgas Mafia Hukum tidak masalah, baik secara substansi maupun bentuknya. Kepres tersebut tidak bisa diuji melalui MA, namun seharusnya melalui Pengadilan Tata Usaha Negara (PTUN). Karena Kepres tersebut , merupakan keputusan presiden (<i>beleid</i>) yang bersifat individual, konkret dan final (<i>beschikking</i>). Itupun harus diajukan oleh pihak-pihak yang dirugikan secara langsung oleh keberadaan Satgas Mafia Hukum tersebut. </span><span style="font-family: Calibri; font-size: 11pt;"><o:p></o:p></span></div><u1:p></u1:p>
<div style="margin: 0in 0in 0.0001pt; text-align: justify; text-indent: 0.5in;"><span style="font-family: Arial; font-size: 11pt;">Menurut Mahfud, peran Satgas Mafia Hukum sangat membantu bagi pemberantasan korupsi dan mafia hukum. Banyak kasus terungkap dan didorong penyelesaiannya melalui jalur resmi oleh Satgas . Contohnya, terungkapnya kasus sel mewah yang dihuni terpidana Artalyta Suryani alias Ayin, kasus suap terhadap jaksa Urip Tri Gunawan, dan kasus mafia pajak Gayus Tambunan. (<i>Berita Suara Media</i>, 21/6/2010).</span><span style="font-family: Calibri; font-size: 11pt;"><o:p></o:p></span></div><u1:p></u1:p>
<div style="margin: 0in 0in 0.0001pt; text-align: justify; text-indent: 0.5in;"><span style="font-family: Arial; font-size: 11pt;">Untuk menguji eksistensi, peran, dan efektifitas kinerja dari suatu lembaga hukum, semisal Satgas Mafia Hukum, sekurang-kurangnya terdapat dua tolok-ukur yang relevan untuk dipergunakan yaitu dari aspek keabsahan hukum (<i>rechtmatigheid</i>) dan aspek kemanfaatan (<i>doelmatigheid).</i> Yaitu, keabsahan hukum atas keberadaan Satgas Mafia Hukum yang dibentuk berdasarkan Kepres 37/2009 dan kemanfaatan atas kehadiran/kinerja Satgas dalam menjalankan peran, tugas dan wewenangnya selama ini. </span><span style="font-family: Calibri; font-size: 11pt;"><o:p></o:p></span></div><u1:p></u1:p>
<div style="margin: 0in 0in 0.0001pt; text-align: justify; text-indent: 0.5in;"><span style="font-family: Arial; font-size: 11pt;"> </span><span style="font-family: Calibri; font-size: 11pt;"><o:p></o:p></span></div><u1:p></u1:p>
<div style="margin: 0in 0in 0.0001pt; text-align: justify;"><b><span style="font-family: Arial; font-size: 11pt;">Keabsahan Satgas Mafia Hukum</span></b><span style="font-family: Calibri; font-size: 11pt;"><o:p></o:p></span></div><u1:p></u1:p>
<div style="margin: 0in 0in 0.0001pt; text-align: justify; text-indent: 0.5in;"><span style="font-family: Arial; font-size: 11pt;">Patut diketahui ,maksud dan tujuan Petisi 28 mengajukan <i>judicial review</i> Kepres 37/2009 ke MA, adalah untuk menguji apakah keberadaan Satgas Mafia Hukum memiliki legalitas atau keabsahan hukum? Untuk itu, terdapat dua hal penting yang perlu dianalisis berkaitan proses permohonan <i>judicial review</i> ke MA , yaitu tentang obyek <i>judicial review</i> dan subyek pemohon. </span><span style="font-family: Calibri; font-size: 11pt;"><o:p></o:p></span></div><u1:p></u1:p>
<div style="margin: 0in 0in 0.0001pt; text-align: justify; text-indent: 0.5in;"><span style="font-family: Arial; font-size: 11pt;">Perlu dicatat, obyek <i>judicial review</i> di sini adalah Kepres No.37 tahun 2009. Permasalahannya, apakah Kepres tersebut termasuk dalam kualifikasi sebagai <i>regeling </i>(peraturan perundang-undangan), yang rumusan normanya bersifat umum dan abstrak (<i>general and abstract norms</i>)? Karena, secara normatif obyek dari suatu <i>judicial review </i>adalah Peraturan Perundang-undangan di bawah Undang Undang terhadap Undang Undang (Pasal 11 ayat 2 huruf b UU No. 4/2004). Antara lain meliputi Peraturan Pemerintah, Peraturan Presiden, Peraturan Daerah Propinsi , Peraturan Daerah Kabupaten/Kota dan Peraturan Desa (pasal 7 UU No.10/2004). Lalu, di mana letak Kepres No. 37/2009?</span><span style="font-family: Calibri; font-size: 11pt;"><o:p></o:p></span></div><u1:p></u1:p>
<div style="margin: 0in 0in 0.0001pt; text-align: justify; text-indent: 0.5in;"><span style="font-family: Arial; font-size: 11pt;">Memang, bila ditelaah dari segi bentuk dan penamaan, Kepres 37/2009 secara kasat jelas bukan termasuk peraturan perundang-undangan(regeling) seperti diatur pasal 7 UU No.10/2004 . Akan tetapi, lebih mendekati atau termasuk dalam kualifikasi sebagai keputusan (<i>beschikking</i>). Karena rumusan normanya bersifat individual, konkret dan final (<i>individual, concrete, and final norms</i>). Artinya, dalam Kepres disebutkan secara konkret masing-masing individu yang menjadi anggota Satgas Mafia Hukum, dan mempunyai kekuatan mengikat sejak tanggal ditetapkan (<i>final</i>). Dengan demikian, dari aspek bentuk dan penamaan, Kepres tersebut memiliki karakteristik dari sebuah keputusan (<i>beschikking</i>).</span><span style="font-family: Calibri; font-size: 11pt;"><o:p></o:p></span></div><u1:p></u1:p>
<div style="margin: 0in 0in 0.0001pt; text-align: justify; text-indent: 0.5in;"><span style="font-family: Arial; font-size: 11pt;">Namun, apabila dianalisis lebih jauh, substansi atau materi muatan Kepres tersebut, menurut hemat penulis dapat dimasukkan peraturan perundang-undangan <i>(regeling).</i> Sebab, jika dicermati rumusan tugas dan wewenang Satgas Mafia Hukum. Yakni melakukan koordinasi, evaluasi, koreksi, pemantauan , penelaahan dan penelitian agar pemberantasan mafia hukum lebih efektif. Maka, rumusan normanya bersifat umum dan abstrak. Yang berarti, Kepres tersebut memiliki karakteristik sebagai peraturan perundang-undangan (<i>regeling</i>) dari aspek substantif.</span><span style="font-family: Calibri; font-size: 11pt;"><o:p></o:p></span></div><u1:p></u1:p>
<div style="margin: 0in 0in 0.0001pt; text-align: justify; text-indent: 0.5in;"><span style="font-family: Arial; font-size: 11pt;">Dalam proses pengujian Kepres No. 37/2009, taruhlah majelis hakim MA yang memeriksa <i>judicial review</i> sependapat dengan penulis, Kepres tsb termasuk dalam kualifikasi Peraturan Perundang-undangan (<i>regeling</i>). Maka, selanjutnya yang perlu diuji : apakah Kepres tsb secara substantif telah sesuai dengan UU atau sebaliknya? </span><span style="font-family: Calibri; font-size: 11pt;"><o:p></o:p></span></div><u1:p></u1:p>
<div style="margin: 0in 0in 0.0001pt; text-align: justify; text-indent: 0.5in;"><span style="font-family: Arial; font-size: 11pt;">Perlu disadari , untuk kepentingan <i>judicial review</i> terhadap suatu Kepres (peraturan perundang-undangan di bawah UU) , dasar pengujiannya (<i>toetsingsgronden</i>) yang dipergunakan oleh majelis hakim adalah Undang-Undang. Misalnya UU Kepolisian, UU Kejaksaan, UU KPK , UU Komisi Yudial, UU Ombudsman, UU PPATK, dan sebagainya . Artinya, apakah Kepres tsb dari segi isi atau materinya bertentangan dengan salah satu atau beberapa Undang Undang dimaksud? Jadi, batu uji keabsahan Kepres tsb adalah UU, bukan Undang Undang Dasar 1945 pasal 4 ayat 1, sebagaimana yang dikemukakan Aktivis Petisi 28 pada awal tulisan ini.</span><span style="font-family: Calibri; font-size: 11pt;"><o:p></o:p></span></div><u1:p></u1:p>
<div style="margin: 0in 0in 0.0001pt; text-align: justify; text-indent: 0.5in;"><span style="font-family: Arial; font-size: 11pt;">Sebaliknya, andaikan majelis hakim tidak sepakat dengan pandangan penulis, bahwa materi muatan Kepres No. 37/2009 adalah termasuk kategori peraturan perundang-undangan (<i>regeling)</i> . Dan hakim perpendapat lain, Kepres tersebut termasuk kategori keputusan (<i>beschikking</i>). Maka, permohonan <i>judicial review</i> tentunya akan dinyatakan tidak diterima. Dengan alasan majelis hakim tidak berwenang mengadili perkara tersebut . Karena sepatutnya, yang berwenang mengadili adalah hakim PTUN. Dalam konteks inilah, pihak yang mengatakan gugatan Kepres 37/2009 lebih tepat diajukan ke PTUN mendapatkan pijakan normatif .</span><span style="font-family: Calibri; font-size: 11pt;"><o:p></o:p></span></div><u1:p></u1:p>
<div style="margin: 0in 0in 0.0001pt; text-align: justify; text-indent: 0.5in;"><span style="font-family: Arial; font-size: 11pt;">Subyek pemohon <i>judicial review</i>, haruslah memiliki kedudukan hukum(<i>legal standing</i>) sebagai pemohon yang dipersyaratkan oleh Undang Undang . Yaitu pihak yang benar-benar dirugikan oleh berlakunya Kepres Satgas Mafia Hukum tersebut, dan memiliki kapasitas bertindak entah sebagai perorangan, kesatuan masyarakat adat, badan hukum publik atau badan hukum privat (pasal 31A UU N0. 3/2009). </span><span style="font-family: Calibri; font-size: 11pt;"><o:p></o:p></span></div><u1:p></u1:p>
<div style="margin: 0in 0in 0.0001pt; text-align: justify; text-indent: 0.5in;"><span style="font-family: Arial; font-size: 11pt;">Pertanyaannya, apakah Petisi 28 sebagai gabungan berbagai elemen masyarakat atau LSM yang berjumlah 28 buah memiliki <i>legal standing</i> yang dipersyaratkan tersebut? Untuk keperluan tersebut, yang harus dibuktikan, pertama adalah apakah Petisi 28 itu bertindak sebagai orang perorangan, kesatuan masyarakat adat, badan hukum publik atau badan hukum privat? Kedua, yang harus dibuktikan , apakah betul bahwa Petisi 28 adalah pihak yang benar-benar dirugikan secara aktual oleh berlakunya Kepres Satgas Mafia Hukum tersebut. </span><span style="font-family: Calibri; font-size: 11pt;"><o:p></o:p></span></div><u1:p></u1:p>
<div style="margin: 0in 0in 0.0001pt; text-align: justify; text-indent: 0.5in;"><span style="font-family: Arial; font-size: 11pt;">Karena , ada sementara kalangan yang berpandangan bahwa aparat penegak hukum seperti Kepolisian, Kejaksaan, KPK, Komisi Yudisial, dan Komisi Ombudsman-lah, yang sesungguhnya memiliki <i>legal standing</i> untuk mengajukan <i>judicial re</i>view. Jika memang benar, keberadaan dan kinerjaSatgas Mafia Hukum dianggap telah mengintervensi kinerja aparat penegak hukum tersebut. Sehingga secara <i>de facto</i> kepentingan hukum aparat penegak hukum tersebut dirugikan.</span><span style="font-family: Calibri; font-size: 11pt;"><o:p></o:p></span></div><u1:p></u1:p>
<div style="margin: 0in 0in 0.0001pt; text-align: justify; text-indent: 0.5in;"><span style="font-family: Arial; font-size: 11pt;">Memproyeksi kemungkinan <i>judicial review </i>Kepres No. 37/2009 dikabulkan oleh MA, menurut pandangan penulis tidaklah mudah. Terkecuali jika kuasa hukum pemohon, dapat membuktikan secara sah dan meyakinkan bahwa Kepres tsb bertentangan dengan satu atau beberapa UU yang telah disebutkan di atas. </span><span style="font-family: Calibri; font-size: 11pt;"><o:p></o:p></span></div><u1:p></u1:p>
<div style="margin: 0in 0in 0.0001pt; text-align: justify; text-indent: 0.5in;"><span style="font-family: Arial; font-size: 11pt;">Di samping itu , kuasa hukum pemohon juga mampu membuktikan,bahwa Petisi 28 adalah sebagai pihak yang memiliki <i>legal standing. </i>Yakni, sebagai pihak yang secara <i>de facto</i> dirugikan kepentingan hukumnya, akibat dikeluarkannya Kepres No. 37/2009 tersebut. Bila tidak, hal ini harus dipandang sebagai “<i>warning alarm</i>” untuk mendongkrak eksistensi dan peran Satgas Mafia Hukum di tengah-tengah konstelasi dan kompetisi optimalisasi peran aparat penegak hukum dalam pemberantasan korupsi atau mafia hukum.</span><span style="font-family: Calibri; font-size: 11pt;"><u1:p></u1:p> <o:p></o:p></span></div><div style="margin: 0in 0in 0.0001pt; text-align: justify;"><b><span style="font-family: Arial; font-size: 11pt;">Satgas Mafia Hukum, bermanfaatkah?</span></b><span style="font-family: Calibri; font-size: 11pt;"><o:p></o:p></span></div><u1:p></u1:p>
<div style="margin: 0in 0in 0.0001pt; text-align: justify; text-indent: 0.5in;"><span style="font-family: Arial; font-size: 11pt;">Untuk menguji efektifitas eksistensi dari Satgas Mafia Hukum adalah dari aspek kemanfaatan (<i>doelmatigheid</i>). Aspek ini perlu dikemukakan, karena menurut pendapat Logemann : “<i>suatu kaidah hukum mengikat apabila menunjukkan hubungan keharusan antara suatu kondisi dengan akibatnya”</i>. Artinya, dari aspek historis, kelahiran Satgas Mafia Hukum adalah merupakan suatu keharusan antara kondisi maraknya mafia hukum yang sangat kronis dan menggurita di seantero nusantara .Sehingga mengakibatkan penegakan hukum dalam semua lini dan level tidak dapat berjalan efektif, terutama pemberantasan korupsi dan mafia peradilan. Maka, dengan demikian, dipandang penting dan perlu dibentuk Satuan Tugas Pemberantasan Mafia Hukum oleh Presiden SBY.</span><span style="font-family: Calibri; font-size: 11pt;"><o:p></o:p></span></div><u1:p></u1:p>
<div style="margin: 0in 0in 0.0001pt; text-align: justify; text-indent: 0.5in;"><span style="font-family: Arial; font-size: 11pt;">Dalam pandangan teori tujuan hukum, Jeremy Bentham mengintroduksi teori utilitas yang berbunyi : “tujuan hukum adalah memberikan kebahagiaan /kemanfaatan yang sebesar-besarnya buat masyarakat sebanyaknya (<i>the greatest happiness is the greatest number of people</i>)”. Hukum (lembaga hukum) dianggap memiliki eksistensi, jika mempunyai kefaedahan secara sosial (<i>sociale doelmatigheid). </i>Apakah keberadaan Satgas Mafia Hukum ini memiliki manfaat atau faedah secara sosial buat kepentingan masyarakat, bangsa dan negara ? </span><span style="font-family: Calibri; font-size: 11pt;"><o:p></o:p></span></div><u1:p></u1:p>
<div style="margin: 0in 0in 0.0001pt; text-align: justify; text-indent: 0.5in;"><span style="font-family: Arial; font-size: 11pt;">Jika diamati dan diikuti secara seksama dari publikasi/pemberitaan media <st1:city w:st="on"><st1:place w:st="on"><st1:place u2:st="on"><st1:city u2:st="on">massa</st1:city></st1:place></st1:place></st1:city> dan pendapat berbagai kalangan, diketahui peran strategis Satgas Mafia Hukum adalah : (1) sangat membantu bagi pemberantasan korupsi dan mafia hukum. Banyak kasus terungkap dan didorong penyelesaiannya melalui jalur resmi oleh Satgas . Contahnya, kasus Ayin, Urip Tri Gunawan dan Gayus ; (2) membantu kepolisian, kejaksaan dan KPK memberikan informasi atas temuan mafia hukum ; (3) dapat menjadi <i>trigger </i>bagi kepolisian, kejaksaan, KPK dalam proses investigasi, dan (4) dapat membantu memecah kebuntuan (<i>ice-breaker</i>) dalam penegakan hukum. Bahkan kini Satgas juga turut menangani maraknya mafia pertambangan di Kalimantan Timur yang sangat merusak kawasan hutan dan lingkungan hidup (<i>Kompas</i>, 24/6/2010).</span><span style="font-family: Calibri; font-size: 11pt;"><o:p></o:p></span></div><u1:p></u1:p>
<div style="margin: 0in 0in 0.0001pt; text-align: justify; text-indent: 0.5in;"><span style="font-family: Arial; font-size: 11pt;">Tetapi, jujur diakui mengingat usia Satgas belum genap satu tahun adalah wajar kalau di sana-sini kinerjanya belum maksimal seperti yang diharapkan oleh mayoritas masyarakat <st1:country-region w:st="on"><st1:place w:st="on"><st1:place u2:st="on"><st1:country-region u2:st="on">Indonesia</st1:country-region></st1:place></st1:place></st1:country-region> . Salah satunya, kegagalan memberikan perlindungan Hukum terhadap saksi pelapor Komjen Susno Duadji dalam kaitan kasus mafia pajak Gayus Tambunan. Karena memang disadari, Satgas Mafia Hukum kini sedang mencari bentuk yang pas sesuai dengan kebutuhan dan perkembangan pemberantasan mafia hukum yang lebih efektif dan mujarab . sehingga perlu dilakukan evaluasi dan instrospeksi secara komprehensif, baik mengenai dasar hukum pembentukan, urgensi, dan kinerja Satgas Mafia Hukum selama ini. </span><span style="font-family: Calibri; font-size: 11pt;"><o:p></o:p></span></div><u1:p></u1:p>
<div style="margin: 0in 0in 0.0001pt; text-align: justify; text-indent: 0.5in;"><span style="font-family: Arial; font-size: 11pt;">Kendatipun demikian, jika kita boleh menimbang-nimbang keberadaan lembaga <i>ad-hoc</i> seperti Satgas Mafia Hukum. Untuk sementara, menurut pandangan penulis masih sangat penting, relevan dan berfaedah bagi kepentingan pemberantasan mafia hukum di <st1:country-region w:st="on"><st1:place w:st="on"><st1:place u2:st="on"><st1:country-region u2:st="on">Indonesia</st1:country-region></st1:place></st1:place></st1:country-region>. Jika dibandingkan dengan kerugian masyarakat akibat adanya Satgas Mafia Hukum. Walaupun, masih bisa disoal, sebenarnya masyarakat yang mana yang dirugikan akibat adanya Satgas Mafia Hukum tsb? Wallahu’alam</span><span style="font-family: Calibri; font-size: 11pt;"><o:p></o:p></span></div><u1:p></u1:p>
<div align="right" style="margin: 0in 0in 0.0001pt; text-align: right;"></div><div align="right" style="margin: 0in 0in 0.0001pt; text-align: right;"></div><div align="right" style="margin: 0in 0in 0.0001pt; text-align: right;"><b><span style="font-family: Arial; font-size: 11pt;">Hufron, SH.,MH., </span></b><span style="font-family: Calibri; font-size: 11pt;"><o:p></o:p></span></div><div align="right" style="margin: 0in 0in 0.0001pt; text-align: right;"><span style="font-family: Arial; font-size: 11pt;"><u1:p>Kandidat Doktor Ilmu Hukum Univ. Brawijaya</u1:p></span><span style="font-family: Calibri; font-size: 11pt;"><o:p></o:p></span></div><div align="right" style="margin: 0in 0in 0.0001pt; text-align: right;"><st1:city w:st="on"><st1:place w:st="on"><span style="font-family: Arial; font-size: 11pt;"><u1:p>Malang</u1:p></span></st1:place></st1:city><span style="font-family: Calibri; font-size: 11pt;"><o:p></o:p></span></div><div class="MsoNormal" style="line-height: normal; margin-bottom: 0.0001pt;"></div>M. Hufron, SH., MHhttp://www.blogger.com/profile/14594415203293982776noreply@blogger.com0tag:blogger.com,1999:blog-4665024921865675361.post-49457847458432774782010-02-08T15:19:00.002+07:002010-02-08T15:26:27.884+07:00Sekali Lagi Tentang Pemakzulan Presiden<div style="color: black;"><span style="font-size: small;"><a href="http://www.lumajang-online.com/"><meta content="text/html; charset=utf-8" http-equiv="Content-Type"></meta><meta content="Word.Document" name="ProgId"></meta><meta content="Microsoft Word 12" name="Generator"></meta><meta content="Microsoft Word 12" name="Originator"></meta><link href="file:///C:%5CDOCUME%7E1%5CHans%5CLOCALS%7E1%5CTemp%5Cmsohtmlclip1%5C01%5Cclip_filelist.xml" rel="File-List"></link><link href="file:///C:%5CDOCUME%7E1%5CHans%5CLOCALS%7E1%5CTemp%5Cmsohtmlclip1%5C01%5Cclip_themedata.thmx" rel="themeData"></link><link href="file:///C:%5CDOCUME%7E1%5CHans%5CLOCALS%7E1%5CTemp%5Cmsohtmlclip1%5C01%5Cclip_colorschememapping.xml" rel="colorSchemeMapping"></link><style>
<!--
/* Font Definitions */
@font-face
{font-family:"Cambria Math";
panose-1:2 4 5 3 5 4 6 3 2 4;
mso-font-charset:0;
mso-generic-font-family:roman;
mso-font-pitch:variable;
mso-font-signature:-1610611985 1107304683 0 0 159 0;}
@font-face
{font-family:Calibri;
panose-1:2 15 5 2 2 2 4 3 2 4;
mso-font-charset:0;
mso-generic-font-family:swiss;
mso-font-pitch:variable;
mso-font-signature:-1610611985 1073750139 0 0 159 0;}
/* Style Definitions */
p.MsoNormal, li.MsoNormal, div.MsoNormal
{mso-style-unhide:no;
mso-style-qformat:yes;
mso-style-parent:"";
margin-top:0cm;
margin-right:0cm;
margin-bottom:10.0pt;
margin-left:0cm;
line-height:115%;
mso-pagination:widow-orphan;
font-size:11.0pt;
font-family:"Calibri","sans-serif";
mso-fareast-font-family:Calibri;
mso-bidi-font-family:"Times New Roman";}
h1
{mso-style-priority:9;
mso-style-unhide:no;
mso-style-qformat:yes;
mso-style-link:"Heading 1 Char";
mso-margin-top-alt:auto;
margin-right:0cm;
mso-margin-bottom-alt:auto;
margin-left:0cm;
mso-pagination:widow-orphan;
mso-outline-level:1;
font-size:24.0pt;
font-family:"Times New Roman","serif";
mso-fareast-font-family:"Times New Roman";
font-weight:bold;}
p.MsoFootnoteText, li.MsoFootnoteText, div.MsoFootnoteText
{mso-style-unhide:no;
mso-style-link:"Footnote Text Char";
margin:0cm;
margin-bottom:.0001pt;
mso-pagination:widow-orphan;
font-size:10.0pt;
font-family:"Times New Roman","serif";
mso-fareast-font-family:"Times New Roman";}
p.MsoFooter, li.MsoFooter, div.MsoFooter
{mso-style-priority:99;
mso-style-link:"Footer Char";
margin:0cm;
margin-bottom:.0001pt;
mso-pagination:widow-orphan;
tab-stops:center 234.0pt right 468.0pt;
font-size:11.0pt;
font-family:"Calibri","sans-serif";
mso-fareast-font-family:Calibri;
mso-bidi-font-family:"Times New Roman";}
p.MsoBodyTextIndent2, li.MsoBodyTextIndent2, div.MsoBodyTextIndent2
{mso-style-priority:99;
mso-style-unhide:no;
mso-style-link:"Body Text Indent 2 Char";
margin-top:0cm;
margin-right:0cm;
margin-bottom:6.0pt;
margin-left:18.0pt;
line-height:200%;
mso-pagination:widow-orphan;
font-size:12.0pt;
font-family:"Times New Roman","serif";
mso-fareast-font-family:"Times New Roman";}
a:link, span.MsoHyperlink
{mso-style-priority:99;
color:blue;
text-decoration:underline;
text-underline:single;}
a:visited, span.MsoHyperlinkFollowed
{mso-style-noshow:yes;
mso-style-priority:99;
color:purple;
mso-themecolor:followedhyperlink;
text-decoration:underline;
text-underline:single;}
p
{mso-style-priority:99;
mso-style-unhide:no;
mso-margin-top-alt:auto;
margin-right:0cm;
mso-margin-bottom-alt:auto;
margin-left:0cm;
mso-pagination:widow-orphan;
font-size:12.0pt;
font-family:"Times New Roman","serif";
mso-fareast-font-family:"Times New Roman";}
p.MsoListParagraph, li.MsoListParagraph, div.MsoListParagraph
{mso-style-priority:34;
mso-style-unhide:no;
mso-style-qformat:yes;
margin-top:0cm;
margin-right:0cm;
margin-bottom:10.0pt;
margin-left:36.0pt;
mso-add-space:auto;
line-height:115%;
mso-pagination:widow-orphan;
font-size:11.0pt;
font-family:"Calibri","sans-serif";
mso-fareast-font-family:Calibri;
mso-bidi-font-family:"Times New Roman";}
p.MsoListParagraphCxSpFirst, li.MsoListParagraphCxSpFirst, div.MsoListParagraphCxSpFirst
{mso-style-priority:34;
mso-style-unhide:no;
mso-style-qformat:yes;
mso-style-type:export-only;
margin-top:0cm;
margin-right:0cm;
margin-bottom:0cm;
margin-left:36.0pt;
margin-bottom:.0001pt;
mso-add-space:auto;
line-height:115%;
mso-pagination:widow-orphan;
font-size:11.0pt;
font-family:"Calibri","sans-serif";
mso-fareast-font-family:Calibri;
mso-bidi-font-family:"Times New Roman";}
p.MsoListParagraphCxSpMiddle, li.MsoListParagraphCxSpMiddle, div.MsoListParagraphCxSpMiddle
{mso-style-priority:34;
mso-style-unhide:no;
mso-style-qformat:yes;
mso-style-type:export-only;
margin-top:0cm;
margin-right:0cm;
margin-bottom:0cm;
margin-left:36.0pt;
margin-bottom:.0001pt;
mso-add-space:auto;
line-height:115%;
mso-pagination:widow-orphan;
font-size:11.0pt;
font-family:"Calibri","sans-serif";
mso-fareast-font-family:Calibri;
mso-bidi-font-family:"Times New Roman";}
p.MsoListParagraphCxSpLast, li.MsoListParagraphCxSpLast, div.MsoListParagraphCxSpLast
{mso-style-priority:34;
mso-style-unhide:no;
mso-style-qformat:yes;
mso-style-type:export-only;
margin-top:0cm;
margin-right:0cm;
margin-bottom:10.0pt;
margin-left:36.0pt;
mso-add-space:auto;
line-height:115%;
mso-pagination:widow-orphan;
font-size:11.0pt;
font-family:"Calibri","sans-serif";
mso-fareast-font-family:Calibri;
mso-bidi-font-family:"Times New Roman";}
span.Heading1Char
{mso-style-name:"Heading 1 Char";
mso-style-priority:9;
mso-style-unhide:no;
mso-style-locked:yes;
mso-style-link:"Heading 1";
mso-ansi-font-size:24.0pt;
mso-bidi-font-size:24.0pt;
font-family:"Times New Roman","serif";
mso-ascii-font-family:"Times New Roman";
mso-fareast-font-family:"Times New Roman";
mso-hansi-font-family:"Times New Roman";
mso-font-kerning:18.0pt;
font-weight:bold;}
span.FooterChar
{mso-style-name:"Footer Char";
mso-style-priority:99;
mso-style-unhide:no;
mso-style-locked:yes;
mso-style-link:Footer;
mso-ansi-font-size:11.0pt;
mso-bidi-font-size:11.0pt;}
span.FootnoteTextChar
{mso-style-name:"Footnote Text Char";
mso-style-unhide:no;
mso-style-locked:yes;
mso-style-link:"Footnote Text";
font-family:"Times New Roman","serif";
mso-ascii-font-family:"Times New Roman";
mso-fareast-font-family:"Times New Roman";
mso-hansi-font-family:"Times New Roman";}
span.BodyTextIndent2Char
{mso-style-name:"Body Text Indent 2 Char";
mso-style-priority:99;
mso-style-unhide:no;
mso-style-locked:yes;
mso-style-link:"Body Text Indent 2";
mso-ansi-font-size:12.0pt;
mso-bidi-font-size:12.0pt;
font-family:"Times New Roman","serif";
mso-ascii-font-family:"Times New Roman";
mso-fareast-font-family:"Times New Roman";
mso-hansi-font-family:"Times New Roman";}
.MsoChpDefault
{mso-style-type:export-only;
mso-default-props:yes;
font-size:10.0pt;
mso-ansi-font-size:10.0pt;
mso-bidi-font-size:10.0pt;
mso-ascii-font-family:Calibri;
mso-fareast-font-family:Calibri;
mso-hansi-font-family:Calibri;}
@page Section1
{size:612.0pt 792.0pt;
margin:72.0pt 72.0pt 72.0pt 72.0pt;
mso-header-margin:35.4pt;
mso-footer-margin:35.4pt;
mso-paper-source:0;}
div.Section1
{page:Section1;}
-->
</style> </a></span></div><div style="color: black; line-height: 150%; margin: 0cm -2.85pt 0.0001pt 5.65pt; text-align: justify; text-indent: 36pt;"><span style="font-size: small;"><a href="http://4.bp.blogspot.com/_QE8dkITAMZU/S2_IHb6VvaI/AAAAAAAAAGU/uqYr1_fdYKw/s1600-h/16102009106.jpg" imageanchor="1" style="clear: left; float: left; margin-bottom: 1em; margin-right: 1em;"><img border="0" height="200" src="http://4.bp.blogspot.com/_QE8dkITAMZU/S2_IHb6VvaI/AAAAAAAAAGU/uqYr1_fdYKw/s200/16102009106.jpg" width="213" /></a><b><span style="font-weight: normal;">Sebagaimana dilansir oleh berbagai media massa, pemerintah melalui Menteri Hukum dan HAM RI, Patrialis Akbar, di Istana Presiden Cipanas, tanggal 2-2-2010 menyatakan ada empat alasan atau prinsip presiden tidak bisa dimakzulkan. Empat prinsip dimaksud adalah : </span></b><b>Pertama</b>, prinsip dasar dalam sistem presidensil, presiden itu tak bisa dijatuhkan di tengah jalan, karena dia dipilih melalui pemilihan umum. <b>Prinsip kedua</b>, <i>fixed term </i>5 tahun masa jabatan presiden dijamin, tak boleh diganggu dengan alasan politik apapun. Ini konsekuensi sistem presidensial. <b>Prinsip ketiga</b>, presiden adalah sebagai lambang negara. Bahkan dalam NKRI presiden lambang negara kesatuan, jadi tak hanya sebagai kepala pemerintahan, tapi lambang negara. Oleh karena itu tak mudah bahkan dipersulit konstitusi untuk menjatuhkan presiden dan wapres. <b>Prinsip keempat</b>, dalam negara kita hukum sebagai primadona, hukum bisa membatalkan putusan demokrasi, apabila putusan demokrasi bertentangan dengan konstitusi,<o:p></o:p></span></div><div style="color: black;"><span style="font-size: small;"><a href="http://www.lumajang-online.com/"> </a></span></div><div class="MsoFootnoteText" style="color: black; line-height: 150%; margin: 0cm -2.85pt 0.0001pt 5.65pt; text-align: justify; text-indent: 36pt;"><span lang="SV" style="font-size: small; line-height: 150%;">Memerhatikan secara seksama pernyataan di atas, terasa ada yang menggelitik dan mengganjal dalam perspektif akademik, karena pernyataan tsb kental dan menonjol nuansa pembelaan, bahkan dalam skala tertentu dapat menyesatkan <i>(misleading)</i> pola pikir masyarakat tentang pranata <i>impeachment </i>atau pemakzulan Presiden dan atau Wakil Presiden, jika tidak diluruskan atau dielaborasi lebih lanjut. <o:p></o:p></span></div><div class="MsoFootnoteText" style="color: black; line-height: 150%; margin: 0cm -2.85pt 0.0001pt 5.65pt; text-align: justify; text-indent: 36pt;"><span lang="SV" style="font-size: small; line-height: 150%;">Menurut saya, setidak-tidaknya ada empat alasan mendasar mengapa pernyataan tersebut tidak tepat dalam perspektif akademik : <o:p></o:p></span></div><div class="MsoFootnoteText" style="color: black; line-height: 150%; margin: 0cm -2.85pt 0.0001pt 5.65pt; text-align: justify; text-indent: 36pt;"><span style="font-size: small;"><b><span lang="SV" style="line-height: 150%;">Pertama,</span></b></span><span lang="SV" style="font-size: small; line-height: 150%;"> alasan historis. Jika ditilik sejarah pengaturan pranata <i>impeachment</i> dalam perubahan ketiga UUD 1945 yang dibidani Panitia Ac Hoc I Badan Pekerja MPR telah menyepakati dan menegaskan sistem pemerintahan presidensial yang bercirikan (1) adanya masa jabatan presiden yang bersifat tetap (<i>fixed term</i>) ; (2) presiden sebagai kepala negara sekaligus kepala pemerintahan; (3)adanya mekanisme saling mengawasi dan mengimbangi (<i>checks and balances</i>), dan (4) adanya mekanisme <i>impeachment </i>(vide: </span><span style="font-size: small;"><i><span style="line-height: 150%;">Panduan Dalam Memasyarakatkan Undang Undang Dasar Negara Republik Indonesia: Latar Belakang, Proses Dan Hasil Perubahan Undang Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945<b>,</b></span></i><b><span style="line-height: 150%;"> </span></b></span><span style="font-size: small; line-height: 150%;">Sekretariat Jenderal MPR RI, Jakarta, 2003, hlm 156). <o:p></o:p></span></div><div class="MsoBodyTextIndent2" style="color: black; line-height: 150%; margin: 0cm -2.85pt 0.0001pt 5.65pt; text-align: justify; text-indent: 36pt;"><span style="font-size: small;">Dalam sistem pemerintahan presidensial, <i>impeachment </i>merupakan <i>exceptional clause</i> terhadap masa jabatan Presiden dan /atau Wakil Presiden yang bersifat tetap (<i>fixed term</i> ). Artinya, pasangan Presiden dan Wakil Presiden terpilih tidak dapat diberhentikan dalam masa jabatannya, sebab mereka dipilih langsung oleh rakyat, terkecuali Presiden dan /atau Wakil Presiden terbukti telah melanggar hukum berdasarkan alasan dan prosedur yang tercantum dalam konstitusi.<sup><o:p></o:p></sup></span></div><div class="MsoFootnoteText" style="color: black; line-height: 150%; margin: 0cm -2.85pt 0.0001pt 5.65pt; text-align: justify; text-indent: 36pt;"><span style="font-size: small;"><b><span lang="SV" style="line-height: 150%;">Kedua</span></b></span><span lang="SV" style="font-size: small; line-height: 150%;">, pijakan teoritis. Secara sederhana karateristik pemerintahan presidensial sebagaimana dikutip Denny Indrayana dari pendapat Alan R. Ball dan B. Guy Peters adalah : (1) Presiden adalah sebagai kepala negara dan sekaligus kepala pemerintahan ; (2) Presiden tidak dipilih oleh parlemen, tetapi langsung dipilih oleh rakyat (<i>popular elected</i>); (3) Presiden bukan bagian dari parlemen, dan tidak dapat diberhentikan oleh parlemen, kecuali melalui proses pamakzulan (<i>impeachment</i>); dan (4) Presiden tidak dapat membubarkan parlemen. (Denny Indrayana: 2008;198) <o:p></o:p></span></div><div class="MsoFootnoteText" style="color: black; line-height: 150%; margin: 0cm -2.85pt 0.0001pt 5.65pt; text-align: justify; text-indent: 36pt;"><span lang="SV" style="font-size: small; line-height: 150%;">Dari pendapat Alan R. Ball dan B. Guy Peters, dalam sistem pemerintahan presidensial , meskipun presiden dipilih langsung oleh rakyat, akan tetapi tetap dapat diberhentikan oleh parlemen dengan mekanisme pamakzulan (<i>impeachment</i>).<o:p></o:p></span></div><div class="MsoFootnoteText" style="color: black; line-height: 150%; margin: 0cm -2.85pt 0.0001pt 5.65pt; text-align: justify; text-indent: 36pt;"><span lang="SV" style="font-size: small; line-height: 150%;">Dalam konteks sistem pemerintahan yang dianut UUD 1945 pasca perubahan, juga mengandung karakter presidensial dimaksud. Sehingga meskipun Presiden dan Wapres dipilih secara langsung oleh rakyat (<i>popular elected</i>) , akan tetapi tetap dapat diberhentikan di tengah masa jabatannya, melalui mekanisme <i>impeachment.</i> Hal ini berbeda dengan karakter parlementer , sebagaimana dideskripsikan Alan R. Ball dan B. Guy Peters bahwa cabang kekuasaan eksekutif dipimpin seorang perdana menteri atau kanselir, yang bersama-sama kabinet adalah bagian dari parlemen, dipilih oleh parlemen dan setiap saat dapat diperhentikan oleh parlemen dengan mosi tidak percaya. <o:p></o:p></span></div><div class="MsoFootnoteText" style="color: black; line-height: 150%; margin: 0cm -2.85pt 0.0001pt 5.65pt; text-align: justify; text-indent: 36pt;"><span style="font-size: small;"><b><span lang="SV" style="line-height: 150%;">Ketiga, landasan filosofis. </span></b></span><span lang="SV" style="font-size: small; line-height: 150%;">Di samping sebagai konsekuensi logis dari dianutnya sistem pemerintahan presidensial, pengaturan tentang pemberhentian Presiden dan /atau Wakil Presiden dalam UUD 1945 Perubahan Ketiga, juga sebagai konsekuensi dianutnya ajaran pemisahan kekuasaan dengan mekanisme <i>checks and balances system. </i></span><span style="font-size: small; line-height: 150%;">UUD 1945 pasca perubahan, menciptakan pola hubungan fungsional horisontal antara lembaga-lembaga negara, bukan dalam hubungan struktural-vertikal. Kedudukan MPR, sejajar dengan lembaga negara yang lain seperti DPR, Presiden, MA, MK, dan BPK, dengan kewajiban saling mengawasi secara berkeseimbangan satu sama lain (<i>checks and balances</i>). Bentuk penerapan dari prinsip <i>checks and balances </i>yaitu<i> </i>adanya mekanisme pemberhentian Presiden dan /atau Wakil Presiden di tengah jalan (pemakzulan). Sejatinya, </span><span style="font-size: small;"><i><span lang="FI" style="line-height: 150%;">Impeachment</span></i></span><span lang="FI" style="font-size: small; line-height: 150%;"> didesain sebagai instrumen untuk “menegur” perbuatan menyimpang, penyalahgunaan dan pelanggaran terhadap konstitusi oleh orang yang memegang jabatan publik, dalam hal ini termasuk Presiden dan /atau Wakil Presiden. Yang bisa saja berujung dengan pergantian presiden (<i>presidential removal)</i> atau presiden tetap dalam jabatan (<i>presidential survival</i>).</span><span style="font-size: small;"><i><span lang="FI" style="font-family: "Arial","sans-serif"; line-height: 150%;"> </span></i></span><span lang="FI" style="font-size: small; line-height: 150%;"><o:p></o:p></span></div><div class="MsoFootnoteText" style="color: black; line-height: 150%; margin: 0cm -2.85pt 0.0001pt 5.65pt; text-align: justify; text-indent: 36pt;"><span style="font-size: small;"><b><span lang="SV" style="line-height: 150%;">Keempat</span></b></span><span lang="SV" style="font-size: small; line-height: 150%;"> , <b>dasar yuridis</b>. sebagai konsekuensi logis dari dianutnya sistem pemerintahan presidensial, maka di dalam UUD 1945 diaturlah tentang alasan dan prosedur pemberhentian Presiden dan /atau Wakil Presiden dalam pasal 3 ayat 3, pasa1 7A, dan 7B . Pasal 3 ayat 3 menetapkan MPR dapat memberhentikan Presiden dan /atau Wakil Presiden dalam masa jabatan menurut UUD 1945. Pasal 7A menyebut enam alasan presiden dapat diberhentikan dalam masa jabatan yaitu melakukan </span><span style="font-size: small; line-height: 150%;">pengkhianatan terhadap negara, korupsi, penyuapan, tindak pidana berat lainnya, melakukan perbuatan tercela atau tidak lagi memenuhi syarat sebagai Presiden dan/atau Wakil Presiden</span><span lang="SV" style="font-size: small; line-height: 150%;"><o:p></o:p></span></div><div class="MsoNormal" style="color: black; line-height: 150%; margin: 0cm -2.85pt 0.0001pt 5.65pt; text-align: justify; text-indent: 1cm;"><span lang="SV" style="font-family: "Times New Roman","serif"; font-size: small; line-height: 150%;">Pasal 7B pada pokoknya mengatur proses pemakzulan presiden dan /atau Wakil presiden </span><span lang="ES" style="font-family: "Times New Roman","serif"; font-size: small; line-height: 150%;">berada di tiga lembaga negara secara berkesinambungan yaitu : proses <i>impeachment</i> di DPR RI, proses <i>impeachment</i> di MK dan proses <i>impeachment</i> di MPR; <o:p></o:p></span></div><div class="MsoNormal" style="color: black; line-height: 150%; margin: 0cm -2.85pt 0.0001pt 5.65pt; text-align: justify; text-indent: 1cm;"><span lang="ES" style="font-family: "Times New Roman","serif"; font-size: small; line-height: 150%;">Mengingat pasal 7 B berkaitan dengan mekanisme pemakzulan masih bersifat umum dan pokok-pokoknya saja, maka perlu pengaturan lebih lanjut secara lengkap dan rinci bagaimana syarat dan proses <i>impeachment</i> di DPR, syarat dan proses <i>Impeachment</i> di MK serta bagaimana syarat dan proses <i>impeachment</i> di MPR. Untuk keperluan tersebut, terdapat UU No 27 tahun 2009 tentang MPR, DPR, DPD dan DPRD , khususnya pasal 184-188, </span><span style="font-family: "Times New Roman","serif"; font-size: small; line-height: 150%;">Undang Undang Nomor 24 tahun 2003 tentang Mahkamah Konstitusi</span><span lang="ES" style="font-family: "Times New Roman","serif"; font-size: small; line-height: 150%;">, terutama pasal 80-85, Tatib DPR RI , Tatib MPR RI dan Peratuan MK No. 21 tahun 2009 tentang Pedoman Beracara Dalam Memutus Pendapat DPR Mengenai Dugaan Pelanggaran oleh Presiden dan /atau Wapres, sebagai peraturan pelaksanaan hukum acara pemakzulan presiden dan /atau wapres . <o:p></o:p></span></div><div class="MsoNormal" style="color: black; line-height: 150%; margin: 0cm -2.85pt 0.0001pt 5.65pt; text-align: justify; text-indent: 1cm;"><span lang="ES" style="font-family: "Times New Roman","serif"; font-size: small; line-height: 150%;">Dengan demikian, pernyataan </span><span style="font-size: small;"><b><span style="font-weight: normal; line-height: 150%;">Menteri Hukum dan HAM RI, Patrialis Akbar bahwa presiden tidak bisa dimakzulkan karena alasan </span></b></span><span style="font-family: "Times New Roman","serif"; font-size: small; line-height: 150%;">dipilih melalui pemilihan umum dan adanya <i>fixed term </i>5 (lima) tahun masa jabatan presiden , tidak memiliki alasan historis yang rasional, pijakan teoritis yang memadai, landasan filosofis yang cukup dan dasar hukum yang kuat .<o:p></o:p></span></div><div class="MsoNormal" style="color: black; line-height: 150%; margin: 0cm -2.85pt 0.0001pt 5.65pt; text-align: justify; text-indent: 36pt;"><span style="font-family: "Times New Roman","serif"; font-size: small; line-height: 150%;">Sebagai penutup perlu direnungkan apa yang dikatakan Mahatma Gandhi bahwa : “akar kekerasan adalah kemewahan tanpa bekerja,</span><span style="font-family: "Times New Roman","serif"; font-size: small; line-height: 150%;"> kesenangan tanpa hati nurani, perdagangan tanpa moralitas, sains tanpa humanitas, penyembahan tanpa pengorbanan,politik tanpa prinsip nilai, ilmu tanpa kepribadian,”<o:p></o:p></span></div><div class="MsoNormal" style="color: black; line-height: 150%; margin: 0cm -2.85pt 0.0001pt 0cm; text-align: justify;"><span style="font-size: small;"><br />
</span></div><div align="right" class="MsoNormal" style="color: black; line-height: normal; margin: 0cm -2.85pt 0.0001pt 5.65pt; text-align: right;"><span lang="SV" style="font-family: "Times New Roman","serif"; font-size: small;">Kandidat Doktor Ilmu Hukum Univ. Brawijaya Malang<o:p></o:p></span></div><div align="right" class="MsoNormal" style="color: black; line-height: normal; margin: 0cm -2.85pt 0.0001pt 5.65pt; text-align: right;"><span lang="SV" style="font-family: "Times New Roman","serif"; font-size: small;">Menulis Disertasi tentang <i>Impeachment</i> Presiden<o:p></o:p></span></div><div align="right" class="MsoNormal" style="color: black; line-height: normal; margin: 0cm -2.85pt 0.0001pt 5.65pt; text-align: right;"><span lang="SV" style="font-family: "Times New Roman","serif"; font-size: small;"><a href="http://www.lumajang-online.com/">email : </a></span><span style="font-family: "Times New Roman","serif"; font-size: small;"><a href="mailto:hufronsby@yahoo.com"><span lang="SV">hufronsby@yahoo.com</span></a></span><span lang="SV" style="font-family: "Times New Roman","serif"; font-size: small;">., <o:p></o:p></span></div><div align="right" class="MsoNormal" style="color: black; line-height: normal; margin: 0cm -2.85pt 0.0001pt 5.65pt; text-align: right;"><span lang="SV" style="font-family: "Times New Roman","serif"; font-size: small;">HP : 081-2352-9300.<o:p></o:p></span></div><div class="MsoNormal" style="color: black; line-height: normal; margin: 0cm -2.85pt 0.0001pt 5.65pt; text-align: justify; text-indent: 36pt;"><span style="font-size: small;"><br />
</span></div><div class="MsoNormal" style="color: black; line-height: 150%; margin: 0cm -2.85pt 0.0001pt 5.65pt; text-align: justify; text-indent: 36pt;"><span style="font-size: small;"><br />
</span></div><div class="MsoListParagraphCxSpFirst" style="color: black; line-height: 150%; margin: 0cm -2.85pt 0.0001pt 5.65pt; text-align: justify;"><span style="font-size: small;"><br />
</span></div><div class="MsoListParagraphCxSpMiddle" style="color: black; line-height: 150%; margin: 0cm -2.85pt 0.0001pt 5.65pt; text-align: justify; text-indent: 18pt;"><span style="font-size: small;"><br />
</span></div><div class="MsoListParagraphCxSpMiddle" style="color: black; line-height: 150%; margin: 0cm -2.85pt 0.0001pt 5.65pt; text-align: justify; text-indent: 18pt;"><span style="font-size: small;"><br />
</span></div><div class="MsoListParagraphCxSpLast" style="color: black; line-height: 150%; margin: 0cm -2.85pt 0.0001pt 5.65pt; text-align: justify; text-indent: 18pt;"><span style="font-size: small;"><br />
</span></div><div class="MsoNormal" style="color: black; line-height: 150%; margin: 0cm -2.85pt 0.0001pt 5.65pt; text-align: justify; text-indent: 1cm;"><span style="font-size: small;"><br />
</span></div><div class="MsoNormal" style="color: black; line-height: 150%; margin: 0cm -2.85pt 0.0001pt 5.65pt; text-align: justify; text-indent: 1cm;"><span style="font-size: small;"><br />
</span></div><div class="MsoNormal" style="color: black; line-height: 150%; margin-bottom: 0.0001pt; text-align: justify; text-indent: 1cm;"><span style="font-size: small;"><br />
</span></div><div class="MsoNormal" style="color: black; line-height: 150%; margin: 0cm -2.85pt 0.0001pt 5.65pt; text-align: justify; text-indent: 1cm;"><span style="font-size: small;"><br />
</span></div><div class="MsoNormal" style="color: black; line-height: 150%; margin: 0cm -2.85pt 0.0001pt 5.65pt; text-align: justify; text-indent: 1cm;"><span style="font-size: small;"><br />
</span></div><div class="MsoNormal" style="color: black; line-height: 150%; margin: 0cm -2.85pt 0.0001pt 5.65pt; text-align: justify; text-indent: 1cm;"><span style="font-size: small;"><br />
</span></div><div align="right" class="MsoNormal" style="color: black; line-height: 150%; margin: 0cm -2.85pt 0.0001pt 5.65pt; text-align: right; text-indent: 1cm;"><span style="font-size: small;"><br />
</span></div><div class="MsoNormal" style="color: black; line-height: 150%; margin: 0cm -2.85pt 0.0001pt 5.65pt; text-align: justify; text-indent: 1cm;"><span style="font-size: small;"><br />
</span></div><div class="MsoNormal" style="color: black; line-height: 150%; margin: 0cm -2.85pt 0.0001pt 5.65pt; text-align: justify; text-indent: 1cm;"><span style="font-size: small;"><br />
</span></div><div class="MsoNormal" style="color: black; line-height: 150%; margin: 0cm -2.85pt 0.0001pt 5.65pt; text-align: justify; text-indent: 1cm;"><span style="font-size: small;"><br />
</span></div><div class="MsoNormal" style="color: black; line-height: 150%; margin: 0cm -2.85pt 0.0001pt 5.65pt; text-align: justify; text-indent: 1cm;"><span style="font-size: small;"><br />
</span></div><div class="MsoNormal" style="color: black; line-height: 150%; margin: 0cm -2.85pt 0.0001pt 5.65pt; text-align: justify; text-indent: 1cm;"><span style="font-size: small;"><br />
</span></div><div class="MsoNormal" style="color: black; line-height: 150%; margin: 0cm -2.85pt 0.0001pt 5.65pt; text-align: justify; text-indent: 1cm;"><span style="font-size: small;"><br />
</span></div><div class="MsoNormal" style="color: black; line-height: 150%; margin: 0cm -2.85pt 0.0001pt 5.65pt; text-align: justify; text-indent: 1cm;"><span style="font-size: small;"><br />
</span></div><div class="MsoNormal" style="color: black; line-height: 150%; margin: 0cm -2.85pt 0.0001pt 5.65pt; text-align: justify; text-indent: 1cm;"><span style="font-size: small;"><br />
</span></div><div class="MsoNormal" style="color: black; line-height: 150%; margin: 0cm -2.85pt 0.0001pt 5.65pt; text-align: justify; text-indent: 1cm;"><span style="font-size: small;"><br />
</span></div><div class="MsoNormal" style="color: black; line-height: 150%; margin: 0cm -2.85pt 0.0001pt 5.65pt; text-align: justify; text-indent: 1cm;"><span style="font-size: small;"><br />
</span></div><div class="MsoNormal" style="color: black; line-height: 150%; margin: 0cm -2.85pt 0.0001pt 5.65pt; text-align: justify; text-indent: 1cm;"><span style="font-size: small;"><br />
</span></div><div class="MsoNormal" style="color: black; line-height: 150%; margin: 0cm -2.85pt 0.0001pt 5.65pt; text-align: justify; text-indent: 1cm;"><span style="font-size: small;"><br />
</span></div><div class="MsoNormal" style="color: black; line-height: 150%; margin: 0cm -2.85pt 0.0001pt 5.65pt; text-align: justify; text-indent: 1cm;"><span style="font-size: small;"><br />
</span></div><div class="MsoNormal" style="color: black; line-height: 150%; margin: 0cm -2.85pt 0.0001pt 5.65pt; text-align: justify; text-indent: 1cm;"><span style="font-size: small;"><br />
</span></div><div class="MsoNormal" style="color: black; line-height: 150%; margin: 0cm -2.85pt 0.0001pt 5.65pt; text-align: justify; text-indent: 1cm;"><span style="font-size: small;"><br />
</span></div><div class="MsoNormal" style="color: black; line-height: 150%; margin: 0cm -2.85pt 0.0001pt 5.65pt; text-align: justify; text-indent: 1cm;"><span style="font-size: small;"><br />
</span></div><div class="MsoNormal" style="color: black; line-height: 150%; margin: 0cm -2.85pt 0.0001pt 5.65pt; text-align: justify; text-indent: 1cm;"><span style="font-size: small;"><br />
</span></div><div class="MsoNormal" style="color: black; line-height: 150%; margin: 0cm -2.85pt 0.0001pt 5.65pt; text-align: justify; text-indent: 1cm;"><span style="font-size: small;"><br />
</span></div><div class="MsoNormal" style="color: black; line-height: 150%; margin: 0cm -2.85pt 0.0001pt 5.65pt; text-align: justify; text-indent: 1cm;"><span style="font-size: small;"><br />
</span></div><div class="MsoNormal" style="color: black; line-height: 150%; margin: 0cm -2.85pt 0.0001pt 5.65pt; text-align: justify; text-indent: 1cm;"><span style="font-size: small;"><br />
</span></div><div class="MsoNormal" style="color: black; line-height: 150%; margin: 0cm -2.85pt 0.0001pt 5.65pt; text-align: justify; text-indent: 1cm;"><span style="font-size: small;"><br />
</span></div><div class="MsoNormal" style="color: black; line-height: 150%; margin: 0cm -2.85pt 0.0001pt 5.65pt; text-align: justify; text-indent: 1cm;"><span style="font-size: small;"><br />
</span></div><div class="MsoNormal" style="color: black; line-height: 150%; margin: 0cm -2.85pt 0.0001pt 5.65pt; text-align: justify; text-indent: 1cm;"><span style="font-size: small;"><br />
</span></div><div class="MsoNormal" style="color: black; line-height: 150%; margin: 0cm -2.85pt 0.0001pt 5.65pt;"><span style="font-size: small;"><br />
</span></div><div class="MsoNormal" style="color: black; line-height: 150%; margin: 0cm -2.85pt 0.0001pt 5.65pt;"><span style="font-size: small;"><br />
</span></div><div class="MsoNormal" style="color: black; line-height: 150%; margin: 0cm -2.85pt 0.0001pt 5.65pt;"><span style="font-size: small;"><br />
</span></div><div class="MsoNormal" style="color: black; line-height: 150%; margin: 0cm -2.85pt 0.0001pt 5.65pt;"><span style="font-size: small;"><br />
</span></div><div class="MsoNormal" style="color: black; line-height: 150%; margin: 0cm -2.85pt 0.0001pt 5.65pt;"><span style="font-size: small;"><br />
</span></div><div class="MsoNormal" style="color: black; line-height: 150%; margin: 0cm -2.85pt 0.0001pt 5.65pt;"><span style="font-size: small;"><br />
</span></div><div class="MsoNormal" style="color: black; line-height: 150%; margin: 0cm -2.85pt 0.0001pt 5.65pt;"><span style="font-size: small;"><br />
</span></div><div class="MsoNormal" style="color: black; line-height: 150%; margin: 0cm -2.85pt 0.0001pt 5.65pt;"><span style="font-size: small;"><br />
</span></div><div class="MsoNormal" style="color: black; line-height: 150%; margin: 0cm -2.85pt 0.0001pt 5.65pt;"><span style="font-size: small;"><br />
</span></div><div class="MsoNormal" style="color: black; line-height: 150%; margin: 0cm -2.85pt 0.0001pt 5.65pt;"><span style="font-size: small;"><br />
</span></div><div class="MsoNormal" style="color: black; line-height: 150%; margin: 0cm -2.85pt 0.0001pt 5.65pt;"><span style="font-size: small;"><br />
</span></div><div class="MsoNormal" style="color: black; line-height: 150%; margin: 0cm -2.85pt 0.0001pt 5.65pt;"><span style="font-size: small;"><br />
</span></div><div class="MsoNormal" style="color: black; line-height: 150%; margin: 0cm -2.85pt 0.0001pt 5.65pt;"><span style="font-size: small;"><br />
</span></div><div class="MsoNormal" style="color: black; line-height: 150%; margin: 0cm -2.85pt 0.0001pt 5.65pt;"><span style="font-size: small;"><br />
</span></div><div class="MsoListParagraphCxSpFirst" style="color: black; line-height: 150%; margin: 0cm 0cm 0.0001pt 54pt; text-align: justify; text-indent: 18pt;"><span style="font-size: small;"><br />
</span></div><div class="MsoListParagraphCxSpLast" style="color: black; line-height: 150%; margin: 0cm 0cm 0.0001pt 54pt; text-align: justify; text-indent: 18pt;"><span style="font-size: small;"><br />
</span></div>M. Hufron, SH., MHhttp://www.blogger.com/profile/14594415203293982776noreply@blogger.com0tag:blogger.com,1999:blog-4665024921865675361.post-12460580431695577482010-02-06T23:00:00.001+07:002010-02-08T15:23:26.005+07:00M. Hufron, SH., MHhttp://www.blogger.com/profile/14594415203293982776noreply@blogger.com0tag:blogger.com,1999:blog-4665024921865675361.post-83221556964585653392009-12-27T06:18:00.000+07:002009-12-27T06:18:43.131+07:00REKOMENDASI TIM 8<div style="text-align: center;"><b>EXECUTIVE SUMMARY</b><br />
</div><div style="text-align: center;"><br />
</div><div style="text-align: center;">PENDAHULUAN<br />
</div><div style="text-align: justify;"><br />
</div><div style="text-align: justify;">Proses hukum terhadap Chandra M. Hamzah (selanjutnya disebut “Chandra”) dan Bibit Samad Rianto (selanjutnya disebut “Bibit”) menjadi isu strategis di masyarakat karena menimbulkan kecurigaan adanya rekayasa terhadap proses hukum tersebut.<br />
</div><div style="text-align: justify;">Untuk menjawab kecurigaan tersebut, Presiden Susilo Bambang Yudhoyono, pada tanggal 2 November 2009, menerbitkan Keputusan Presiden No. 31 Tahun 009 tentang Pembentukan Tim Independen Verifikasi Fakta dan Proses Hukum atas Kasus Sdr. Chandra M. Hamzah dan Sdr. Bibit Samad Rianto (selanjutnya disebut “Tim 8”).<br />
</div><div style="text-align: justify;">Tim 8 bertugas untuk melakukan verifikasi fakta dan proses hukum atas Kasus Chandra M. Hamzah dan Bibit Samad Rianto. Jangka waktu yang diberikan untuk mengumpulkan fakta dan melakukan verifikasi adalah 14 hari kerja, dan dapat iperpanjang jika diperlukan. Tim 8 juga berwenang untuk berkoordinasi dengan berbagai instansi pemerintah dan memanggil pihak-pihak yang dianggap terkait dengan penanganan kasus ini.<br />
</div><div style="text-align: justify;">Dalam melaksanakan tugasnya, Tim 8 memverifikasi pihak-pihak yang terkait kasus Chandra dan Bibit, serta melakukan gelar perkara atas kasus tersebut. Terdapat beberapa temuan yang pada intinya menyangkut:<br />
</div><div style="text-align: justify;">a. dugaan adanya praktik mafia hukum, sebagaimana terindikasi dalam rekaman penyadapan pembicaraan Anggodo Widjojo dengan pihak-pihak tertentu yang diputar dalam sidang di Mahkamah Konstitusi pada tanggal 3 November 2009;<br />
</div><div style="text-align: justify;">b. Antasari Azhar berinisiatif untuk membuka dugaan suap terhadap pimpinan KPK, melalui testimoni yang dibuatnya dan membuat Laporan Pengaduan kepada polisi;<br />
</div><div style="text-align: justify;">c. Adanya potensi benturan kepentingan pada tahap penyidikan perkara Chandra dan Bibit, antara Susno Duadji sebagai pribadi yang tersadap KPK, dengan jabatannya selaku Kabareskrim. Hasil sadapan telepon tersebut antara lain pembicaraan Susno Duadji dengan Lucas, terkait upaya pencairan dana milik Budi Sampoerna di Bank Century.<br />
</div><div style="text-align: justify;">Berdasarkan verifikasi tersebut, Tim 8 menyimpulkan dan merekomendasikan hal-hal sebagai berikut:<br />
</div><div style="text-align: center;"><b>KESIMPULAN</b><br />
</div><div style="text-align: justify;">1. Proses Hukum Chandra dan Bibit:<br />
</div><div style="text-align: justify;">a. Pada awalnya, proses pemeriksaan terhadap dugaan adanya penyuapan dan/atau pemerasan dalam kasus Chandra dan Bibit adalah wajar (tidak ada rekayasa) berdasarkan alasan-alasan:<br />
</div><div style="text-align: justify;">1) Testimoni Antasari Azhar<br />
</div><div style="text-align: justify;">2) Laporan Polisi oleh Antasari Azhar<br />
</div><div style="text-align: justify;">3) Rekaman pembicaraan Antasari Azhar dengan Anggoro di Singapura di Laptop Antasari Azhar di KPK<br />
</div><div style="text-align: justify;">4) Keterangan Anggodo tanggal 7 Juli 2009<br />
</div><div style="text-align: justify;">5) Keterangan Anggoro tanggal 10 Juli 2009 di Singapura<br />
</div><div style="text-align: justify;">6) Keterangan Ari Muladi.<br />
</div><div style="text-align: justify;">b. Dalam perkembangannya Polisi tidak menemukan adanya bukti penyuapan dan/atau pemerasan, namun demikian Polisi terlihat memaksakan dugaan penyalahgunaan wewenang oleh Chandra dan Bibit dengan menggunakan:<br />
</div><div style="text-align: justify;">1) Surat pencegahan ke luar negeri terhadap Anggoro;<br />
</div><div style="text-align: justify;">2) Surat pencegahan dan pencabutan cegah keluar negeri terhadap Djoko Tjandra.<br />
</div><div style="text-align: justify;">c. Polri tidak memiliki bukti yang cukup untuk mendakwa Chandra dan Bibit atas dasar penyalahgunaan wewenang berdasarkan Pasal 23 UU Tindak Pidana Korupsi jo Pasal 421 KUHP dan pemerasan berdasarkan Pasal 12 (e) Undang-undang Tindak Pidana Korupsi serta percobaannya berdasarkan Pasal 15 UU Tindak Pidana Korupsi.<br />
</div><div style="text-align: justify;">d. Dalam gelar perkara tanggal 7 Nopember 2009, Jaksa Peneliti Kasus Chandra dan Bibit juga menilai bahwa bukti-bukti yang diajukan oleh penyidik masih lemah.<br />
</div><div style="text-align: justify;">e. Aliran dana dari Anggodo Widjojo ke Ari Muladi terputus dan tidak ada bukti yang menyatakan uang tersebut sampai ke tangan pimpinan KPK.<br />
</div><div style="text-align: justify;">2. Profesionalisme Penyidik dan Penuntut<br />
</div><div style="text-align: justify;">Tim 8 berkesimpulan profesionalisme penyidik dari Kepolisian dan penuntut dari Kejaksaan sangat lemah mengingat sangkaan dan dakwaan tidak didukung oleh fakta dan bukti yang kuat. Fenomena mengikuti ‘apa yang diinginkan oleh atasan’ dikalangan penyidik dan penuntut umum masih kuat, sehingga penyidik dan penuntut umum tidak bebas mengembangkan temuannya secara obyektif dan adil. Sehingga terkesan adanya rekayasa. Munculnya intruksi dari atasan tersebut, tidak terlepas dari danya benturan kepentingan pada atasan yang bersangkutan.<br />
</div><div style="text-align: justify;">3. Makelar Kasus<br />
</div><div style="text-align: justify;">Dalam proses verifikasi yang dilakukan oleh Tim 8, ditemukan dugaan kuat atas terjadinya fenomena Makelar Kasus (Markus). Fenomena ini tidak hanya ada di Kepolisian, Kejaksaan, ataupun Advokat, tetapi juga di KPK dan LPSK. Bahkan pada kasus lainnya, mafia hukum juga menjangkiti profesi notaris dan Pengadilan.<br />
</div><div style="text-align: justify;">4. Institutional Reform<br />
</div><div style="text-align: justify;">Tim 8 juga menemukan adanya permasalahan institusional dan personal di dalam tubuh kepolisian, kejaksaan, KPK, termasuk Lembaga Perlindungan Saksi dan Korban (LPSK) sehingga menimbulkan disharmoni dan tidak efektifnya institusi-institusi tersebut dalam menjalankan tugas dan wewenangnya.<br />
</div><div style="text-align: center;"><b>REKOMENDASI</b><br />
</div><div style="text-align: justify;">Berdasarkan kesimpulan yang diperoleh, Tim 8 merekomendasikan kepada Presiden untuk :<br />
</div><div style="text-align: justify;">1. Setelah mempelajari fakta-fakta, lemahnya bukti-bukti materil maupun formil dari penyidik, dan demi kredibilitas sistem hukum, dan tegaknya penegakan hukum yang jujur dan obyektif, serta memenuhi rasa keadilan yang berkembang di masyarakat, maka proses hukum terhadap Chandra M. Hamzah dan Bibit S. Rianto sebaiknya dihentikan. Dalam hal ini Tim 8 merekomendasikan agar:<br />
</div><div style="text-align: justify;">a. Kepolisian menerbitkan Surat Perintah Penghentian Penyidikan (SP3) dalam hal perkara ini masih di tangan kepolisian;<br />
</div><div style="text-align: justify;">b. Kejaksaan menerbitkan Surat Keputusan Penghentian Penuntutan (SKPP) dalam hal perkara ini sudah dilimpahkan ke kejaksaan; atau<br />
</div><div style="text-align: justify;">c. Jika kejaksaan berpendapat bahwa demi kepentingan umum, perkara perlu dihentikan, maka berdasarkan asas opportunitas, Jaksa Agung dapat mendeponir perkara ini.<br />
</div><div style="text-align: justify;">2. Setelah menelaah problematika institusional dan personel lembaga-lembaga penegak hukum dimana ditemukan berbagai kelemahan mendasar maka Tim 8 merekomendasikan agar Presiden melakukan:<br />
</div><div style="text-align: justify;">a. Untuk memenuhi rasa keadilan, menjatuhkan sanksi kepada pejabat-pejabat yang bertanggung jawab dalam proses hukum yang dipaksakan dan sekaligus melakukan reformasi institusional pada tubuh lembaga kepolisian dan kejaksaan;<br />
</div><div style="text-align: justify;">b. Melanjutkan reformasi institusional dan reposisi personel pada tubuh Kepolisian, Kejaksaan, Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) dan Lembaga Perlindungan saksi dan Korban (LPSK) tentu dengan tetap menghormati independensi lembaga-lembaga tersebut, utamanya KPK.<br />
</div><div style="text-align: justify;">Untuk mereformasi lembaga-lembaga penegak hukum tersebut diatas maka Presiden dapat menginstruksikan dilakukannya ‘governance audit’ oleh suatu lembaga independen, yang bersifat diagnostic untuk mengidentifikasi persoalan dan kelemahan mendasar di tubuh lembaga-lembaga penegak hukum tersebut.<br />
</div><div style="text-align: justify;">3. Setelah mendalami betapa penegakan hukum telah dirusak oleh merajalelanya makelar kasus (markus) yang beroperasi di semua lembaga penegak hukum maka sebagai ‘shock therapy’ Presiden perlu memprioritaskan operasi pemberantasan makelar kasus (markus) di dalam semua lembaga penegak hukum termasuk di lembaga peradilan dan profesi advokat; dimulai dengan pemeriksaan secara tuntas dugaan praktik mafia hukum yang melibatkan Anggodo Widjojo dan Ari Muladi oleh parat terkait.<br />
</div><div style="text-align: justify;">4. Kasus-kasus lainnya yang terkait seperti kasus korupsi Masaro; proses hukum terhadap Susno Duadji dan Lucas terkait dana Budi Sampoerna di Bank Century; serta kasus pengadaaan SKRT Departemen Kehutanan; hendaknya dituntaskan.<br />
</div><div style="text-align: justify;">Setelah mempelajari semua kritik dan input yang diberikan tentang lemahnya strategi dan implementasi penegakan hukum serta lemahnya koordinasi di antara lembaga–lembaga penegak hukum maka Presiden disarankan membentuk Komisi Negara yang akan membuat program menyeluruh dengan arah dan tahapan-tahapan yang jelas untuk pembenahan lembaga-lembaga hukum, termasuk organisasi profesi Advokat, serta sekaligus berkoordinasi dengan lembaga-lembaga hukum lainnya untuk menegakkan prinsip-prinsip negara hukum, due proccess of law, hak-hak asasi manusia dan keadilan.<br />
</div><div style="text-align: justify;"><br />
</div><div style="text-align: justify;"><br />
</div><div style="text-align: justify;"><br />
</div><div style="text-align: justify;"><br />
</div>M. Hufron, SH., MHhttp://www.blogger.com/profile/14594415203293982776noreply@blogger.com0tag:blogger.com,1999:blog-4665024921865675361.post-82716055262052379222009-12-22T09:46:00.000+07:002009-12-22T09:48:31.551+07:00Centurygate dan Impeachment Presiden / Wapres<meta content="text/html; charset=utf-8" http-equiv="Content-Type"></meta><meta content="Word.Document" name="ProgId"></meta><meta content="Microsoft Word 12" name="Generator"></meta><meta content="Microsoft Word 12" name="Originator"></meta><link href="file:///C:%5CDOCUME%7E1%5CHans%5CLOCALS%7E1%5CTemp%5Cmsohtmlclip1%5C01%5Cclip_filelist.xml" rel="File-List"></link><link href="file:///C:%5CDOCUME%7E1%5CHans%5CLOCALS%7E1%5CTemp%5Cmsohtmlclip1%5C01%5Cclip_themedata.thmx" rel="themeData"></link><link href="file:///C:%5CDOCUME%7E1%5CHans%5CLOCALS%7E1%5CTemp%5Cmsohtmlclip1%5C01%5Cclip_colorschememapping.xml" rel="colorSchemeMapping"></link><style>
<!--
/* Font Definitions */
@font-face
{font-family:Gautami;
panose-1:2 0 5 0 0 0 0 0 0 0;
mso-font-charset:0;
mso-generic-font-family:auto;
mso-font-pitch:variable;
mso-font-signature:2097155 0 0 0 1 0;}
@font-face
{font-family:"Cambria Math";
panose-1:2 4 5 3 5 4 6 3 2 4;
mso-font-charset:0;
mso-generic-font-family:roman;
mso-font-pitch:variable;
mso-font-signature:-1610611985 1107304683 0 0 159 0;}
@font-face
{font-family:Calibri;
panose-1:2 15 5 2 2 2 4 3 2 4;
mso-font-charset:0;
mso-generic-font-family:swiss;
mso-font-pitch:variable;
mso-font-signature:-1610611985 1073750139 0 0 159 0;}
@font-face
{font-family:"Aldine401 BT";
panose-1:2 2 6 2 6 3 6 2 10 3;
mso-font-charset:0;
mso-generic-font-family:roman;
mso-font-pitch:variable;
mso-font-signature:135 0 0 0 27 0;}
/* Style Definitions */
p.MsoNormal, li.MsoNormal, div.MsoNormal
{mso-style-unhide:no;
mso-style-qformat:yes;
mso-style-parent:"";
margin-top:0cm;
margin-right:0cm;
margin-bottom:10.0pt;
margin-left:0cm;
line-height:115%;
mso-pagination:widow-orphan;
font-size:11.0pt;
font-family:"Calibri","sans-serif";
mso-fareast-font-family:Calibri;
mso-bidi-font-family:"Times New Roman";}
p.MsoFooter, li.MsoFooter, div.MsoFooter
{mso-style-priority:99;
mso-style-link:"Footer Char";
margin:0cm;
margin-bottom:.0001pt;
mso-pagination:widow-orphan;
tab-stops:center 234.0pt right 468.0pt;
font-size:11.0pt;
font-family:"Calibri","sans-serif";
mso-fareast-font-family:Calibri;
mso-bidi-font-family:"Times New Roman";}
a:link, span.MsoHyperlink
{mso-style-priority:99;
color:blue;
text-decoration:underline;
text-underline:single;}
a:visited, span.MsoHyperlinkFollowed
{mso-style-noshow:yes;
mso-style-priority:99;
color:purple;
mso-themecolor:followedhyperlink;
text-decoration:underline;
text-underline:single;}
p
{mso-style-unhide:no;
mso-margin-top-alt:auto;
margin-right:0cm;
mso-margin-bottom-alt:auto;
margin-left:0cm;
mso-pagination:widow-orphan;
font-size:12.0pt;
font-family:"Times New Roman","serif";
mso-fareast-font-family:"Times New Roman";}
p.MsoListParagraph, li.MsoListParagraph, div.MsoListParagraph
{mso-style-priority:34;
mso-style-unhide:no;
mso-style-qformat:yes;
margin-top:0cm;
margin-right:0cm;
margin-bottom:10.0pt;
margin-left:36.0pt;
mso-add-space:auto;
line-height:115%;
mso-pagination:widow-orphan;
font-size:11.0pt;
font-family:"Calibri","sans-serif";
mso-fareast-font-family:Calibri;
mso-bidi-font-family:"Times New Roman";}
p.MsoListParagraphCxSpFirst, li.MsoListParagraphCxSpFirst, div.MsoListParagraphCxSpFirst
{mso-style-priority:34;
mso-style-unhide:no;
mso-style-qformat:yes;
mso-style-type:export-only;
margin-top:0cm;
margin-right:0cm;
margin-bottom:0cm;
margin-left:36.0pt;
margin-bottom:.0001pt;
mso-add-space:auto;
line-height:115%;
mso-pagination:widow-orphan;
font-size:11.0pt;
font-family:"Calibri","sans-serif";
mso-fareast-font-family:Calibri;
mso-bidi-font-family:"Times New Roman";}
p.MsoListParagraphCxSpMiddle, li.MsoListParagraphCxSpMiddle, div.MsoListParagraphCxSpMiddle
{mso-style-priority:34;
mso-style-unhide:no;
mso-style-qformat:yes;
mso-style-type:export-only;
margin-top:0cm;
margin-right:0cm;
margin-bottom:0cm;
margin-left:36.0pt;
margin-bottom:.0001pt;
mso-add-space:auto;
line-height:115%;
mso-pagination:widow-orphan;
font-size:11.0pt;
font-family:"Calibri","sans-serif";
mso-fareast-font-family:Calibri;
mso-bidi-font-family:"Times New Roman";}
p.MsoListParagraphCxSpLast, li.MsoListParagraphCxSpLast, div.MsoListParagraphCxSpLast
{mso-style-priority:34;
mso-style-unhide:no;
mso-style-qformat:yes;
mso-style-type:export-only;
margin-top:0cm;
margin-right:0cm;
margin-bottom:10.0pt;
margin-left:36.0pt;
mso-add-space:auto;
line-height:115%;
mso-pagination:widow-orphan;
font-size:11.0pt;
font-family:"Calibri","sans-serif";
mso-fareast-font-family:Calibri;
mso-bidi-font-family:"Times New Roman";}
span.FooterChar
{mso-style-name:"Footer Char";
mso-style-priority:99;
mso-style-unhide:no;
mso-style-locked:yes;
mso-style-link:Footer;
mso-ansi-font-size:11.0pt;
mso-bidi-font-size:11.0pt;}
.MsoChpDefault
{mso-style-type:export-only;
mso-default-props:yes;
font-size:10.0pt;
mso-ansi-font-size:10.0pt;
mso-bidi-font-size:10.0pt;
mso-ascii-font-family:Calibri;
mso-fareast-font-family:Calibri;
mso-hansi-font-family:Calibri;}
@page Section1
{size:612.0pt 792.0pt;
margin:72.0pt 72.0pt 72.0pt 72.0pt;
mso-header-margin:35.4pt;
mso-footer-margin:35.4pt;
mso-paper-source:0;}
div.Section1
{page:Section1;}
-->
</style> <br />
<div class="separator" style="clear: both; text-align: center;"><a href="http://2.bp.blogspot.com/_QE8dkITAMZU/SzAxRyK4-tI/AAAAAAAAAF0/jQzFuEtxpNk/s1600-h/DSCN1093.JPG" imageanchor="1" style="clear: right; float: right; margin-bottom: 1em; margin-left: 1em;"><img border="0" src="http://2.bp.blogspot.com/_QE8dkITAMZU/SzAxRyK4-tI/AAAAAAAAAF0/jQzFuEtxpNk/s200/DSCN1093.JPG" /></a><br />
</div><div class="MsoNormal" style="line-height: 150%; margin-bottom: 0.0001pt; text-align: justify; text-indent: 36pt;"><span style="font-family: "Aldine401 BT","serif";">Seorang sahabat yang menjadi anggota DPR RI bertanya – kebetulan tahu saya sedang menyelesaikan disertasi tentang <i>impeachment </i>Presiden dan atau Wapres di Indonesia – apakah kasus Bank Century (BC) / Centurygate bisa bermuara pada <i>impeachment </i>presiden dan atau wapres ? Bagaimana relevansi dan urgensi dari hak angket century terhadap <i>impeachment </i>presiden SBY dan /atau wapres Boediono?<o:p></o:p></span><br />
</div><div class="MsoNormal" style="line-height: 150%; margin-bottom: 0.0001pt; text-align: justify; text-indent: 36pt;"><span style="font-family: "Aldine401 BT","serif";">Secara akademis saya jawab bisa, sepanjang memenuhi alasan maupun prosedur <i>impeachment </i>yang<i> </i>dipersyaratkan konstitusi. Sedangkan relevansi serta urgensi hak angket century hanya sebagai pintu masuk (<i>entry-point</i>) dari proses panjang <i>impeachment</i> presiden dan atau wapres.<o:p></o:p></span><br />
</div><div class="MsoNormal" style="line-height: 150%; margin-bottom: 0.0001pt; text-align: justify; text-indent: 36pt;"><span style="font-family: "Aldine401 BT","serif";">Sinyalemen demikian, tampaknya juga dicemaskan oleh Presiden SBY dalam pidatonya yang dikutip Kompas, 7 Desember 2009 : “Presiden menilai saat ini telah terjadi fitnah dan pembunuhan karakter yang bertujuan untuk menggoyang bahkan menjatuhkan pemerintahan serta menjatuhkan nama baik Partai Demokrat – yakni tudingan tentang aliran dana talangan Bank Century ke sejumlah kader Partai Demokrat ”.<o:p></o:p></span><br />
</div><div class="MsoNormal" style="line-height: 150%; margin-bottom: 0.0001pt; text-align: justify; text-indent: 36pt;"><span style="font-family: "Aldine401 BT","serif";">Menurut saya makna frase “menggoyang dan menjatuhkan pemerintahan”, sejatinya sinomim dengan makna <i>impeachment</i> kepala pemerintahan (presiden dan atau wakil presiden). </span><span lang="SV" style="font-family: "Aldine401 BT","serif";">Yang berarti, pemanggilan atau pendakwaan untuk meminta pertanggungjawaban atas persangkaan pelanggaran hukum yang dilakukan oleh Presiden dan atau Wakil Presiden dalam masa jabatan.</span><span style="font-family: "Aldine401 BT","serif";"><o:p></o:p></span><br />
</div><div class="MsoNormal" style="line-height: 150%; margin-bottom: 0.0001pt; text-align: justify; text-indent: 36pt;"><span style="font-family: "Aldine401 BT","serif";"> <span lang="SV">Dalam Black’s Law Dictionary, <i>impeachment</i> didefinisikan sebagai “<i>A criminal proceeding against a public officer, before a quasi political court, instituted by a written accusation called ‘articles of impeachment’ ”</i> (suatu proses pendakwaan pejabat publik di hadapan pengadilan semi politik /senat dilakukan dengan diajukan tuduhan tertulis yang disebut surat <i>dakwaan dari impeachment</i>.) Proses <i>impeachment</i> dimulai dengan adanya <i>articles of impeachment </i> yang berfungsi sama dengan surat dakwaan dalam sistem peradilan pidana. Dengan demikian, <i>articles of impeachment</i> dapat dipahami sebagai surat resmi yang berisi tuduhan yang menunjukkan dimulainya suatu proses <i>impeachment.<o:p></o:p></i></span></span><br />
</div><div class="MsoNormal" style="line-height: 150%; margin-bottom: 0.0001pt; text-align: justify; text-indent: 36pt;"><span lang="SV" style="font-family: "Aldine401 BT","serif";">Nah, Jika tuntutan atau <i>articles of impeachment</i> terbukti, maka hukumannya adalah pemberhentian dari jabatan <i>(removal from office</i>) atau pemakzulan. Pemakzulan presiden dan atau wapres sama artinya dengan pemberhentian presiden dan atau wapres dalam masa jabatan.<o:p></o:p></span><br />
</div><div class="MsoNormal" style="line-height: 150%; margin-bottom: 0.0001pt; text-align: justify; text-indent: 36pt;"><span lang="SV" style="font-family: "Aldine401 BT","serif";">Dalam konteks centurygate, kenapa <i>impeachment</i> ditujukan kepada Presiden SBY dan atau Wapres Boediono? Menurut saya ditujukan kepada wapres Boediono , karena pengambilan kebijakan dana talangan (<i>bailout)</i> BC diputus oleh Boediono yang pada saat itu menjabat sebagai Gubernur BI. Mengapa pula <i>impeachment </i>disasarkan kepada Presiden SBY ? Karena, bisa saja kebijakan yang diambil oleh Gubernur BI dan Menteri Keuangan berkenaan dana talangan (<i>bailout)</i> BC saat itu seijin atau mendapat persetujuan Presiden. Terlebih ditengarai pada saat rapat KSSK , dihadiri oleh Marsilam Simanjutak, ketua UKP3R, yang notabene merupakan <i>liaison </i>antara Presiden SBY dengan KSSK.<o:p></o:p></span><br />
</div><div class="MsoNormal" style="line-height: 150%; margin-bottom: 0.0001pt; text-align: justify; text-indent: 36pt;"><span lang="SV" style="font-family: "Aldine401 BT","serif";"> Jika tengara tersebut benar, sudah tentu hasil rapat KSSK telah dilaporkan kepada Presiden SBY oleh Marsilam Simanjutak sebagai penerima mandat. Sebaliknya, jika tengara tersebut tidak benar, maka proses <i>impeachment</i> hanya bisa <i>addressat to</i> wapres Boediono. <o:p></o:p></span><br />
</div><div class="MsoNormal" style="line-height: 150%; margin-bottom: 0.0001pt; text-align: justify; text-indent: 36pt;"><br />
</div><div class="MsoNormal" style="line-height: 150%; margin-bottom: 0.0001pt;"><b><span lang="SV" style="font-family: "Aldine401 BT","serif";">Alasan dan Prosedur Impeachment<o:p></o:p></span></b><br />
</div><div class="MsoNormal" style="line-height: 150%; margin-bottom: 0.0001pt; text-align: justify; text-indent: 36pt;"><span lang="SV" style="font-family: "Aldine401 BT","serif";">Pasal 7B UUD 1945 ( perubahan ketiga) menyebutkan alasan <i>impeachment </i>presiden dan atau <i> </i>wapres dapat dikelompokkan menjadi dua yaitu alasan pelanggaran hukum dan pelanggaran administrasi. Pelanggaran hukum meliputi lima alasan yaitu makar, korupsi, pennyuapan, tindak pidana berat lainnya dan melakukan perbuatan tercela. Pelanggaran administrasi yaitu presiden dan /atau wakil presiden tidak lagi memenuhi syarat sebagai presiden dan atau wakil presiden.<o:p></o:p></span><br />
</div><div class="MsoNormal" style="line-height: 150%; margin-bottom: 0.0001pt; text-align: justify; text-indent: 36pt;"><span lang="SV" style="font-family: "Aldine401 BT","serif";">Menurut saya – dari enam alasan dalam konstitusi – satu alasan yang relevan dengan kasus BC adalah pengambilan kebijakan dana talangan (<i>bailout) </i>BC terjadi - karena ada indikasi penyalahgunaan wewenang, kesempatan atau sarana, atau kedudukan karena jabatan, sehingga merugikan keuangan negara atau perekonomian nasional. <o:p></o:p></span><br />
</div><div class="MsoNormal" style="line-height: 150%; margin-bottom: 0.0001pt; text-align: justify; text-indent: 36pt;"><span lang="SV" style="font-family: "Aldine401 BT","serif";">Jika, pansus angket dengan kerja-keras dan kerja cerdasnya, bisa mengungkap dan membuktikan bahwa pengambilan kebijakan <i>bailout</i> BC terjadi lantaran adanya penyalahgunaan wewenang oleh pejabat yang berwenang , maka secara normatif, laporan pansus hak angket century, dapat dinaikkan atau dimajukan menjadi Hak Menyatakan Pendapat DPR.<o:p></o:p></span><br />
</div><div class="MsoNormal" style="line-height: 150%; margin-bottom: 0.0001pt; text-align: justify; text-indent: 36pt;"><span lang="SV" style="font-family: "Aldine401 BT","serif";">Sebaliknya, jika pansus hak angket tidak mampu dan berhasil menelisik adanya penyalahgunaan wewenang oleh SBY sebagai Presiden dan Boediono sebagai Gubernur BI pada saat itu pengambilan kebijakan <i>bailout </i> BC tersebut , maka laporan pansus angket century paling banter terumus sebagai berikut : ”<i>Kebijakan berkaitan dengan bailout BC tidak bertentangan dengan peraturan Perundang-undangan, usul hak angket dinyatakan selesai, dan materi angket tidak dapat diajukan kembali.” <o:p></o:p></i></span><br />
</div><div class="MsoNormal" style="line-height: 150%; margin-bottom: 0.0001pt; text-align: justify; text-indent: 36pt;"><span lang="SV" style="font-family: "Aldine401 BT","serif";">Pada hakekatnya, kegagalan pansus angket century untuk mengungkap adanya penyalahgunaan wewenang dalam penerbitan kebijakan <i>bailout </i>BC, selain karena aspek substansi masalah tidak dapat dibuktikan , tetapi dapat juga karena aspek prosedural yakni quorum pengambilan keputusan rapat paripurna DPR mengenai laporan panitia angket. <o:p></o:p></span><br />
</div><div class="MsoNormal" style="line-height: 150%; margin-bottom: 0.0001pt; text-align: justify; text-indent: 36pt;"><span lang="SV" style="font-family: "Aldine401 BT","serif";">Patut diketahui, keputusan rapat paripurna laporan panitia angket harus dihadiri lebih dari ½ jumlah anggota DPR dan putusan diambil dengan persetujuan lebih dari ½ jumlah anggota DPR yang hadir (pasal 182 ayat 3 UU No. 27/2009). Mengingat jumlah anggota DPR RI saat ini adalah 560 orang, maka rapat paripurna harus dihadiri sekurang-kurangnya 281 orang anggota , dan putusan diambil dengan persetujuan 141 orang anggota DPR yang hadir. <o:p></o:p></span><br />
</div><div class="MsoNormal" style="line-height: 150%; margin-bottom: 0.0001pt; text-align: justify; text-indent: 36pt;"><span lang="SV" style="font-family: "Aldine401 BT","serif";">Apabila diperhatikan konfigurasi perolehan suara partai di DPR untuk pemilu tahun 2009 , bisa saja pengambilan keputusan tersebut, tidak bisa mencapai quorum, manakala keputusan paripurna tersebut hanya didukung oleh partai ”oposisi” (PDIP, Gerindra, Hanura) yang hanya didukung 137 suara, sedangkan partai koalisi Domokrat (Golkar, PKS, PAN, PPP, dan PKB) berjumlah 423 suara.<o:p></o:p></span><br />
</div><div class="MsoNormal" style="line-height: 150%; margin-bottom: 0.0001pt; text-align: justify; text-indent: 36pt;"><span lang="SV" style="font-family: "Aldine401 BT","serif";">Sebagaimana diketahui, untuk dapat dilakukan <i>impeachment </i>presiden dan atau wapres<i>,</i> hak angket harus dilanjutkan atau dimajukan menjadi Hak Menyatakan Pendapat. Karena <i>impeachment</i> presiden dan atau wapres dimulai dari adanya Hak Menyatakan Pendapat DPR bahwa presiden dan atau </span><span style="font-family: "Aldine401 BT","serif";">wapres melakukan pelanggaran hukum baik berupa makar, korupsi, penyuapan , tindak pidana berat lainnya maupun perbuatan tercela, serta presiden dan atau wapres tidak lagi memenuhi syarat sebagai presiden dan atau wapres. <o:p></o:p></span><br />
</div><div class="MsoNormal" style="line-height: 150%; margin-bottom: 0.0001pt; text-align: justify; text-indent: 36pt;"><span style="font-family: "Aldine401 BT","serif";">Selanjutnya, DPR menyampaikan keputusan tentang Hak Menyatakan Pendapat tersebut kepada Mahkamah Konstitusi (MK). MK lebih lanjut akan memeriksa, mengadili dan memutus dugaan pelanggaran hukum tersebut paling lama 90 sejak diajukan permintaan.<o:p></o:p></span><br />
</div><div class="MsoNormal" style="line-height: 150%; margin-bottom: 0.0001pt; text-align: justify; text-indent: 36pt;"><span style="font-family: "Aldine401 BT","serif";">Dalam hal, MK memutus pendapat DPR atas dugaan pelanggaran yang dilakukan presiden dan atau wapres tersebut terbukti, maka DPR menyelenggarakan rapat paripurna untuk meneruskan usul pemberhentian presiden dan /atau wapres kepada MPR. Sebaliknya, dalam hal MK memutuskan bahwa pendapat DPR atas dugaan pelanggaran tersebut tidak terbukti, usul pemberhentian presiden dan /atau wapres tidak dilanjutkan. <o:p></o:p></span><br />
</div><div class="MsoNormal" style="line-height: 150%; margin-bottom: 0.0001pt; text-align: justify;"><span style="font-family: "Aldine401 BT","serif";"> Kendatipun demikian, perlu dicatat bahwa rapat paripurna DPR dapat menerima atau menolak laporan kerja pansus Hak Menyatakan Pendapat dengan syarat rapat dihadiri sekurang-kurangnya 2/3 dari jumlah anggota DPR dan keputusan diambil dengan persetujuan sekurang-kurangnya 2/3 dari jumlah anggota DPR yang hadir (pasal 187 ayat 3 dan 4 </span><span lang="SV" style="font-family: "Aldine401 BT","serif";">UU No. 27/2009). <o:p></o:p></span><br />
</div><div class="MsoNormal" style="line-height: 150%; margin-bottom: 0.0001pt; text-align: justify; text-indent: 36pt;"><span lang="SV" style="font-family: "Aldine401 BT","serif";">Mengingat jumlah anggota DPR kita adalah 560 orang, maka rapat paripurna Hak Menyatakan Pendapat harus dihadiri sekurang-kurangnya 373 orang dan keputusan diambil dengan persetujuan sekurang-kurangnya 249 orang. Sehingga, rapat paripurna tersebut dapat dipastikan akan menolak laporan kerja pansus Hak Menyatakan Pendapat , karena jumlah suara partai koalisi lebih mendominasi yaitu berjumlah 423 suara. Oleh karena itu, harapan untuk membawa ”centurygate” ke proses <i>impeachment</i> </span><span style="font-family: "Aldine401 BT","serif";">presiden dan atau </span><span lang="SV" style="font-family: "Aldine401 BT","serif";">wapres Boediono, akan menjadi sia-sia belaka, jika suara mayoritas partai koalisi tetap solid dan tidak terfragmentasi .<o:p></o:p></span><br />
</div><div class="MsoNormal" style="line-height: 150%; margin-bottom: 0.0001pt; text-align: justify; text-indent: 36pt;"><br />
</div><div class="MsoNormal" style="line-height: 150%; margin-bottom: 0.0001pt; text-align: justify;"><b><span lang="SV" style="font-family: "Aldine401 BT","serif";">Pemakzulan Presiden/Wapres<o:p></o:p></span></b><br />
</div><div class="MsoNormal" style="line-height: 150%; margin-bottom: 0.0001pt; text-align: justify; text-indent: 36pt;"><span style="font-family: "Aldine401 BT","serif";">Sebagaimana disebutkan di atas, dalam hal MK memutus Pendapat DPR atas dugaan pelanggaran oleh presiden dan atau wapres tersebut terbukti, maka DPR menyelenggarakan rapat paripurna untuk meneruskan usul pemberhentian presiden dan atau wapres kepada MPR. <o:p></o:p></span><br />
</div><div class="MsoNormal" style="line-height: 150%; margin-bottom: 0.0001pt; text-align: justify; text-indent: 36pt;"><span style="font-family: "Aldine401 BT","serif";">MPR</span><span lang="SV" style="font-family: "Aldine401 BT","serif";"> akan mengadakan sidang paripurna untuk menentukan apakah presiden dan /atau wapres akan diberhentikan atau tetap dalam jabatan, dengan syarat rapat harus dihadiri sekurang-kurangnya ¾ dari seluruh anggota MPR; dan keputusan disetujui sekurang-kurangnya </span><span lang="SV" style="font-family: Gautami;">⅔</span><span lang="SV" style="font-family: "Aldine401 BT","serif";"> dari anggota MPR yang hadir. <i>Dus</i>, berarti sidang paripurna MPR memenuhi quorum apabila dihadiri ¾ dari seluruh jumlah MPR (692 orang ) yaitu 510 orang dan keputusan disetujui sekurang-kurangnya 2/3 dari jumlah anggota MPR yang hadir (519 orang) yakni 346 orang. <o:p></o:p></span><br />
</div><div class="MsoNormal" style="line-height: 150%; margin-bottom: 0.0001pt; text-align: justify; text-indent: 36pt;"><span lang="SV" style="font-family: "Aldine401 BT","serif";">Jumlah 346 anggota MPR tersebut juga masih lebih sedikit (kalah) dari jumlah total suara partai koalisi 423 orang. Maka harapan untuk dapat memberhentikan presiden dan /atau wapres Boediono, dengan memperhatikan peta politik di atas, menurut hemat saya relatif sulit, berliku dan melelahkan.Terkecuali suara koalisi pecah dan pecahan suara koalisi tersebut, jika digabung dengan partai ”oposisi” bisa menjadi minimal 424 orang, maka keputusan MPR bisa menentukan lain.<o:p></o:p></span><br />
</div><div class="MsoNormal" style="line-height: 150%; margin-bottom: 0.0001pt; text-align: justify; text-indent: 36pt;"><span lang="SV" style="font-family: "Aldine401 BT","serif";">Apabila diperhatikan prosedur <i>impeachment</i> presiden dan atau wapres di atas, jika dibandingkan dengan pemberhentian Presiden Soekarno dan Abdurrahman Wahid, dapat dikatakan lebih baik, karena melibatkan pihak ketiga, yaitu MK untuk memeriksa, mengadili dan memutus apakah dugaan pelanggaran hukum dan administrasi oleh Presiden dan /atau wapres terbukti atau tidak secara yuridis.<o:p></o:p></span><br />
</div><div class="MsoNormal" style="line-height: 150%; margin-bottom: 0.0001pt; text-align: justify; text-indent: 36pt;"><span lang="SV" style="font-family: "Aldine401 BT","serif";">Sayangnya, putusan MK tersebut tidak memiliki kekuatan mengikat secara hukum(<i>non-legal binding</i>) . Artinya, meskipun putusan MK menyatakan dugaan atas pelanggaran hukum/administrasi terbukti, namun soal apakah selanjutnya </span><span style="font-family: "Aldine401 BT","serif";">presiden dan atau </span><span lang="SV" style="font-family: "Aldine401 BT","serif";">wapres diberhentikan atau tetap dalam jabatan, sangat tergantung kepada putusan politik (</span><i><span lang="ES" style="font-family: "Aldine401 BT","serif";">politieke beslissing)</span></i><span lang="ES" style="font-family: "Aldine401 BT","serif";"> </span><span lang="SV" style="font-family: "Aldine401 BT","serif";">di MPR. <o:p></o:p></span><br />
</div><div class="MsoNormal" style="line-height: 150%; margin-bottom: 0.0001pt; text-align: justify; text-indent: 36pt;"><span lang="SV" style="font-family: "Aldine401 BT","serif";">Idealnya, memang posisi MK tidak berada di tengah, tetapi berada posisi di akhir proses <i>impeachment, </i>sehingga kedudukan dan fungsi MK menguji apakah keputusan politik untuk memakzulkan<i> </i>presiden dan atau wapres sudah tepat atau tidak secara yuridis, seperti dipraktekkan oleh MK Korea Selatan.<o:p></o:p></span><br />
</div><div align="right" class="MsoNormal" style="line-height: normal; margin-bottom: 0.0001pt; text-align: right;"><br />
</div><div align="right" class="MsoNormal" style="line-height: normal; margin-bottom: 0.0001pt; text-align: right;"><span lang="SV" style="font-family: "Aldine401 BT","serif";">Dosen , Praktisi Hukum & Kandidat Doktor Ilmu Hukum Univ. Brawijaya Malang<o:p></o:p></span><br />
</div><div align="right" class="MsoNormal" style="line-height: normal; margin-bottom: 0.0001pt; text-align: right;"><span lang="SV" style="font-family: "Aldine401 BT","serif";">email : </span><a href="mailto:hufronsby@yahoo.com"><span lang="SV" style="font-family: "Aldine401 BT","serif";">hufronsby@yahoo.com</span></a><span lang="SV" style="font-family: "Aldine401 BT","serif";">., <o:p></o:p></span><br />
</div><div align="right" class="MsoNormal" style="line-height: normal; margin-bottom: 0.0001pt; text-align: right;"><span lang="SV" style="font-family: "Aldine401 BT","serif";">HP : 081-2352-9300.<o:p></o:p></span><br />
</div><div align="center" style="line-height: 150%; margin: 0cm 0cm 0.0001pt; text-align: center; text-indent: 26.95pt;"><br />
</div><div align="right" class="MsoNormal" style="line-height: 150%; margin-bottom: 0.0001pt; text-align: right; text-indent: 36pt;"><br />
</div><div class="MsoNormal" style="line-height: 150%; margin-bottom: 0.0001pt; text-align: justify; text-indent: 36pt;"><br />
</div><div class="MsoNormal" style="line-height: 150%; margin-bottom: 0.0001pt; text-align: justify; text-indent: 36pt;"><br />
</div><div class="MsoNormal" style="text-align: justify; text-indent: 36pt;"><br />
</div><div class="MsoListParagraphCxSpFirst" style="line-height: normal; margin: 0cm 0cm 0.0001pt 2cm; text-align: justify;"><br />
</div><div class="MsoListParagraphCxSpMiddle" style="margin-left: 54pt; text-align: justify; text-indent: 18pt;"><br />
</div><div class="MsoListParagraphCxSpMiddle" style="margin-left: 54pt; text-align: justify; text-indent: 18pt;"><br />
</div><div class="MsoListParagraphCxSpLast" style="margin-left: 54pt; text-align: justify; text-indent: 18pt;"><br />
</div><br />
M. Hufron, SH., MHhttp://www.blogger.com/profile/14594415203293982776noreply@blogger.com0tag:blogger.com,1999:blog-4665024921865675361.post-51651243643912066422009-12-17T17:20:00.000+07:002009-12-17T17:20:17.970+07:00<div class="separator" style="clear: both; text-align: center;"><a href="http://4.bp.blogspot.com/_QE8dkITAMZU/SyoFOOHPfSI/AAAAAAAAAFc/6ntIDrcRLsw/s1600-h/hukpolpen.jpg" imageanchor="1" style="clear: right; float: right; margin-bottom: 1em; margin-left: 1em;"><img border="0" src="http://4.bp.blogspot.com/_QE8dkITAMZU/SyoFOOHPfSI/AAAAAAAAAFc/6ntIDrcRLsw/s320/hukpolpen.jpg" /></a><a href="http://4.bp.blogspot.com/_QE8dkITAMZU/SyoFhy_oiAI/AAAAAAAAAFk/z21Co7MAClU/s1600-h/penalaran+hukum+cover.jpg" imageanchor="1" style="clear: left; float: left; margin-bottom: 1em; margin-right: 1em;"><img border="0" src="http://4.bp.blogspot.com/_QE8dkITAMZU/SyoFhy_oiAI/AAAAAAAAAFk/z21Co7MAClU/s320/penalaran+hukum+cover.jpg" /></a><a href="http://4.bp.blogspot.com/_QE8dkITAMZU/SyoFBfxy6xI/AAAAAAAAAFU/pfiYVcQM3G8/s1600-h/penalaran+hukum+back.jpg" imageanchor="1" style="margin-left: 1em; margin-right: 1em;"><img border="0" src="http://4.bp.blogspot.com/_QE8dkITAMZU/SyoFBfxy6xI/AAAAAAAAAFU/pfiYVcQM3G8/s320/penalaran+hukum+back.jpg" /></a><a href="http://1.bp.blogspot.com/_QE8dkITAMZU/SyoF0FTUyGI/AAAAAAAAAFs/Jc2QZOu868Y/s1600-h/cov2.jpg" imageanchor="1" style="margin-left: 1em; margin-right: 1em;"><img border="0" src="http://1.bp.blogspot.com/_QE8dkITAMZU/SyoF0FTUyGI/AAAAAAAAAFs/Jc2QZOu868Y/s320/cov2.jpg" /></a><br />
</div>M. Hufron, SH., MHhttp://www.blogger.com/profile/14594415203293982776noreply@blogger.com0tag:blogger.com,1999:blog-4665024921865675361.post-52825609188546917762009-12-16T15:37:00.000+07:002009-12-16T15:37:59.064+07:00Suap dan Penegakan Hukumnya<meta content="text/html; charset=utf-8" http-equiv="Content-Type"></meta><meta content="Word.Document" name="ProgId"></meta><meta content="Microsoft Word 12" name="Generator"></meta><meta content="Microsoft Word 12" name="Originator"></meta><link href="file:///C:%5CDOCUME%7E1%5CHans%5CLOCALS%7E1%5CTemp%5Cmsohtmlclip1%5C01%5Cclip_filelist.xml" rel="File-List"></link><link href="file:///C:%5CDOCUME%7E1%5CHans%5CLOCALS%7E1%5CTemp%5Cmsohtmlclip1%5C01%5Cclip_themedata.thmx" rel="themeData"></link><link href="file:///C:%5CDOCUME%7E1%5CHans%5CLOCALS%7E1%5CTemp%5Cmsohtmlclip1%5C01%5Cclip_colorschememapping.xml" rel="colorSchemeMapping"></link><style>
<!--
/* Font Definitions */
@font-face
{font-family:"Cambria Math";
panose-1:2 4 5 3 5 4 6 3 2 4;
mso-font-charset:1;
mso-generic-font-family:roman;
mso-font-format:other;
mso-font-pitch:variable;
mso-font-signature:0 0 0 0 0 0;}
@font-face
{font-family:Calibri;
panose-1:2 15 5 2 2 2 4 3 2 4;
mso-font-charset:0;
mso-generic-font-family:swiss;
mso-font-pitch:variable;
mso-font-signature:-1610611985 1073750139 0 0 159 0;}
@font-face
{font-family:"Aldine401 BT";
panose-1:2 2 6 2 6 3 6 2 10 3;
mso-font-charset:0;
mso-generic-font-family:roman;
mso-font-pitch:variable;
mso-font-signature:135 0 0 0 27 0;}
/* Style Definitions */
p.MsoNormal, li.MsoNormal, div.MsoNormal
{mso-style-unhide:no;
mso-style-qformat:yes;
mso-style-parent:"";
margin-top:0cm;
margin-right:0cm;
margin-bottom:10.0pt;
margin-left:0cm;
line-height:115%;
mso-pagination:widow-orphan;
font-size:11.0pt;
font-family:"Calibri","sans-serif";
mso-ascii-font-family:Calibri;
mso-ascii-theme-font:minor-latin;
mso-fareast-font-family:Calibri;
mso-fareast-theme-font:minor-latin;
mso-hansi-font-family:Calibri;
mso-hansi-theme-font:minor-latin;
mso-bidi-font-family:"Times New Roman";
mso-bidi-theme-font:minor-bidi;}
p.MsoFooter, li.MsoFooter, div.MsoFooter
{mso-style-priority:99;
mso-style-link:"Footer Char";
margin:0cm;
margin-bottom:.0001pt;
mso-pagination:widow-orphan;
tab-stops:center 234.0pt right 468.0pt;
font-size:11.0pt;
font-family:"Calibri","sans-serif";
mso-ascii-font-family:Calibri;
mso-ascii-theme-font:minor-latin;
mso-fareast-font-family:Calibri;
mso-fareast-theme-font:minor-latin;
mso-hansi-font-family:Calibri;
mso-hansi-theme-font:minor-latin;
mso-bidi-font-family:"Times New Roman";
mso-bidi-theme-font:minor-bidi;}
a:link, span.MsoHyperlink
{mso-style-priority:99;
color:blue;
text-decoration:underline;
text-underline:single;}
a:visited, span.MsoHyperlinkFollowed
{mso-style-noshow:yes;
mso-style-priority:99;
color:purple;
mso-themecolor:followedhyperlink;
text-decoration:underline;
text-underline:single;}
p.MsoListParagraph, li.MsoListParagraph, div.MsoListParagraph
{mso-style-priority:34;
mso-style-unhide:no;
mso-style-qformat:yes;
margin-top:0cm;
margin-right:0cm;
margin-bottom:10.0pt;
margin-left:36.0pt;
mso-add-space:auto;
line-height:115%;
mso-pagination:widow-orphan;
font-size:11.0pt;
font-family:"Calibri","sans-serif";
mso-ascii-font-family:Calibri;
mso-ascii-theme-font:minor-latin;
mso-fareast-font-family:Calibri;
mso-fareast-theme-font:minor-latin;
mso-hansi-font-family:Calibri;
mso-hansi-theme-font:minor-latin;
mso-bidi-font-family:"Times New Roman";
mso-bidi-theme-font:minor-bidi;}
p.MsoListParagraphCxSpFirst, li.MsoListParagraphCxSpFirst, div.MsoListParagraphCxSpFirst
{mso-style-priority:34;
mso-style-unhide:no;
mso-style-qformat:yes;
mso-style-type:export-only;
margin-top:0cm;
margin-right:0cm;
margin-bottom:0cm;
margin-left:36.0pt;
margin-bottom:.0001pt;
mso-add-space:auto;
line-height:115%;
mso-pagination:widow-orphan;
font-size:11.0pt;
font-family:"Calibri","sans-serif";
mso-ascii-font-family:Calibri;
mso-ascii-theme-font:minor-latin;
mso-fareast-font-family:Calibri;
mso-fareast-theme-font:minor-latin;
mso-hansi-font-family:Calibri;
mso-hansi-theme-font:minor-latin;
mso-bidi-font-family:"Times New Roman";
mso-bidi-theme-font:minor-bidi;}
p.MsoListParagraphCxSpMiddle, li.MsoListParagraphCxSpMiddle, div.MsoListParagraphCxSpMiddle
{mso-style-priority:34;
mso-style-unhide:no;
mso-style-qformat:yes;
mso-style-type:export-only;
margin-top:0cm;
margin-right:0cm;
margin-bottom:0cm;
margin-left:36.0pt;
margin-bottom:.0001pt;
mso-add-space:auto;
line-height:115%;
mso-pagination:widow-orphan;
font-size:11.0pt;
font-family:"Calibri","sans-serif";
mso-ascii-font-family:Calibri;
mso-ascii-theme-font:minor-latin;
mso-fareast-font-family:Calibri;
mso-fareast-theme-font:minor-latin;
mso-hansi-font-family:Calibri;
mso-hansi-theme-font:minor-latin;
mso-bidi-font-family:"Times New Roman";
mso-bidi-theme-font:minor-bidi;}
p.MsoListParagraphCxSpLast, li.MsoListParagraphCxSpLast, div.MsoListParagraphCxSpLast
{mso-style-priority:34;
mso-style-unhide:no;
mso-style-qformat:yes;
mso-style-type:export-only;
margin-top:0cm;
margin-right:0cm;
margin-bottom:10.0pt;
margin-left:36.0pt;
mso-add-space:auto;
line-height:115%;
mso-pagination:widow-orphan;
font-size:11.0pt;
font-family:"Calibri","sans-serif";
mso-ascii-font-family:Calibri;
mso-ascii-theme-font:minor-latin;
mso-fareast-font-family:Calibri;
mso-fareast-theme-font:minor-latin;
mso-hansi-font-family:Calibri;
mso-hansi-theme-font:minor-latin;
mso-bidi-font-family:"Times New Roman";
mso-bidi-theme-font:minor-bidi;}
span.FooterChar
{mso-style-name:"Footer Char";
mso-style-priority:99;
mso-style-unhide:no;
mso-style-locked:yes;
mso-style-link:Footer;}
.MsoChpDefault
{mso-style-type:export-only;
mso-default-props:yes;
mso-ascii-font-family:Calibri;
mso-ascii-theme-font:minor-latin;
mso-fareast-font-family:Calibri;
mso-fareast-theme-font:minor-latin;
mso-hansi-font-family:Calibri;
mso-hansi-theme-font:minor-latin;
mso-bidi-font-family:"Times New Roman";
mso-bidi-theme-font:minor-bidi;}
.MsoPapDefault
{mso-style-type:export-only;
margin-bottom:10.0pt;
line-height:115%;}
@page Section1
{size:612.0pt 792.0pt;
margin:72.0pt 72.0pt 72.0pt 72.0pt;
mso-header-margin:36.0pt;
mso-footer-margin:36.0pt;
mso-paper-source:0;}
div.Section1
{page:Section1;}
/* List Definitions */
@list l0
{mso-list-id:2120025220;
mso-list-type:hybrid;
mso-list-template-ids:-1662074808 1074956166 67698713 67698715 67698703 67698713 67698715 67698703 67698713 67698715;}
@list l0:level1
{mso-level-text:"\(%1\)";
mso-level-tab-stop:none;
mso-level-number-position:left;
margin-left:49.5pt;
text-indent:-18.0pt;}
ol
{margin-bottom:0cm;}
ul
{margin-bottom:0cm;}
-->
</style> <br />
<div class="MsoNormal" style="line-height: normal; text-align: right;"><a href="http://2.bp.blogspot.com/_QE8dkITAMZU/Syht7ZSOfgI/AAAAAAAAAEs/B0TJgtt5G0Y/s1600-h/DSCN0324.JPG" imageanchor="1" style="clear: right; float: right; margin-bottom: 1em; margin-left: 1em;"><img border="0" src="http://2.bp.blogspot.com/_QE8dkITAMZU/Syht7ZSOfgI/AAAAAAAAAEs/B0TJgtt5G0Y/s200/DSCN0324.JPG" /></a><i><span style="color: black; font-family: "Aldine401 BT","serif"; font-size: 14pt;">(Suatu Pendekatan Keteladanan Sang Pemimpin)<o:p></o:p></span></i><br />
</div><div class="MsoNormal" style="line-height: 150%; margin-bottom: 0.0001pt; text-align: right; text-indent: 36pt;"><span style="font-size: small;"><b><i><span style="color: black; font-family: "Aldine401 BT","serif"; line-height: 150%;">Belakangan istilah yang sering disebut atau dikutip oleh media, selain istilah korupsi adalah istilah suap. Terlebih setelah terjadi kasus dugaan kriminalisasi dua pimpinan KPK </span></i></b></span><span style="font-family: "Times New Roman","serif"; font-size: 12pt; line-height: 150%;"><span style="font-size: small;"><b><i>Bibit Samad Rianto (Bibit) dan Chandra Marta Hamzah (Chandra) dan diperdengarkan rekaman Anggodo Widjojo pada sidang MK 3 Nopember 2009 yang lalu. Dari hasil rekaman tersebut, betapa hebatnya Anggodo Widjojo “menskenario” kriminalisas</i>i <i>pimpinan KPK dengan tindak pemerasan. </i></b></span><o:p></o:p></span><br />
</div><div class="MsoNormal" style="line-height: 150%; margin-bottom: 0.0001pt; text-align: justify; text-indent: 36pt;"><span style="font-family: "Times New Roman","serif"; font-size: 12pt; line-height: 150%;">Di samping itu, kita juga mendapatkan gambaran bahwa betapa besar peran markus (makelar kasus) dalam merusak sistem peradilan, yang seharusnya berwibawa, jujur, bersih, adil dan bertanggungjawab. Kasus terungkapnya peran dan lihainya Anggodo Widjojo dalam “menggoreng” sebuah perkara – sebagaimana banyak diungkap berbagai media massa - , menurut saya hanya merupakan fenomena gunung es. Artinya, kasus serupa dalam praktek peradilan sedemikian banyak dan berurat akar seolah menjadi “budaya” yang sulit diberantas.<o:p></o:p></span><br />
</div><div class="MsoNormal" style="line-height: 150%; margin-bottom: 0.0001pt; text-align: justify; text-indent: 36pt;"><span style="color: black; font-family: "Aldine401 BT","serif"; font-size: 12pt; line-height: 150%;">Kendatipun, UU Korupsi yang baru (UU No. 20/2001) telah masukkan tindakan suap dalam rumpun tindak pidana korupsi. Sehingga ancaman hukumannya lebih berat bila dibandingkan ketentuan sanksi pidana Suap yang terdapat dalam KUHP dan UU No. 11/1980. Sebagai misal, pegawai negeri atau penyelenggara negara yang menerima suap, menurut pasal 12 a UU No 20/2001 diancam pidana penjara seumur hidup atau pidana penjara paling singkat 4 tahun dan paling lama 20 tahun dan pidana denda paling sedikit Rp. 200 juta dan paling banyak satu miliar rupiah. <o:p></o:p></span><br />
</div><div class="MsoNormal" style="line-height: 150%; margin-bottom: 0.0001pt; text-align: justify; text-indent: 36pt;"><span style="color: black; font-family: "Aldine401 BT","serif"; font-size: 12pt; line-height: 150%;">Sebaliknya, bagi setiap orang yang memberikan suap kepada pegawai negeri atau penyelenggara negara, diancam pidana penjara paling singkat satu tahun dan paling lama lima tahun atau pidana denda paling sedikit Rp. 50 juta dan paling banyak Rp. 250 juta.<o:p></o:p></span><br />
</div><div class="MsoNormal" style="line-height: 150%; margin-bottom: 0.0001pt; text-align: justify; text-indent: 36pt;"><span style="color: black; font-family: "Aldine401 BT","serif"; font-size: 12pt; line-height: 150%;">Apakah dengan ketentuan pidana, baik denda dan atau penjara yang tinggi atau berat, otomatis tindak pidana suap (korupsi) berkurang di Indonesia? Jawabnya : Tidak ditemukan riset yang khusus untuk menemukan relasi pengaruh tinggi atau beratnya sanksi pidana terhadap berkurangnya tindak pidana suap (korupsi) di Indonesia.Tetapi fakta lain, menunjukkan ketentuan sanksi pidana yang berat sekalipun ,misalnya dalam tindak pidana narkotika, psikotopika, pembunuhan berencana, termasuk tindak pidana korupsi (suap), entoh kejahatan tetap terjadi dan dalam jumlah yang terus meningkat.<o:p></o:p></span><br />
</div><div class="MsoNormal" style="line-height: 150%; margin-bottom: 0.0001pt; text-align: justify; text-indent: 36pt;"><span style="color: black; font-family: "Aldine401 BT","serif"; font-size: 12pt; line-height: 150%;">Bahkan, salah seorang pimpinan KPK, Haryono Umar dalam wawancara dengan radio "Suara Surabaya" mengatakan bahwa dalam penanganan kasus korupsi, tindakan suaplah yang paling sulit pembuktiannya dan paling banyak jumlah kasusnya.<o:p></o:p></span><br />
</div><div class="MsoNormal" style="line-height: 150%; margin-bottom: 0.0001pt; text-align: justify; text-indent: 36pt;"><span style="color: black; font-family: "Aldine401 BT","serif"; font-size: 12pt; line-height: 150%;">Dari sinilah perlunya dipikirkan alternatif lain dalam penegakan hukum suap.Tulisan ini hendak mencoba mengajukan satu tawaran alternatif penegakan hukum suap dengan pendekatan moral agama.<o:p></o:p></span><br />
</div><div class="MsoNormal" style="line-height: 150%; margin-bottom: 0.0001pt; text-align: justify; text-indent: 36pt;"><span style="color: black; font-family: "Aldine401 BT","serif"; font-size: 12pt; line-height: 150%;">Sebagaimana dikonstatasi <b>Harkristuti Harkrisnowo</b> (2003 ; 28) bahwa <i>“kondisi penegakan hukum di Indonesia saat ini ditengarai mendekati titik nadir, telah menjadi sorotan yang luar biasa dari komunitas dalam negeri maupun internasional. Proses penegakan hukum , pada khususnya, acap dipandang bersifat diskriminatif, inkonsisten, dan mengedepankan kepentingan kelompok tertentu…”</i> <o:p></o:p></span><br />
</div><div class="MsoNormal" style="line-height: 150%; margin-bottom: 0.0001pt; text-align: justify; text-indent: 36pt;"><span style="color: black; font-family: "Aldine401 BT","serif"; font-size: 12pt; line-height: 150%;">Setidak-tidaknya terdapat lima alasan mengapa hukum di Indonesia sulit ditegakkan ? <i>Pertama</i>, aparat penegak hukum terkena sangkaan dan dakwaan korupsi atau suap. <i>Kedua,</i> mafia peradilan marak dituduhkan; <i>Ketiga</i>, hukum seolah dapat dimainkan, dipelintirkan , bahkan hanya berpihak kepada mereka yang memiliki status sosial yang tinggi ; <i>Keempat,</i> penegakan hukum lemah dan telah kehilangan kepercayaan masyarakat; <i>Kelima</i>, masyarakat apatis, mencemooh dan melakukan proses peradilan jalanan (<b>Hikmahanto Juwana</b>, Dies Natalis ke-56 Universitas Indonesia, 2006).<o:p></o:p></span><br />
</div><div class="MsoNormal" style="line-height: 150%; margin-bottom: 0.0001pt; text-align: justify; text-indent: 36pt;"><span style="color: black; font-family: "Aldine401 BT","serif"; font-size: 12pt; line-height: 150%;">Hasil riset yang dilakukan<b> Soerjono Soekanto (1978 : 534), </b>ditemukan lima faktor yang menentukan efektifitas penegakan hukum, antara lain sebagai berikut : (1) pemberian teladan kepatuhan hukum oleh aparat penegak hukum ; (2)sikap lugas dan tegas (<i>zakelijk)</i> dari para penegak hukum ; (3)penyesuaian peraturan yang berlaku dengan perkembangan teknologi mutakhir ; (4) penyuluhan mengenai keberadaan peraturan yang berlaku terhadap masyarakat ; dan (5) memberi waktu yang cukup bagi masyarakat untuk memahami peraturan yang baru dibuat.<o:p></o:p></span><br />
</div><div class="MsoNormal" style="line-height: 150%; margin-bottom: 0.0001pt; text-align: justify; text-indent: 36pt;"><span style="color: black; font-family: "Aldine401 BT","serif"; font-size: 12pt; line-height: 150%;">Menurut saya, satu hal penting yang perlu dicatat dan dielaborasi dari hasil penelitian Soerjono Soekanto tersebut adalah pemberian teladan kepatuhan hukum oleh aparat penegak hukum . Dalam bahasa agama disebut ; adanya <i>uswatun hasanah</i> (contoh yang baik) oleh aparat penegak hukum dan aparat birokrat. Dalam bahasa lain dapat dirumuskan dengan kalimat : “ satunya kata dengan tindakan”. <o:p></o:p></span><br />
</div><div class="MsoNormal" style="line-height: 150%; margin-bottom: 0.0001pt; text-align: justify; text-indent: 36pt;"><span style="color: black; font-family: "Aldine401 BT","serif"; font-size: 12pt; line-height: 150%;">Dalam suatu kesempatan Rasulullah Muhammad SAW di hadapan para sahabat mengatakan bahwa beliau akan memotong sendiri, andai putrinya Fatimah melakukan pencurian. Sungguh contoh yang luar biasa.Keberanian sekaligus ketegasan seorang pemimpin terhadap tidak saja kepada rakyatnya, juga kepada putrinya sendiri. <br />
</span><br />
<span style="color: black; font-family: "Aldine401 BT","serif"; font-size: 12pt; line-height: 150%;">Dalam salah satu tulisanny<b>a - Baharuddin Lopa</b> (2000, 82) pernah mengatakan : “<i>Dalam mencegah dan memberantas korupsi (suap), tidak terlalu banyak penyampaian kata-kata, cukup sikap kita yang terpuji yang dilihat oleh sesama dan jajaran kita untuk dijadikan teladan. Satu tingkah laku yang positif yang diperlihatkan oleh atasan kepada bawahan, jauh lebih efektif daripada 2000 kata</i>” <o:p></o:p></span><br />
</div><div class="MsoNormal" style="line-height: 150%; margin-bottom: 0.0001pt; text-align: justify; text-indent: 36pt;"><span style="color: black; font-family: "Aldine401 BT","serif"; font-size: 12pt; line-height: 150%;">Berbicara keteladanan aparat penegak hukum, sejatinya berbicara soal integritas dan moralitas aparat penegak hukum . Berkaitan hal tersebut , terdapat adagium dalam bahasa latin berbunyi : <b><i>quid lege sine moribus</i></b> ? Apa artinya hukum kalau tidak disertai moralitas aparat penegak hukum ? Dalam kaitan antara moralitas, budaya malu, dan keteladanan aparat penegak hukum; <b>Baharuddin Lopa</b> (2001, 82) juga membuat deskripsi yang menarik sebagai berikut : <o:p></o:p></span><br />
</div><div class="MsoNormal" style="line-height: normal; margin-bottom: 0.0001pt; text-align: justify;"><span style="color: black; font-family: "Aldine401 BT","serif"; font-size: 12pt;">“<i>Dalam membicarakan persoalan integritas moral tak dapat dipisahkan budaya malu yang dimiliki oleh seseorang. Mengapa ? Karena tidak mungkin seseorang tidak merasa malu melakukan perbuatan tidak terpuji,kalau ia bermoral sebagaimana diajarkan oleh agama (Islam), karena malu adalah sebagian dari iman (moral). Hanya orang yang bermoral yang malu melakukan perbuatan tidak terpuji tersebut. Mereka tidak melakukan perbuatan tidak terpuji, bukan karena takut ditangkap atau dihukum, tetapi karena malu kepada sesama, terutama malu dan takut kepada Allah. Orang yang berkepribadian seperti inilah yang mampu menjadi teladan. Sedangkan unsur keteladanan ini sangat mutlak dimiliki oleh kalangan atas agar dapat dicontoh dan diikuti oleh seluruh jajaranny</i>a”. <o:p></o:p></span><br />
</div><div class="MsoNormal" style="line-height: normal; margin-bottom: 0.0001pt; text-align: justify; text-indent: 36pt;"><br />
</div><div class="MsoNormal" style="line-height: 150%; margin-bottom: 0.0001pt; text-align: justify; text-indent: 36pt;"><span style="font-family: "Aldine401 BT","serif"; font-size: 12pt; line-height: 150%;">Di seberang yang lain, terdapat contoh baik (<i>best practices</i>) yang perlu disosialisasikan, disebarluarkan, dihayati dan diamalkan oleh setiap insan penegak hukum. Yakni Ikrar Anti-suap yang dikumandangkan oleh Asosiasi advokat Indonesia Jakarta, pada tanggal 1 Februari 2002, yang pada pokoknya menyerukan ikrar sebagai berikut : <o:p></o:p></span><br />
</div><div class="MsoListParagraphCxSpFirst" style="line-height: normal; margin: 0cm 0cm 0.0001pt 22.4pt; text-align: justify; text-indent: -22.4pt;"><i><span style="font-family: "Aldine401 BT","serif"; font-size: 12pt;">(1)<span style="font-family: "Times New Roman"; font-size-adjust: none; font-size: 7pt; font-stretch: normal; font-style: normal; font-variant: normal; font-weight: normal; line-height: normal;"> </span></span></i><i><span style="font-family: "Aldine401 BT","serif"; font-size: 12pt;">Dalam menjalankan tugas profesi, kami selaku advokat, tidak akan melakukan dan/atau memberikan toleransi terhadap perbuatan-perbuatan tidak terpuji yang tergolong ke dalam tindakan suap dalam bentuk apapun;<o:p></o:p></span></i><br />
</div><div class="MsoListParagraphCxSpMiddle" style="line-height: normal; margin: 0cm 0cm 0.0001pt 22.4pt; text-align: justify; text-indent: -22.4pt;"><i><span style="font-family: "Aldine401 BT","serif"; font-size: 12pt;">(2)<span style="font-family: "Times New Roman"; font-size-adjust: none; font-size: 7pt; font-stretch: normal; font-style: normal; font-variant: normal; font-weight: normal; line-height: normal;"> </span></span></i><i><span style="font-family: "Aldine401 BT","serif"; font-size: 12pt;">Kami menyerukan kepada sesama rekan advokat selain AAI, agar tidak melakukan perbuatan-perbuatan tidak terpuji yang tergolong ke dalam tindakan suap dalam bentuk apapun;<o:p></o:p></span></i><br />
</div><div class="MsoListParagraphCxSpMiddle" style="line-height: normal; margin: 0cm 0cm 0.0001pt 22.4pt; text-align: justify; text-indent: -22.4pt;"><i><span style="font-family: "Aldine401 BT","serif"; font-size: 12pt;">(3)<span style="font-family: "Times New Roman"; font-size-adjust: none; font-size: 7pt; font-stretch: normal; font-style: normal; font-variant: normal; font-weight: normal; line-height: normal;"> </span></span></i><i><span style="font-family: "Aldine401 BT","serif"; font-size: 12pt;">Kami menyerukan agar semua pejabat yang bertugas di bidang penegakan hukum, seperti polisi, jaksa, dan hakim untuk juga tidak melakukan dan/atau tidak memberikan toleransi terhadap perbuatan yang tidak terpuji yang tergolong ke dalam tindakan suap dalam bentuk apapun;<o:p></o:p></span></i><br />
</div><div class="MsoListParagraphCxSpMiddle" style="line-height: normal; margin: 0cm 0cm 0.0001pt 22.4pt; text-align: justify; text-indent: -22.4pt;"><i><span style="color: black; font-family: "Aldine401 BT","serif"; font-size: 12pt;">(4)<span style="font-family: "Times New Roman"; font-size-adjust: none; font-size: 7pt; font-stretch: normal; font-style: normal; font-variant: normal; font-weight: normal; line-height: normal;"> </span></span></i><i><span style="color: black; font-family: "Aldine401 BT","serif"; font-size: 12pt;">Kami menyerukan agar pihak DPR, Pemerintah dan lembaga-lembaga Negara yang lain untuk memberikan komitmen antisuap dan mempraktekkannya dalam menjalankan tugas maupun dalam melaksanakan kehidupan sehaari-hari. <o:p></o:p></span></i><br />
</div><div class="MsoListParagraphCxSpMiddle" style="line-height: normal; margin: 0cm 0cm 0.0001pt 22.4pt; text-align: justify; text-indent: -22.4pt;"><i><span style="color: black; font-family: "Aldine401 BT","serif"; font-size: 12pt;">(5)<span style="font-family: "Times New Roman"; font-size-adjust: none; font-size: 7pt; font-stretch: normal; font-style: normal; font-variant: normal; font-weight: normal; line-height: normal;"> </span></span></i><i><span style="color: black; font-family: "Aldine401 BT","serif"; font-size: 12pt;">Kami menyerukan agar Presiden, Wakil Presiden dan para menteri agar mempunyai political will dan political action yang jelas untuk memberantas semua bentuk tindakn suap-menyuap;<o:p></o:p></span></i><br />
</div><div class="MsoListParagraphCxSpMiddle" style="line-height: normal; margin: 0cm 0cm 0.0001pt 22.4pt; text-align: justify; text-indent: -22.4pt;"><i><span style="color: black; font-family: "Aldine401 BT","serif"; font-size: 12pt;">(6)<span style="font-family: "Times New Roman"; font-size-adjust: none; font-size: 7pt; font-stretch: normal; font-style: normal; font-variant: normal; font-weight: normal; line-height: normal;"> </span></span></i><i><span style="color: black; font-family: "Aldine401 BT","serif"; font-size: 12pt;">Kami mendesak agar pihak yang berwenang di bidang hukum untuk menjatuhkan sanksi seberat-beratnya sesuai hukum yang berlaku kepada siapapun yang terbukti terlibat di dalam praktek suap;<o:p></o:p></span></i><br />
</div><div class="MsoListParagraphCxSpMiddle" style="line-height: normal; margin: 0cm 0cm 0.0001pt 22.4pt; text-align: justify; text-indent: -22.4pt;"><i><span style="color: black; font-family: "Aldine401 BT","serif"; font-size: 12pt;">(7)<span style="font-family: "Times New Roman"; font-size-adjust: none; font-size: 7pt; font-stretch: normal; font-style: normal; font-variant: normal; font-weight: normal; line-height: normal;"> </span></span></i><i><span style="color: black; font-family: "Aldine401 BT","serif"; font-size: 12pt;">Kami mengajak semua komponen bangsa dan semua lapisan masyarakat untuk ikut aktif terlibat di dalam melakukan kampanye antisuap di seluruh pelosok Indonesia.<o:p></o:p></span></i><br />
</div><div class="MsoListParagraphCxSpMiddle" style="line-height: 150%; margin: 0cm 0cm 0.0001pt 22.5pt; text-align: justify; text-indent: -22.5pt;"><br />
</div><div class="MsoListParagraphCxSpMiddle" style="line-height: 150%; margin: 0cm 0cm 0.0001pt 4.5pt; text-align: justify; text-indent: 31.5pt;"><span style="color: black; font-family: "Aldine401 BT","serif"; font-size: 12pt; line-height: 150%;">Pada intinya Ikrar Antisuap tersebut menyerukan kepada aparat penegak hukum (polisi, jaksa, hakim, advokat), DPR, pemerintah, menteri, lembaga-lembaga negara yang lain, presiden/wapres, dan semua komponan bangsa , untuk </span><span style="font-family: "Aldine401 BT","serif"; font-size: 12pt; line-height: 150%;">tidak melakukan dan/atau tidak memberikan toleransi terhadap perbuatan yang tidak terpuji yang tergolong ke dalam tindakan suap dalam bentuk apapun.<o:p></o:p></span><br />
</div><div class="MsoListParagraphCxSpMiddle" style="line-height: 150%; margin: 0cm 0cm 0.0001pt 4.5pt; text-align: justify; text-indent: 31.5pt;"><span style="font-family: "Aldine401 BT","serif"; font-size: 12pt; line-height: 150%;">Bila deklarasi anti-suap tersebut tidak sebatas Ikrar, tapi betul-betul diejahwantahkan dalam praktek penegakan hukum dan pelayanan publik di bumi pertiwi ini, dalam jangka panjang , seperti harapan kita bersama , Insya Allah dapat tercipta pemerintahan yang bersih dari suap (korupsi), sehingga tercipta kesejahteraan, kemakmuran dan keadilan soal.<o:p></o:p></span><br />
</div><div class="MsoListParagraphCxSpLast" style="line-height: 150%; margin: 0cm 0cm 0.0001pt 4.5pt; text-align: justify; text-indent: 31.5pt;"><span style="color: black; font-family: "Aldine401 BT","serif"; font-size: 12pt; line-height: 150%;">Sebagai catatan penutup, penulis mengutip pidato terakhir Rasulullah di depan umatnya di padang Arofah pada saat haji wada’ atau pemungkas) , yang merupakan bukti nyata kecintaan Nabi Muhammad terhadap keadilan, sebagai bahan renungan kita bersama:<o:p></o:p></span><br />
</div><div class="MsoNormal" style="line-height: normal; margin-bottom: 0.0001pt; text-align: justify;"><span style="color: black; font-family: "Aldine401 BT","serif"; font-size: 12pt;">“<i>Wahai manusia ! Perhatikan kata-kata ini, barangkali aku tidak akan bersamamu lagi setelah tahun ini dengan kalian, di tempat ini. berlakulah adil dan manusiawi di antara kalian. Harta dan jiwa kalian masing-masing adalah suci tidak dapat diganggu oleh orang lain.Beriman merupakan kewajiban setiap orang dan kalian pasti akan menghadap Tuhan, pada waktu itu kalian diminta pertanggungjawaban atas segala perbuatanmu. Kalian harus membimbing mereka dengan penuh kepercayaan. Wahai manusia! Dengarlah kata-kataku dan ingatlah. Telah kuberikan segalanya. Aku telah tinggalkan hukum yang harus kalian pertahankan dan jalankan dengan sebaik-baiknya, Al Qur’an dan hadits</i></span><i><span style="color: black; font-family: "Aldine401 BT","serif"; font-size: 12pt;"> “.<o:p></o:p></span></i><br />
</div><div align="right" class="MsoNormal" style="line-height: normal; margin-bottom: 0.0001pt; text-align: right;"><br />
</div><div align="right" class="MsoNormal" style="line-height: normal; margin-bottom: 0.0001pt; text-align: right;"><br />
</div><div align="right" class="MsoNormal" style="line-height: normal; margin-bottom: 0.0001pt; text-align: right;"><br />
</div><div align="right" class="MsoNormal" style="line-height: normal; margin-bottom: 0.0001pt; text-align: right;"><b><span lang="SV" style="color: black; font-family: "Aldine401 BT","serif"; font-size: 12pt;"><o:p><br />
</o:p></span></b><br />
</div><div align="right" class="MsoNormal" style="line-height: normal; margin-bottom: 0.0001pt; text-align: right;"><br />
</div><div align="right" class="MsoNormal" style="line-height: normal; margin-bottom: 0.0001pt; text-align: right;"><b><span lang="SV" style="color: black; font-family: "Aldine401 BT","serif"; font-size: 12pt;">Hufron, SH.MH., <o:p></o:p></span></b><br />
</div><div align="right" class="MsoNormal" style="line-height: normal; margin-bottom: 0.0001pt; text-align: right;"><span lang="SV" style="font-family: "Aldine401 BT","serif"; font-size: 12pt;">Dosen , Praktisi Hukum & Kandidat Doktor Ilmu Hukum Univ. Brawijaya Malang<o:p></o:p></span><br />
</div><div align="right" class="MsoNormal" style="line-height: normal; margin-bottom: 0.0001pt; text-align: right;"><span lang="SV" style="font-family: "Aldine401 BT","serif"; font-size: 12pt;">email : </span><a href="mailto:hufronsby@yahoo.com"><span lang="SV" style="font-family: "Aldine401 BT","serif"; font-size: 12pt;">hufronsby@yahoo.com</span></a><span lang="SV" style="font-family: "Aldine401 BT","serif"; font-size: 12pt;">., <o:p></o:p></span><br />
</div><div align="right" class="MsoNormal" style="line-height: 150%; margin-bottom: 0.0001pt; text-align: right;"><span lang="SV" style="font-family: "Aldine401 BT","serif"; font-size: 12pt; line-height: 150%;">HP : 081-</span><span lang="SV" style="font-family: "Aldine401 BT","serif";">2352-9300.<o:p></o:p></span><br />
</div><div align="right" class="MsoNormal" style="line-height: 150%; margin-bottom: 0.0001pt; text-align: right;"><br />
</div><div align="right" class="MsoNormal" style="line-height: 150%; margin-bottom: 0.0001pt; text-align: right;"><br />
</div><div class="MsoNormal" style="line-height: 150%; margin-bottom: 0.0001pt; text-align: justify;"><br />
</div><div class="MsoNormal" style="line-height: 150%; margin-bottom: 0.0001pt; text-align: justify;"><br />
</div>M. Hufron, SH., MHhttp://www.blogger.com/profile/14594415203293982776noreply@blogger.com0tag:blogger.com,1999:blog-4665024921865675361.post-13698488516066130022009-12-11T14:05:00.000+07:002009-12-11T14:07:03.116+07:00HUKUM, POLITIK, DAN KEPENTINGAN<div style="text-align: justify;"><a href="http://1.bp.blogspot.com/_QE8dkITAMZU/SyHuVGPNTCI/AAAAAAAAADM/wWZ7gwDXpj0/s1600-h/DSCN0620.JPG" imageanchor="1" style="clear: left; float: left; margin-bottom: 1em; margin-right: 1em;"><img border="0" height="165" src="http://1.bp.blogspot.com/_QE8dkITAMZU/SyHuVGPNTCI/AAAAAAAAADM/wWZ7gwDXpj0/s320/DSCN0620.JPG" width="219" /></a><i>Di saat kelompok kepentingan adalah mayoritas tunggal dan berpandangan bahwa hukum itu alat rekayasa sosial, kelompok tersebut akan selalu menjadikan kebijakan publik terwujud dalam peraturan untuk pengendalian sosial. Tetapi jika kelompok kepentingan itu terdiri dari beberapa kelompok yang saling tergantung dan membutuhkan, maka kebijakan publik yang terwujud dalam peraturan atau hukum adalah hasil kesepakatan dari proses kompromi dan tawar menawar.</i><br />
</div><div style="text-align: justify;"><br />
</div><div style="text-align: justify;">Pada saat Orde Baru berkuasa, pemerintah memandang hukum sebagai alat rekayasa sosial (law as a tools social engineering). Oleh karena itu dalam cara pandang pemerintah Orde Baru , hukum digunakan untuk mengatur dan mengendalikan masyarakat (social control) . Paradigma tersebut menjadikan setiap kebijakan publik yang dikeluarkan oleh Pemerintah cukup dikendalikan oleh aktor tunggal yaitu eksekutif dengan didukung penuh oleh aktor piguran, yakni : ABRI, Birokrasi,dan Golkar (ABG).<br />
</div><div style="text-align: justify;"><br />
</div><div style="text-align: justify;">Sementara DPR sebagai lembaga perwakilan rakyat – saat itu - hanya berfungsi sebagai rubber stamp (stempel karet) apa yang menjadi kehendak dari eksekutif. Paradigma pengambilan kebijakan publik seperti di atas, dalam kenyataannya tidak mampu melahirkan kesejahteraan dan keadilan sosial bagi masyarakat Indonesia - adil dalam kemakmuran, dan makmur dalam keadilan - sebagaimana diamanatkan Pembukaan UUD 1945. Setelah Pemerintah rezim Orde Baru tumbang, tepatnya tanggal 18 Mei 1998, muncul Orde Reformasi dan dilanjutkan dengan pemilihan umum 1999. Hasil pemilihan umum 1999 telah melahirkan kekuataan-kekuatan politik yang berimbang, karena tidak ada partai politik yang menang secara mayoritas (mutlak) . Sehingga setiap pengambilan keputusan politik oleh pemerintah, membutuhkan koalisi di antara kekuatan-kekuatan politik yang ada di Senayan dan hasilnya sangat bergantung dari proses kompromi kelompok kepentingan politik yang ada.<br />
</div><div style="text-align: justify;"><br />
</div><div style="text-align: justify;">Pembentukan koalisi ini mengakibatkan adanya tawar-menawar antara berbagai kepentingan kelompok yang sedang “bertarung” di Gedung MPR/DPR untul mencapai kesepakatan, sehingga paradigma hukum bergeser dan menjadi alat legalitas atau legitimasi dari kelompok-kelompok kepentingan untuk mencapai tujuan yang diinginkan. Dengan Prinsip bahwa tujuan menghalalkan segala cara (the means justifies the ends).<br />
</div><div style="text-align: justify;"><br />
</div><div style="text-align: justify;">Jika masa Orde Baru eksekutif dengan leluasa menjalankan kebijakannya dengan “sesuka hati”, saat sekarang tidak bisa lagi hal itu dilakukan. Sebagai contoh saat pemerintah melepas sahamnya di Bukopin, Bank Niaga, BCA; DPR terlibat sangat aktif untuk menentukan boleh tidaknya dijual, bahkan soal harga dan detil-detil lainnya. Begitu pula jika Presiden akan mengangkat/mengganti Panglima TNI, Kapolri, Kepala Staf yang lain, Jaksa Agung atau bahkan Dubes, Presiden tidak lagi bisa main tunjuk dan comot begitu saja. Para koboi di Senayan bisa menghentak tali laso dan menggeber kudanya hingga meringkik keras-keras jika itu dilakukan presiden. Menyusun kabinetpun Presiden tak bisa leluasa menggunakan hak prerogatifnya, tetapi harus menampung kompromi-kompromi politik, hingga merek kabinetnya bisa beragam; ada Kabinet Pelangi, Kabinet Gotong Royong, mungkin nanti juga ada Kabinet Gado-Gado, Rujak Cingur, Soto Madura, Soto Lamongan atau Coto Makasar.<br />
</div><div style="text-align: justify;"><br />
</div><div style="text-align: justify;">Dalam konteks otonomi daerah, kebijakan publik adalah merupakan hasil kompromi berbagai aktor. Aktor utama adalah DPRD dan Kepala Daerah. Di samping itu terdapat aktor lain yang juga ikut menentukan kebijakan publik di daerah, antara lain ; pemodal (investor), partai politik , pers , dan tokoh ormas.Aktor-aktor tersebut sangat dominan mempengaruhi, bahkan mengintervensi kebijakan publik di daerah, terlebih pada kebijakan sektor anggaran publik.<br />
</div><div style="text-align: justify;"><br />
</div><div style="text-align: justify;">Pada saat pembahasan Rancangan APBD , sebagian besar fraksi di DPRD bersuara kencang dan keras (bahkan nyaris putus urat lehernya) terhadap postur dan struktur R-APBD yang diajukan oleh Kepala Daerah. Kerasnya suara tersebut tidak dimaksudkan agar penyusunan APBD lebih aspiratif , sesuai dengan riel di lapangan dan pro-rakyat, tetapi hanya sebagai alat bergaining position untuk mendapatkan konsesi proyek. Sehingga pembahasan R-APBD bagi DPRD dan Kepala Daerah, lebih merupakan instrumen “bagi-bagi proyek” atau “jatah kapling proyek”.<br />
</div><div style="text-align: justify;">Bagi partai politik penyusunan kebijakan publik, khususnya APBD, adalah momen penting untuk “main mata” baik dengan kepala daerah maupun dengan Anggota Dewan yang merupakan perpanjangan tangan dari parpol, yang berujung pada prinsip “bagi-bagi proyek” , dalam rangka mengisi pundi-pundi partai politik agar tetap eksis dan berkembang kegiatan partai politiknya.<br />
</div><div style="text-align: justify;"><br />
</div><div style="text-align: justify;">Bagi pemodal (investor) , boleh jadi juga didukung oleh pers atau tokoh masyarakat, “intervensi” dalam penyusunan kebijakan anggaran daerah, kepentingannya sungguh jelas. Yaitu “mengarahkana” agar kebijakan anggaran daerah sesuai dengan agenda bisnis atau proyek yang sedang/ akan dikerjakan oleh pemilik modal. Cara demikian ditempuh oleh pemilik modal, karena dalam realitas empiris , para pemilik modal merasa telah mengeluarkan biaya money politic yang sangat besar guna penyuksesan calon pasangan Kepala Daerah terpilih.<br />
</div><div style="text-align: justify;"><br />
</div><div style="text-align: justify;">Laporan Keterangan Pertangggungjawaban Kepala Daerah (LKPJ) di hadapan DPRD menjadi ajang “pemerasan” terhadap kepala daerah. Terlebih pada saat berlakunya Undang Undang No. 22 tahun 1999, yang memungkinkan pemberhentian kepala daerah akibat ditolaknya LKPJ untuk kedua kalinya. Dalam konteks UU No 32 tahun 2004, LKPJ lebih sebagai progress report dan tidak berkonsekuensi pada pemberhentian kepala daerah. Maka sikap kritis yang dilakukan anggota dewan terhadap kinerja kepala daerah menjadi alat bergaining untuk menekan kepala daerah agar memenuhi ongkos politik yang memadai atau dipergunakan untuk memperbesar “uang terima kasih”.<br />
</div><div style="text-align: justify;"><br />
</div><div style="text-align: justify;">Paradigma pembangunan hukum pada era reformasi, baik di tingkat nasional maupun di daerah, dengan menjadikan hukum sebagai alat legalitas bagi kompromi kelompok-kelompok kepentingan seperti tersebut di atas , hal in telah menjauhkan dari tujuan dibentuknya pemerintahan negara , termasuk pemerintahan daerah, yaitu memberikan kesejahteraan umum (bonum commone) bagi rakyatnya . Dengan demikian paradigma pembangunan hukum di era reformasi perlu digeser menjadi paradigma yang berpihak kepada rakyat, bangsa dan negara, dengan berlandaskan nilai-nilai moral dan agama yang dianut bangsa Indonesia.<br />
</div><div style="text-align: justify;"><br />
</div><div style="text-align: justify;">Thomas Aquinas mengatakan bahwa “hukum adalah perintah yang masuk akal, ditujukan untuk kesejateraan umum, dibuat oleh mereka yang mengemban tugas suatu masyarakat dan dipromulgasikan (quedam rationis ordinatio ad bonum commune, ab eo qui curam communitatis habet promulgata)”.Menurut Thomas tujuan hukum adalah kesejahteraan umum (bonum commune). Rakyat suatu negara haruslah menikmati kesejahteraan umum. Kesejahteraan umum meliputi antara lain : keadilan, perdamaian, ketentraman hidup, dan jaminan keamanan bagi warganya. Pemerintah (daerah) yang tidak menjamin rakyatnya menikmati kesejahteraan umum berarti mengkhianati mandat yang diembannya. Bukankah sejatinya tugas pemerintah (pusat/daerah) adalah mensejahterakan rakyatnya? <br />
</div><div style="text-align: justify;"><br />
</div><div style="text-align: justify;"><br />
</div><div style="text-align: justify;"><br />
</div>M. Hufron, SH., MHhttp://www.blogger.com/profile/14594415203293982776noreply@blogger.com0tag:blogger.com,1999:blog-4665024921865675361.post-91692770499073891392009-12-10T16:16:00.012+07:002009-12-16T14:22:45.074+07:00Download Undang-undangAnda memerlukan undang-undang politik dan undang-undang serta perda lainnya ????<br />
Silakan download pd link ini<br />
UU No <a href="http://www.ziddu.com/download/7677958/UU-No.10-2008PemiluDPRDPDDPRD.pdf.html">10 tahun 2008 </a>tentang Pemilu, DPR, DPD DAN DPRD (versi pdf)<br />
UU No 10 tahun 2008 tentang Pemilu, DPR, DPD DAN DPRD (versi DOC)<br />
UU No <a href="http://www.ziddu.com/download/7677955/No-42-Tahun-2008ttngPemilihanPresidenwakilPresiden.pdf.html">42 tahun 2008 </a>tentang Pemilihan Presiden dan wakil presiden (versi pdf)<br />
UU No <a href="http://www.ziddu.com/download/7677957/UU_No.2_Tahun_2008tentangparpol.pdf.html">2 tahun 2008</a> tentang Parpol (versi pdf)<br />
UU No <a href="http://www.ziddu.com/download/7677954/uu_no_22_th_2007ttgPenylg_Pemilu.pdf.html">22 tahun 2007 </a>tentang Penyelenggara pemilu (versi pdf)<br />
UU No <a href="http://www.ziddu.com/download/7676764/un2008ttngperbh.keduauuno32th2004ttngPemrth.Daerah.pdf.html">32 tahun 2004 </a>tentang Pemerintahan Daerah (versi pdf)<br />
UU No <a href="http://www.ziddu.com/download/7676765/g-nomor-27-tahun-2009-tentang-mpr-dpr-dpd-dan-dprd.pdf.html">27 tahun 2009</a> tentang MPR, DPR, DPD DAN DPRD (versi pdf)<br />
UU No. <a href="http://www.ziddu.com/download/7747639/UUDesainIndustriNo.31Tahun2000.pdf.html">31 tahun 2000</a> tentang Desain Industri (versi pdf)<br />
UU No. <a href="http://www.ziddu.com/download/7761137/UUno44tahun2009tentangRumahSakit.pdf.html">44 tahun 2009</a> tentang Rumah Sakit (versi pdf)M. Hufron, SH., MHhttp://www.blogger.com/profile/14594415203293982776noreply@blogger.com1tag:blogger.com,1999:blog-4665024921865675361.post-15142137811115384262009-12-10T12:25:00.017+07:002009-12-11T13:37:08.848+07:00Politik Hukum Pemberantasan Korupsi<div class="separator" style="clear: both; text-align: center;"><a href="http://4.bp.blogspot.com/_QE8dkITAMZU/SyCFhZfsH3I/AAAAAAAAAC8/LnhV_BeEXZQ/s1600-h/Copy+of+DSCN1173.JPG" imageanchor="1" style="clear: left; float: left; margin-bottom: 1em; margin-right: 1em;"><img border="0" height="148" src="http://4.bp.blogspot.com/_QE8dkITAMZU/SyCFhZfsH3I/AAAAAAAAAC8/LnhV_BeEXZQ/s320/Copy+of+DSCN1173.JPG" width="198" /></a><br />
</div><div style="text-align: justify;"><meta content="text/html; charset=utf-8" http-equiv="Content-Type"></meta><meta content="Word.Document" name="ProgId"></meta><meta content="Microsoft Word 12" name="Generator"></meta><meta content="Microsoft Word 12" name="Originator"></meta><link href="file:///C:%5CDOCUME%7E1%5CHans%5CLOCALS%7E1%5CTemp%5Cmsohtmlclip1%5C01%5Cclip_filelist.xml" rel="File-List"></link><link href="file:///C:%5CDOCUME%7E1%5CHans%5CLOCALS%7E1%5CTemp%5Cmsohtmlclip1%5C01%5Cclip_themedata.thmx" rel="themeData"></link><style>
<!--
/* Font Definitions */
@font-face
{font-family:"Cambria Math";
panose-1:2 4 5 3 5 4 6 3 2 4;
mso-font-charset:0;
mso-generic-font-family:roman;
mso-font-pitch:variable;
mso-font-signature:-1610611985 1107304683 0 0 159 0;}
@font-face
{font-family:Calibri;
panose-1:2 15 5 2 2 2 4 3 2 4;
mso-font-charset:0;
mso-generic-font-family:swiss;
mso-font-pitch:variable;
mso-font-signature:-1610611985 1073750139 0 0 159 0;}
/* Style Definitions */
p.MsoNormal, li.MsoNormal, div.MsoNormal
{mso-style-unhide:no;
mso-style-qformat:yes;
mso-style-parent:"";
margin:0cm;
margin-bottom:.0001pt;
mso-pagination:widow-orphan;
font-size:12.0pt;
mso-bidi-font-size:10.0pt;
font-family:"Times New Roman","serif";
mso-fareast-font-family:"Times New Roman";}
p.MsoFooter, li.MsoFooter, div.MsoFooter
{mso-style-priority:99;
mso-style-link:"Footer Char";
margin:0cm;
margin-bottom:.0001pt;
mso-pagination:widow-orphan;
tab-stops:center 234.0pt right 468.0pt;
font-size:12.0pt;
mso-bidi-font-size:10.0pt;
font-family:"Times New Roman","serif";
mso-fareast-font-family:"Times New Roman";}
p.MsoBodyText, li.MsoBodyText, div.MsoBodyText
{mso-style-unhide:no;
mso-style-link:"Body Text Char";
margin:0cm;
margin-bottom:.0001pt;
text-align:justify;
mso-pagination:widow-orphan;
font-size:12.0pt;
font-family:"Times New Roman","serif";
mso-fareast-font-family:"Times New Roman";}
a:link, span.MsoHyperlink
{mso-style-priority:99;
color:blue;
text-decoration:underline;
text-underline:single;}
a:visited, span.MsoHyperlinkFollowed
{mso-style-noshow:yes;
mso-style-priority:99;
color:purple;
mso-themecolor:followedhyperlink;
text-decoration:underline;
text-underline:single;}
p
{mso-style-unhide:no;
mso-margin-top-alt:auto;
margin-right:0cm;
mso-margin-bottom-alt:auto;
margin-left:0cm;
mso-pagination:widow-orphan;
font-size:12.0pt;
font-family:"Times New Roman","serif";
mso-fareast-font-family:"Times New Roman";}
span.BodyTextChar
{mso-style-name:"Body Text Char";
mso-style-unhide:no;
mso-style-locked:yes;
mso-style-link:"Body Text";
mso-ansi-font-size:12.0pt;
mso-bidi-font-size:12.0pt;
font-family:"Times New Roman","serif";
mso-ascii-font-family:"Times New Roman";
mso-fareast-font-family:"Times New Roman";
mso-hansi-font-family:"Times New Roman";}
span.FooterChar
{mso-style-name:"Footer Char";
mso-style-priority:99;
mso-style-unhide:no;
mso-style-locked:yes;
mso-style-link:Footer;
mso-ansi-font-size:12.0pt;
font-family:"Times New Roman","serif";
mso-ascii-font-family:"Times New Roman";
mso-fareast-font-family:"Times New Roman";
mso-hansi-font-family:"Times New Roman";}
.MsoChpDefault
{mso-style-type:export-only;
mso-default-props:yes;
font-size:10.0pt;
mso-ansi-font-size:10.0pt;
mso-bidi-font-size:10.0pt;
mso-ascii-font-family:Calibri;
mso-fareast-font-family:Calibri;
mso-hansi-font-family:Calibri;}
@page Section1
{size:612.0pt 792.0pt;
margin:72.0pt 72.0pt 72.0pt 72.0pt;
mso-header-margin:35.4pt;
mso-footer-margin:35.4pt;
mso-paper-source:0;}
div.Section1
{page:Section1;}
/* List Definitions */
@list l0
{mso-list-id:1294746509;
mso-list-type:hybrid;
mso-list-template-ids:-681948920 -1809290272 67698713 67698715 67698703 67698713 67698715 67698703 67698713 67698715;}
@list l0:level1
{mso-level-text:"\(%1\)";
mso-level-tab-stop:36.0pt;
mso-level-number-position:left;
text-indent:-18.0pt;}
ol
{margin-bottom:0cm;}
ul
{margin-bottom:0cm;}
-
</style><span lang="SV"><i>Untuk menjawab pertanyaan : kapan hukum determinan atas politik atau sebaliknya, politik determinan atas hukum ? <b>Moh. Mahfud MD.</b>, mengajukan jawaban yang bersifat hipotetis sebagai berikut : “konfigurasi politik yang demokratis senantiasa melahirkan produk hukum yang berkarakter responsif, sedangkan konfigurasi politik yang otoriter melahirkan produk hukum yang berkarakter konservatif.”</i><o:p></o:p></span>
</div><div class="MsoNormal" style="line-height: 150%; text-align: justify; text-indent: 36pt;"><span lang="SV">Berbicara hubungan hukum dan politik atau sebaliknya politik dengan hukum, tidak bisa dilepaskan dengan disipilin <b><i>Politik hukum</i></b>. Politik hukum adalah : “ suatu dasar kebijaksanaan yang menjadi landasan bagi pelaksanaan dan penerapan hukum yang bersangkutan “ (<b>A. Ridwan Halim</b>), begitu juga <b>Padmo Wahyono </b>menjelaskan politik hukum adalah kebijakan dasar yang menentukan arah, bentuk dan isi dari hukum yang akan dibentuk, diterapkan dan ditegakkan. <b><o:p></o:p></b></span>
</div><div class="MsoNormal" style="line-height: 150%; text-align: justify; text-indent: 36pt;"><span lang="SV" style="line-height: 150%;">Lalu, bagaimana politik hukum atau latarbelakang filosofis, yuridis, historis dan sosiologis lahirnya Undang Undang </span><span lang="SV" style="line-height: 150%;">Nomor 20 Tahun 2001 Tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 31 Tahun1999 Tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi?<o:p></o:p></span>
</div><div class="MsoNormal" style="line-height: 150%; text-align: justify; text-indent: 36pt;"><span lang="SV" style="line-height: 150%;">M</span><span lang="SV">engingat korupsi di Indonesia terjadi secara sistematik dan meluas sehingga tidak hanya merugikan keuangan negara, tetapi juga telah melanggar hak-hak sosial dan ekonomi masyarakat secara luas, maka pemberantasan korupsi perlu dilakukan dengan cara luar biasa. Antara lain penerapan sistem pembuktian terbalik yakni pembuktian yang dibebankan kepada terdakwa.</span><span lang="SV" style="line-height: 150%;"><o:p></o:p></span>
</div><div style="line-height: 150%; margin: 0cm 0cm 0.0001pt; text-align: justify; text-indent: 36pt;"><span lang="SV">Di samping itu, Undang Undang yang baru juga memperluas ketentuan mengenai sumber perolehan alat bukti yang sah yang berupa petunjuk. Dirumuskan mengenai "petunjuk" selain diperoleh dari keterangan saksi, surat, dan keterangan terdakwa, juga diperoleh dari alat bukti lain yang berupa informasi yang diucapkan, dikirim, diterima, atau disimpan secara elektronik dengan alat optik atau yang serupa dengan itu tetapi tidak terbatas pada data penghubung elektronik (<i>electronic data interchange</i>), surat elektronik (e-mail), telegram, teleks, dan faksimili. Petunjuk juga dapat diperoleh dari dokumen, yakni setiap rekaman data atau informasi yang dapat dilihat, dibaca dan atau didengar yang dapat dikeluarkan dengan atau tanpa bantuan suatu sarana, baik yang tertuang di atas kertas, benda fisik apapun selain kertas, maupun yang terekam secara elektronik, yang berupa tulisan, suara, gambar, peta, rancangan, foto, huruf, tanda, angka, atau perforasi yang memiliki makna.<o:p></o:p></span>
</div><div style="line-height: 150%; margin: 0cm 0cm 0.0001pt; text-align: justify;"><span lang="SV"> Pula, diatur mengenai hak negara untuk mengajukan gugatan perdata terhadap harta benda terpidana yang disembunyikan atau tersembunyi dan baru diketahui setelah putusan pengadilan memperoleh kekuatan hukum tetap. Harta benda yang disembunyikan atau tersembunyi tersebut diduga atau patut diduga berasal dari tindak pidana korupsi. Gugatan perdata dilakukan terhadap terpidana dan atau ahli warisnya. Untuk melakukan gugatan tersebut, negara dapat menunjuk kuasanya untuk mewakili negara.<o:p></o:p></span>
</div><div style="line-height: 150%; margin: 0cm 0cm 0.0001pt; text-align: justify;"><span lang="SV"> Dalam UU yang baru juga diatur mengenai maksimum pidana penjara dan pidana denda bagi tindak pidana korupsi yang nilainya kurang dari Rp. 5.000.000,00 (lima juta rupiah). Ketentuan ini dimaksudkan untuk menghilangkan rasa kekurangadilan bagi pelaku tindak pidana korupsi, dalam hal nilai yang dikorup relatif kecil.<o:p></o:p></span>
</div><div style="line-height: 150%; margin: 0cm 0cm 0.0001pt; text-align: justify;"><span lang="SV"> Dapat ditarik kesimpulan , sebenarnya UU Pemberantasan Korupsi yang baru telah mengatur cara-cara luar biasa pemberantasan korupsi (<i>extra-ordinary</i>) di Indonesia meliputi : penerapan sistem pembuktian terbalik, perluasan mengenai sumber perolehan alat bukti yang sah yang berupa petunjuk,<span style="color: black;"> </span>hak negara untuk mengajukan gugatan perdata terhadap harta benda terpidana, <span style="color: black;">pidana denda yang lebih tinggi, dan ancaman pidana mati yang merupakan pemberatan pidana, pidana penjara bagi pelaku tindak pidana korupsi yang tidak dapat membayar pidana tambahan berupa uang pengganti kerugian negara, serta ditetapkannya ancaman pidana minimum khusus.</span><o:p></o:p></span>
</div><div class="MsoNormal" style="line-height: 150%; text-align: justify; text-indent: 36pt;"><span lang="SV">Apabila disandingkan / dibandingkan Undang Undang Pemberantasan Tindak Korupsi Nomor . 3 tahun 1971 dan Undang undang Nomor 31 tahun 1999 dengan undang undang Nomor 20 tahun 2001, maka UU yang baru memiliki setidaknya memiliki 10 (sepuluh) keunggulan, yaitu ;<o:p></o:p></span>
</div><ol style="text-align: justify;"><li><span lang="SV">Dalam Undang Undang No. 20 tahun 2001 tindak pidana korupsi dirumuskan secara formal (delik formal), bukan delik materiil. Sehingga pengembalian kerugian keuangan negara tidak menghapuskan penuntutan terhadap terdakwa ;<o:p></o:p></span> </li>
<li><span lang="SV"></span><span lang="SV">Dalam Undang Undang ini subyek hukum tidak hanya perorangan, tetapi juga termasuk korporasi;<o:p></o:p></span> </li>
<li><span lang="SV">Pengaturan wilayah keberlakuan / yurisdiksi kriminal dapat diberlakukan di luar batas teritorial Indonesia;<o:p></o:p></span> </li>
<li><span lang="SV">Pengaturan tentang sistem pembuktian terbalik atau berimbang atau ”<i>balanced burden of proof”. <o:p></o:p></i></span> </li>
<li><span lang="SV">Pengaturan pidana minimum khusus, di samping ancaman pidana maksimal ;<o:p></o:p></span> </li>
<li><span lang="SV">Ancaman pidana mati sebagai unsur pemberatan ;<o:p></o:p></span> </li>
<li><span lang="SV">Pengaturan tentang penyidikan gabungan dalam perkara tindak pidana korupsi yang sulit pembuktiannya di bawah koordinasi jaksa agung;<o:p></o:p></span> </li>
<li><span lang="SV">Pengaturan tentang penyidikan dalam kaitan dengan rahasia bank yang lebih luas dengan diawali dengan pembekuan rekening tersangka, dilanjutkan penyitaan;<o:p></o:p></span> </li>
<li><span lang="SV">Pengaturan tentang peranserta masyarakat sebagai sarana kontrol sosial dipertegas dan diperluas, sehingga perlindungan hukum terhadap saksi pelapor lebih optimal dan efektif (mirip dengan <i>whistle blower act);</i><o:p></o:p></span> </li>
<li><span lang="SV">Mengamanatkan pembentukan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) yang bersifat independent, yang keanggotaannya terdiri unsur pemerintah dan masyarakat, serta pengangkatannya mendapat persetujuan DPR.<o:p></o:p></span></li>
</ol><div class="MsoNormal" style="margin-left: 26.95pt; text-align: justify; text-indent: -26.95pt;"></div><div class="MsoNormal" style="line-height: 150%; margin-left: 26.95pt; text-align: justify;"></div><div class="MsoNormal" style="line-height: 150%; text-align: justify; text-indent: 26.95pt;"><span lang="SV">Sepuluh karakteristik pengaturan hukum formil maupun meteriil dalam Undang Undang No. 20 tahun 2001, adalah perubahan sangat mendasar dibanding Undang Undang pemberantasan Korupsi sebelumnya, di samping hal tersebut menunjukkan politik hukum yang sungguh-sungguh dari pemerintah reformasi dalam pemberantasan korupsi. Dalam pelaksanaannya Undang Undang ini, yang diperan-aktori oleh KPK telah berhasil mengungkap dan membongkar beberapa kasus korupsi yang besar, seperti korupsi di tubuh KPU, korupsi Dana Abadi Umat (DAU) di departemen Agama, praktek penyuapan di MA, korupsi di perlemen, baik di pusat maupun di daerah, korupsi di departemen kesehatan , dan sebagainya.<o:p></o:p></span>
</div><div class="MsoNormal" style="line-height: 150%; text-align: justify; text-indent: 26.95pt;"><span lang="SV">Dengan demikian , politik hukum yang terkandung dalam Undang undang No. 20 tahun 2001, dapat dipahami sebagai kesungguhan pemerintah dan parlemen dalam upaya pemberantasan tindak pidana korupsi dengan membentuk Undang Undang yang memiliki 10 (sepuluh) keunggulan sebagaimana terurai di atas. Ditambah lagi dengan dibentuknya Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) sebagai badan khusus yang memiliki berbagai kewenangan penyidikan dan penuntutan tindak pidana korupsi, sebagai amanah dari pasal 43 Undang Undang No. 20 tahun 2001.Maka selanjutnya untuk efektifitas dan efisien pemberantasan korupsi di Indonesia, perlu didukung dengan Undang undang yang pengadilan khusus tindak pidana korupsi (pengadilan tipikor) yang bersifat independen, profesional, jujur dan adil. <o:p></o:p></span>
</div><div style="line-height: 150%; margin: 0cm 0cm 0.0001pt; text-align: justify; text-indent: 26.95pt;"><span lang="SV">Jika alur pikirnya konsisten dan konsekuen, bahwa tindak pidana korupsi adalah <i>extra ordinary crime</i> (kejahatan luar biasa), maka pemberantasannya juga memerlukan cara-cara yang luar bisa (hukum materiil dan formil yang <i>luar biasa) </i>, termasuk penyidik dan penuntut umum yang memiliki kewenangan luar biasa (seperti KPK) , serta <i>pengadilan khusus</i> yang profesional memeriksa dan memutus tindak pidana korupsi (pengadilan tipikor) . Sehingga politik hukum yang terkandung dalam Undang undang No. 20 Tahun 2001, memiliki ”roh” untuk memberikan dorongan, semangat, relevansi dan urgensi serta efektifitas dalam penegakan hukum tindak pidana korupsi. Jika tidak, Undang undang No. 20 Tahun 2001, akan menjadi <i>macan ompong</i> atau kertas mati (<i>black letter dead</i>) saja . Semoga hal ini menjadi renungan kita bersama pada Hari Peringatan dan Perayaan Anti Korupsi Dunia Tanggal 9 Desember 2009.</span>
<span lang="SV"> </span>
<span lang="SV"><o:p></o:p></span>
</div><div style="line-height: 150%; margin: 0cm 0cm 0.0001pt; text-align: justify; text-indent: 26.95pt;"></div><div class="MsoNormal" style="text-align: right;"><span lang="SV" style="color: black;">Hufron, SH.MH., <o:p></o:p></span>
</div><div class="MsoNormal" style="text-align: right;"><span lang="SV">Dosen , Praktisi Hukum & Kandidat Doktor Ilmu Hukum Univ. Brawijaya Malang<o:p></o:p></span>
</div><div class="MsoNormal" style="text-align: right;"><span lang="SV">email : </span><a href="mailto:hufronsby@yahoo.com"><span lang="SV">hufronsby@yahoo.com</span></a><span lang="SV">., <o:p></o:p></span>
</div><div class="MsoNormal" style="text-align: justify;"><div style="text-align: right;"><span lang="SV">HP : 081-2352-9300.<o:p></o:p></span>
</div></div><div style="line-height: 150%; margin: 0cm 0cm 0.0001pt; text-align: justify; text-indent: 26.95pt;"></div><div align="center" style="line-height: 150%; margin: 0cm 0cm 0.0001pt; text-align: center; text-indent: 36pt;"></div><div align="center" style="line-height: 150%; margin: 0cm 0cm 0.0001pt; text-align: center; text-indent: 36pt;"></div><div align="center" style="line-height: 150%; text-align: center; text-indent: 36pt;"></div><div align="center" style="line-height: 150%; text-align: center; text-indent: 36pt;"></div><div align="center" style="line-height: 150%; text-align: center; text-indent: 36pt;"></div><div align="center" style="line-height: 150%; text-align: center; text-indent: 36pt;"></div><div align="center" style="line-height: 150%; text-align: center; text-indent: 36pt;"></div><div align="center" style="line-height: 150%; text-align: center; text-indent: 36pt;"></div><div align="center" style="line-height: 150%; text-align: center; text-indent: 36pt;"></div><div class="MsoNormal"></div>M. Hufron, SH., MHhttp://www.blogger.com/profile/14594415203293982776noreply@blogger.com0tag:blogger.com,1999:blog-4665024921865675361.post-35483703848182375742009-12-08T14:35:00.002+07:002009-12-11T14:38:05.055+07:00Menakar Praperadilan Kasus Bibit-Chandra<meta content="text/html; charset=utf-8" equiv="Content-Type"></meta><meta content="Word.Document" name="ProgId"></meta><meta content="Microsoft Word 12" name="Generator"></meta><meta content="Microsoft Word 12" name="Originator"></meta><link href="file:///C:%5CDOCUME%7E1%5CHans%5CLOCALS%7E1%5CTemp%5Cmsohtmlclip1%5C01%5Cclip_filelist.xml" rel="File-List"></link><link href="file:///C:%5CDOCUME%7E1%5CHans%5CLOCALS%7E1%5CTemp%5Cmsohtmlclip1%5C01%5Cclip_themedata.thmx" rel="themeData"></link><link href="file:///C:%5CDOCUME%7E1%5CHans%5CLOCALS%7E1%5CTemp%5Cmsohtmlclip1%5C01%5Cclip_colorschememapping.xml" rel="colorSchemeMapping"></link><style>
<!-- /* Font Definitions */ @font-face {font-family:"Cambria Math"; panose-1:2 4 5 3 5 4 6 3 2 4; mso-font-charset:1; mso-generic-font-family:roman; mso-font-format:other; mso-font-pitch:variable; mso-font-signature:0 0 0 0 0 0;} @font-face {font-family:Calibri; panose-1:2 15 5 2 2 2 4 3 2 4; mso-font-charset:0; mso-generic-font-family:swiss; mso-font-pitch:variable; mso-font-signature:-1610611985 1073750139 0 0 159 0;} @font-face {font-family:"Albertus MT"; panose-1:2 14 6 2 3 3 4 2 3 4; mso-font-charset:0; mso-generic-font-family:swiss; mso-font-pitch:variable; mso-font-signature:3 0 0 0 1 0;} /* Style Definitions */ p.MsoNormal, li.MsoNormal, div.MsoNormal {mso-style-unhide:no; mso-style-qformat:yes; mso-style-parent:""; margin-top:0cm; margin-right:0cm; margin-bottom:10.0pt; margin-left:0cm; line-height:115%; mso-pagination:widow-orphan; font-size:11.0pt; font-family:"Calibri","sans-serif"; mso-ascii-font-family:Calibri; mso-ascii-theme-font:minor-latin; mso-fareast-font-family:"Times New Roman"; mso-fareast-theme-font:minor-fareast; mso-hansi-font-family:Calibri; mso-hansi-theme-font:minor-latin; mso-bidi-font-family:"Times New Roman"; mso-bidi-theme-font:minor-bidi;} p.MsoFooter, li.MsoFooter, div.MsoFooter {mso-style-priority:99; mso-style-link:"Footer Char"; margin:0cm; margin-bottom:.0001pt; mso-pagination:widow-orphan; tab-stops:center 234.0pt right 468.0pt; font-size:11.0pt; font-family:"Calibri","sans-serif"; mso-ascii-font-family:Calibri; mso-ascii-theme-font:minor-latin; mso-fareast-font-family:"Times New Roman"; mso-fareast-theme-font:minor-fareast; mso-hansi-font-family:Calibri; mso-hansi-theme-font:minor-latin; mso-bidi-font-family:"Times New Roman"; mso-bidi-theme-font:minor-bidi;} a:link, span.MsoHyperlink {mso-style-priority:99; color:blue; text-decoration:underline; text-underline:single;} a:visited, span.MsoHyperlinkFollowed {mso-style-noshow:yes; mso-style-priority:99; color:purple; mso-themecolor:followedhyperlink; text-decoration:underline; text-underline:single;} span.FooterChar {mso-style-name:"Footer Char"; mso-style-priority:99; mso-style-unhide:no; mso-style-locked:yes; mso-style-link:Footer;} .MsoChpDefault {mso-style-type:export-only; mso-default-props:yes; mso-ascii-font-family:Calibri; mso-ascii-theme-font:minor-latin; mso-fareast-font-family:"Times New Roman"; mso-fareast-theme-font:minor-fareast; mso-hansi-font-family:Calibri; mso-hansi-theme-font:minor-latin; mso-bidi-font-family:"Times New Roman"; mso-bidi-theme-font:minor-bidi;} .MsoPapDefault {mso-style-type:export-only; margin-bottom:10.0pt; line-height:115%;} @page Section1 {size:612.0pt 792.0pt; margin:72.0pt 72.0pt 72.0pt 72.0pt; mso-header-margin:35.4pt; mso-footer-margin:35.4pt; mso-paper-source:0;} div.Section1 {page:Section1;} -->
</style> <br />
<div style="text-align: justify;"><a href="http://1.bp.blogspot.com/_QE8dkITAMZU/SyHzqnKXCBI/AAAAAAAAADU/ywnzwHQWEV4/s1600-h/DSCN1128.JPG" imageanchor="1" style="clear: left; float: left; margin-bottom: 1em; margin-right: 1em;"><img border="0" height="134" src="http://1.bp.blogspot.com/_QE8dkITAMZU/SyHzqnKXCBI/AAAAAAAAADU/ywnzwHQWEV4/s200/DSCN1128.JPG" width="100" /></a><span style="font-family: "; font-size: 12; line-height: 150%;"><i>Sehari setelah diterbitkan Surat Ketetapan Penghentian Penuntutan (SKPP) atas Kasus Bibit Samad Rianto (Bibit) dan Chandra Marta Hamzah (Chandra) oleh Kejaksaan Negeri Jakarta Selatan , tepatnya tanggal 2 Desember 2009 - sebagaimana pernah diprediksi oleh Ketua Komisi III DPR RI, Benny K. Harman saat merespon dikeluarkan SKKP tersebut – adanya gugatan praperadilan.</i><o:p></o:p></span><br />
</div><div align="center" class="MsoNormal" style="line-height: normal; margin-bottom: 0.0001pt; text-align: center;"><b><span style="font-family: "; font-size: 10;"><o:p> </o:p></span></b><br />
</div><div align="center" class="MsoNormal" style="line-height: normal; margin-bottom: 0.0001pt; text-align: center;"><b><span style="font-family: "; font-size: 10;"><o:p> </o:p></span></b><br />
</div><div class="MsoNormal" style="line-height: 150%; margin-bottom: 0.0001pt; text-align: justify; text-indent: 36pt;"><span style="font-family: "; font-size: 12; line-height: 150%;">Gugatan praperadilan atas SKPP diajukan oleh Komunitas Advokat dan Masyarakat Penegak Hukum untuk Keadilan, beranggotakan 45 orang advokat termasuk pengacara senior O.C. Kaligis. Pihak lain yang turut mendaftarkan gugatan praperadilan atas SKPP tersebut ke Pengadilan Negeri Jakarta Selatan adalah gabungan sejumlah Lembaga Swadaya Masyarakat (LSM ) yang diwakili oleh Eggy Sudjana. (<i>Jawa Pos</i>, 3 Desember 2009).<o:p></o:p></span><br />
</div><div class="MsoNormal" style="line-height: 150%; margin-bottom: 0.0001pt; text-align: justify; text-indent: 36pt;"><span style="font-family: "; font-size: 12; line-height: 150%;">Setidaknya terdapat tiga isu menarik dan penting yang perlu dipahami dan dikritisi oleh publik berkenaan dengan gugatan praperadilan atas SKPP perkara Bibit dan Chandra, yaitu mengenai subyek pemohon praperadilan, obyek praperadilan dan implikasi hukum putusan praperadilan.<o:p></o:p></span><br />
</div><div class="MsoNormal" style="line-height: 150%; margin-bottom: 0.0001pt; text-align: justify; text-indent: 36pt;"><span style="font-family: "; font-size: 12; line-height: 150%;"><o:p> </o:p></span><br />
</div><div class="MsoNormal" style="line-height: 150%; margin-bottom: 0.0001pt; text-align: justify;"><b><span style="font-family: "; font-size: 12; line-height: 150%;">Subyek Pemohon Praperadilan<o:p></o:p></span></b><br />
</div><div class="MsoNormal" style="line-height: 150%; margin-bottom: 0.0001pt; text-align: justify; text-indent: 36pt;"><span style="font-family: "; font-size: 12; line-height: 150%;">Subyek atau pihak-pihak dalam pemeriksaan praperadilan menurut UU No. 8/1981 tentang Kitab Undang Undang Hukum Acara Pidana (disingkat KUHAP) ada dua yaitu : pihak pemohon (penggugat) dan pihak termohon (tergugat). Dalam perkara praperadilan atas SKPP tersebut , pihak pemohon (penggugat) adalah komunitas advokat dan LSM yang memiliki kepedulian terhadap penegakan hukum dan keadilan di Indonesia. Sedangkan pihak termohon (tergugat) adalah Kejaksaan Negeri Jakarta Selatan sebagai pihak yang mengeluarkan SKPP. <o:p></o:p></span><br />
</div><div class="MsoNormal" style="line-height: 150%; margin-bottom: 0.0001pt; text-align: justify; text-indent: 36pt;"><span style="font-family: "; font-size: 12; line-height: 150%;">Subyek pemohon gugatan praperadilan tentang sah-tidaknya penghentian penuntutan melalui SKPP kejaksaan, ada dua pihak yaitu penyidik (dalam hal ini polri) dan “pihak ketiga yang berkepentingan” (pasal 80 KUHAP). Artinya, jika penyidik polri yang menangani kasus Bibit dan Chandra berpendapat SKPP yang dikeluarkan jaksa tidak sesuai dengan ketentuan hukum, maka yang bersangkutan memiliki kedudukan hukum (<i>legal standing) </i> untuk mengajukan gugatan praperadilan. Ketentuan demikian, sebagai wujud dari mekanisme <i>checks and balances</i> antar penegak hukum secara horizontal (polisi terhadap jaksa atau jaksa terhadap polisi), guna tegaknya peradilan pidana yang bersih, berkualitas dan bertanggungjawab<o:p></o:p></span><br />
</div><div class="MsoNormal" style="line-height: 150%; margin-bottom: 0.0001pt; text-align: justify; text-indent: 36pt;"><span style="font-family: "; font-size: 12; line-height: 150%;">Selain penyidik polri, KUHAP juga menyebut pihak lain yang dapat mengajukan praperadilan akibat dikeluarkan ketetapan penghentian penuntutan yaitu “pihak ketiga yang berkepentingan”. Siapa yang dimaksud dengan : “pihak ketiga yang berkepentingan”? KUHAP diam beribu bahasa alias tidak secara jelas mengaturnya. <o:p></o:p></span><br />
</div><div class="MsoNormal" style="line-height: 150%; margin-bottom: 0.0001pt; text-align: justify; text-indent: 36pt;"><span style="font-family: "; font-size: 12; line-height: 150%;">Apabila diikuti “konvensi” (kebiasaan) yang berlaku dalam praktek pemeriksaan perkara pidana, pada umumnya yang dimaksud “pihak ketiga yang berkepentingan” adalah saksi korban atau pelapor. Dalam kasus Bibit dan Chandra mengenai dugaan penyuapan dan penyalahgunaan wewenang, jika benar berawal dari testimoni Antasari Azhar (mantan Ketua KPK) , maka semestinya pihak yang mengajukan praperadilan adalah Antasari Azhar. Karena yang bersangkutan saksi pelapornya. Sedangkan untuk kasus dugaan pemerasan, dapat diajukan oleh Anggodo Widjojo. Sebab, dia yang seharusnya merasa dirugikan akibat dikeluarkan SKPP tersebut.<o:p></o:p></span><br />
</div><div class="MsoNormal" style="line-height: 150%; margin-bottom: 0.0001pt; text-align: justify; text-indent: 36pt;"><span style="font-family: "; font-size: 12; line-height: 150%;">Memang ironis , pihak-pihak yang secara normatif seharusnya berhak mengajukan praperadilan , baik penyidik polri , Antasari Azhar maupun Anggodo Widjojo, akan tetapi secara faktual tidak menggunakan hak tersebut . Malahan , yang mengajukan gugatan praperadilan adalah komunitas advokat atau LSM. Bagaimana <i>legal standing</i> dari Komunitas Advokat atau LSM dalam gugatan praperadilan SKPP? Apakah komunitas advokat atau LSM dapat dikategorikan sebagai “pihak ketiga yang berkepentingan” ? <o:p></o:p></span><br />
</div><div class="MsoNormal" style="line-height: 150%; margin-bottom: 0.0001pt; text-align: justify; text-indent: 36pt;"><span style="font-family: "; font-size: 12; line-height: 150%;">Apabila kita mengikuti logika “konvensi” di atas, “pihak ketiga yang berkepentingan” adalah saksi korban atau pelapor. Maka, Komunitas advokat atau LSM tidak bisa dimasukkan sebagai “pihak ketiga yang berkepentingan”. Karena mereka bukan pelapor atau saksi korban yang secara langsung dan seketika dirugikan akibat dihentikan penuntutan atas perkara Bibit dan Chandra.<o:p></o:p></span><br />
</div><div class="MsoNormal" style="line-height: 150%; margin-bottom: 0.0001pt; text-align: justify; text-indent: 36pt;"><span style="font-family: "; font-size: 12; line-height: 150%;">Kendatipun demikian, mengingat KUHAP tidak secara tegas menjelaskan siapa yang dimaksud dengan “pihak ketiga yang berkepentingan”, maka terbuka tafsir baru sebagai terobosan atas pengertian “pihak ketiga yang berkepentingan” yang lebih dinamis dan progresif Pemahaman baru dari “pihak ketiga yang berkepentingan”di sini adalah siapa saja yang memiliki kepentingan, komitmen, dan kepedulian serta keprihatinan yang sama atas tegaknya hukum dan keadilan di negeri ini dapat menjadi subyek praperadilan . Semacam <i>citizen law suit</i> (gugatan oleh rakyat) sebagaimana dalam kasus uji materiil Undang Undang tentang Penyiaran, Ketenagalistrikan, Migas, dan Sumber daya Air pada Mahkamah Konstitusi (MK) beberapa waktu yang lalu.<o:p></o:p></span><br />
</div><div class="MsoNormal" style="line-height: 150%; margin-bottom: 0.0001pt; text-align: justify; text-indent: 36pt;"><span style="font-family: "; font-size: 12; line-height: 150%;">Pemahaman demikian sebagai <i>legal experiment</i> menjadi penting dan perlu, tatkala pihak-pihak yang secara formal berhak mengajukan tuntutan hukum, tetapi yang bersangkutan tidak mau mempergunakan hak tersebut sebagaimana mestinya lebih karena pertimbangan membela kepentingan korps (<i>spirit de corps</i>) atau <i>ewuh pakewuh.</i><o:p></o:p></span><br />
</div><div class="MsoNormal" style="line-height: 150%; margin-bottom: 0.0001pt; text-align: justify; text-indent: 36pt;"><span style="font-family: "; font-size: 12; line-height: 150%;">Pemohon tentu menaruh harapan besar, sang hakim yang memeriksa gugatan praperadilan memiliki pemahaman yang sama atas interpretasi progresif tersebut, sehingga pemeriksaan praperadilan bisa dilanjutkan. Namun demikian, bisa saja hakim berpendapat lain, pemahanan baru tersebut telah keluar dari teks yang dimaksud pasal 80 KUHAP. Sehingga – tidak mustahil - permohonan praperadilan (akan) dinyatakan tidak dapat diterima (<i>niet onvantkelijk verklaard)</i>. <o:p></o:p></span><br />
</div><div class="MsoNormal" style="line-height: 150%; margin-bottom: 0.0001pt; text-align: justify; text-indent: 36pt;"><span style="font-family: "; font-size: 12; line-height: 150%;"><o:p> </o:p></span><br />
</div><div class="MsoNormal" style="line-height: 150%; margin-bottom: 0.0001pt; text-align: justify;"><b><span style="font-family: "; font-size: 12; line-height: 150%;">Obyek Gugatan Praperadilan<o:p></o:p></span></b><br />
</div><div class="MsoNormal" style="line-height: 150%; margin-bottom: 0.0001pt; text-align: justify; text-indent: 36pt;"><span style="font-family: "; font-size: 12; line-height: 150%;">Patut diketahui , praperadilan adalah wewenang Pengadilan Negeri untuk memeriksa, mengadili dan memutus tentang sah atau tidaknya penangkapan dan /atau penahanan, sah atau tidaknya penghentian penyidikan atau penuntutan, dan permintaan ganti-rugi atau rehabilitasi (pasal 1 butir 10 KUHAP). <o:p></o:p></span><br />
</div><div class="MsoNormal" style="line-height: 150%; margin-bottom: 0.0001pt; text-align: justify; text-indent: 36pt;"><span style="font-family: "; font-size: 12; line-height: 150%;">Sesuai dengan wewenangan praperadilan di atas , memberikan informasi kepada kita bahwa dengan diterbitkannya SKPP kasus Bibit dan Chandra, berarti obyek gugatan praperadilan yang hendak diajukan para pemohon- komunitas advokat dan LSM - adalah tidak sahnya SKPP yang telah diterbitkan oleh Kejaksaan , karena dianggap tidak sesuai ketentuan hukum. <o:p></o:p></span><br />
</div><div class="MsoNormal" style="line-height: 150%; margin-bottom: 0.0001pt; text-align: justify; text-indent: 36pt;"><span style="font-family: "; font-size: 12; line-height: 150%;">Sebagaimana dilansir media ini (<i> Jawa Pos</i> , 1 Januari 2009), alasan yuridis diterbitkan SKPP kasus Bibit dan Chandra adalah perbuatan Bibit dan Chandra dianggap wajar karena merupakan bagian tugas dan kewenangannya serta pernah dilakukan oleh pendahulu mereka (pimpinan KPK periode sebelumnya). Sudah tepatkah alasan tersebut ? <o:p></o:p></span><br />
</div><div class="MsoNormal" style="line-height: 150%; margin-bottom: 0.0001pt; text-align: justify; text-indent: 36pt;"><span style="font-family: "; font-size: 12; line-height: 150%;">Alasan penghentian penuntutan menurut hukum ada tiga hal yaitu tidak terdapat cukup bukti, peristiwa tersebut bukan merupakan tindak pidana, atau perkara ditutup demi hukum (<i>vide </i>: pasal 140 ayat 2 huruf a KUHAP).<o:p></o:p></span><br />
</div><div class="MsoNormal" style="line-height: 150%; margin-bottom: 0.0001pt; text-align: justify; text-indent: 36pt;"><span style="font-family: "; font-size: 12; line-height: 150%;"> Kalau alasan penerbitan SKPP, perbuatan Bibit dan Chandra dianggap wajar karena masih merupakan bagian dari tugas dan kewenangannya. <i>Dus,</i> berarti perbuatan tersebut bukan merupakan tindak pidana. Maka, dengan demikian alasan yang dipakai oleh kejaksaan untuk menghentikan penuntutan adalah peristiwa tersebut bukan merupakan perbuatan pidana. <o:p></o:p></span><br />
</div><div class="MsoNormal" style="line-height: 150%; margin-bottom: 0.0001pt; text-align: justify; text-indent: 36pt;"><span style="font-family: "; font-size: 12; line-height: 150%;">Menurut hemat saya, alasan tersebut memang kurang atau tidak tepat. Secara faktual dari hasil identifikasi-verifikasi fakta dan data dari Tim 8, perkara tersebut lebih tepat diberhentikan penuntutannya karena alasan tidak terdapat cukup bukti. Walaupun bukan tanpa resiko. Karena alasan demikian, terbuka kemungkinan untuk dibuka kembali, jika terdapat bukti baru yang menguatkan dugaaan perbuatan pidana tersebut. Tetapi alasan demikian lebih realistis dan faktual. <o:p></o:p></span><br />
</div><div class="MsoNormal" style="line-height: 150%; margin-bottom: 0.0001pt; text-align: justify; text-indent: 36pt;"><span style="font-family: "; font-size: 12; line-height: 150%;">Sesungguhnya, esensi debat sengit dan seru antara pemohon dan termohon dalam sidang pemeriksaaan praperadilan , apakah benar perbuatan Bibit dan Chandra - yang pada awalnya oleh penyidik polri dianggap sebagai penyalahgunaan wewenang - sekarang oleh jaksa dianggap perbuatan tersebut wajar, karena masih dalam konteks tugas dan kewenangannya ? Tentu, menjadi tugas yang berat bagi jaksa (termohon) untuk menjelaskan argumentasi atau nalar hakumnya. Kenapa bisa terjadi pergeseran makna tersebut? <o:p></o:p></span><br />
</div><div class="MsoNormal" style="line-height: 150%; margin-bottom: 0.0001pt; text-align: justify; text-indent: 36pt;"><span style="font-family: "; font-size: 12; line-height: 150%;">Sebaliknya, pemohon juga harus dapat mendalilkan dan membuktikan, pergeseran makna tersebut syarat dengan motif dan kepentingan yang tidak lagi murni yuridis. Oleh karena itu harus ditolak dan dikesampingkan. Mengapa ? Sebab tidak memiliki sandaran hukum (<i>legal basis) </i>yang kuat dan meyakinkan.<o:p></o:p></span><br />
</div><div class="MsoNormal" style="line-height: 150%; margin-bottom: 0.0001pt; text-align: justify; text-indent: 36pt;"><span style="font-family: "; font-size: 12; line-height: 150%;">Secara teoritis, jika gugatan sebuah gugatan praperadilan ingin dikabulkan oleh hakim. Maka dipersyaratkan <i> </i>antara <i>posita </i>(dasar gugatan)<i> </i>dan <i>petitum</i> (apa yang dituntut) harus relevan dan saling berkaitan satu sama lain, di samping harus didukung oleh buki-bukti dan fakta yang kuat dan otentik. <o:p></o:p></span><br />
</div><div class="MsoNormal" style="line-height: 150%; margin-bottom: 0.0001pt; text-align: justify; text-indent: 36pt;"><span style="font-family: "; font-size: 12; line-height: 150%;">Andai benar, gugatan pemohon dikabulkan , maka hakim praperadilan dalam putusannya akan menetapkan: penghentian penuntutan Bibit dan Chandra melalui SKPP tidak sah dan penuntutan terhadap terdakwa wajib dilanjutkan. Bagaimana implikasi hukumnya ? <o:p></o:p></span><br />
</div><div class="MsoNormal" style="line-height: 150%; margin-bottom: 0.0001pt; text-align: justify; text-indent: 36pt;"><span style="font-family: "; font-size: 12; line-height: 150%;"><o:p> </o:p></span><br />
</div><div class="MsoNormal" style="line-height: 150%; margin-bottom: 0.0001pt; text-align: justify;"><b><span style="font-family: "; font-size: 12; line-height: 150%;">Implikasi Hukum<o:p></o:p></span></b><br />
</div><div class="MsoNormal" style="line-height: 150%; margin-bottom: 0.0001pt; text-align: justify; text-indent: 36pt;"><span style="font-family: "; font-size: 12; line-height: 150%;">Setidak-tidanya terdapat dua implikasi hukum bila putusan praperadilan menetapkan SKPP atas perkara Bibit- Chandra tidak sah. Pertama , penuntutan perkara Bibit dan Chandra harus dilanjutkan. Yang berarti perkara Bibit dan Chandra dibuka kembali dan diperiksa dalam sidang pengadilan. Kedua, Kepres tentang pengaktifan kembali Bibit dan Chandra menjadi pimpinan KPK mengikat secara yuridis. Tetapi hanya terbatas sampai ditetapkan kembali Bibit dan Chandra sebagai terdakwa. Nah, secara empiris menjadi tidak efektif atau berharga. Pasalnya, sesaat setelah ditetapkan menjadi terdakwa, Bibit dan Chandra secara hukum harus berhenti sementara (non-aktif) dari pimpinan KPK. <o:p></o:p></span><br />
</div><div class="MsoNormal" style="line-height: 150%; margin-bottom: 0.0001pt; text-align: justify; text-indent: 36pt;"><span style="font-family: "; font-size: 12; line-height: 150%;">Memang, melanjutkan pemeriksaan kembali perkara Bibit dan Chandra melalui forum pengadilan sesungguhnya akan lebih memberikan kepastian atas salah atau tidaknya (<i>guilty or not guilty</i>) perbuatan yang dituduhkan kepadanya. Akan tetapi , kita tahu bahwa kondisi yang demikian di samping tidak sesuai dengan arahan pidato Presiden SBY untuk tidak membawa perkara tersebut ke pengadilan, juga secara sosiologik boleh jadi akan memicu dan memancing konflik politik baru yang berkepanjangan . Semoga ini hanya mimpi buruk di siang bolong. <o:p></o:p></span><br />
</div><div class="MsoNormal" style="line-height: 150%; margin-bottom: 0.0001pt; text-align: justify; text-indent: 36pt;"><span style="font-family: "; font-size: 12; line-height: 150%;"><o:p> </o:p></span><br />
</div><div class="MsoNormal" style="line-height: normal; margin-bottom: 0.0001pt; text-align: justify; text-indent: 36pt;"><span style="color: black; font-family: "; font-size: 12;">*Penulis adalah Dosen, </span><span style="font-family: "; font-size: 12;">Praktisi Hukum & Penulis Buku ; “Praperadilan Dalam Perspektif HAM”, email : </span><a href="mailto:hufronsby@yahoo.com"><span style="font-family: "; font-size: 12;">hufronsby@yahoo.com</span></a><span style="font-family: "; font-size: 12;">., HP : 081-2352-9300., </span><span lang="SV" style="font-family: "; font-size: 12;">Fax : 031-5025926, <br />
</span><br />
</div><div class="MsoNormal" style="line-height: normal; margin-bottom: 0.0001pt; text-align: justify; text-indent: 36pt;"><br />
<span lang="SV" style="font-family: "; font-size: 12;"><o:p></o:p></span><br />
</div><div class="MsoNormal" style="line-height: normal; margin-bottom: 0.0001pt; text-align: justify;"><span style="font-family: "; font-size: 12;"><o:p> </o:p></span><br />
</div>M. Hufron, SH., MHhttp://www.blogger.com/profile/14594415203293982776noreply@blogger.com0tag:blogger.com,1999:blog-4665024921865675361.post-33946996803261661932009-12-07T12:56:00.000+07:002009-12-07T13:18:10.274+07:00PRAPERADILAN, KENDALA, DAN SOLUSINYA<div style="text-align: right;"><a onblur="try {parent.deselectBloggerImageGracefully();} catch(e) {}" href="http://3.bp.blogspot.com/_QE8dkITAMZU/SxydLiDiLfI/AAAAAAAAABY/WRxZHw5UavM/s1600-h/16102009106.jpg"><img style="margin: 0pt 0pt 10px 10px; float: right; cursor: pointer; width: 240px; height: 320px;" src="http://3.bp.blogspot.com/_QE8dkITAMZU/SxydLiDiLfI/AAAAAAAAABY/WRxZHw5UavM/s320/16102009106.jpg" alt="" id="BLOGGER_PHOTO_ID_5412373673638243826" border="0" /></a><span style="font-style: italic;">“Dalam suatu perjalanannya ke Mesir, seorang pollsi (dari Indonesia) melihat kerumunan para ahli Arkeologi yang sedang kesulitan meneliti usia mumi. Dengan sikap tanpa ragu, sang polisi mendekati mumi. Hanya dalam beberapa menit, dia sudah bisa menyebutkan secara tepat usia mumi tersebut, termasuk tahun, bulan dan harinya. Tentu saja, para ahli Arkeologi pada keheranan, bagaimana seorang polisi secara cepat dapat menentukan usia mumi. Dengan santai sang polisi menjawab, Cukup saya gebuk, dia mengaku”</span>
<br /></div><div style="text-align: justify;">
<br />Joke (anekdot) di atas, menjelaskan bahwa proses pemeriksaan oleh aparat penegak hukum. tidak jarang masih menggunakan prinsip “tangkap dulu, peras pengakuan, halalkan semua cara untuk mempero leh pengakuan". sebagai warisan jaman HIR, produk kolonial Belanda yang sudah tidak, sejalan dengan alam KUHAP (Kitab Undang Undang -Hukum Acara Pidana) sebagai karya agung bangsa Indonesia yang mem perdendangkan irama yang bertemaklin mengangkat derajat kemanusiaan dan tidak boleh menelanjangi hak asasi yang melakat pada diri tersangka atau terdakwa.
<br />Salah satu faktor yang sering menghanyutkan aparat penegak hukum semakin jauh dari cita-cita dan amanat KUHAP adalah penyakit "keangkuhan kekuasaan" (the arrogance of power, yang antara lain, meliputi :
<br />Pertama, berperilaku overacting ialah perilaku yang menafsirkan sesuatu menurut kemanan dan selera sendiri. Pejabat yang congkak lebih suka menonjolkan dan mengedepankan emosionalnya ketimbang rasionalitas dalam berbicara, bersikap dan bertindak.
<br />Kedua, tidak segan-segan melakukan perbuatan tercela dan menyalahgunaan kekuasaan untuk mengejar kepentingan pribadi. Berani menyalahkan yang benar dan membenarkan yang saiah tanpa ragu, asal menguntungkan pribadinya. Manifestasinya bisa berbentuk komersialisasi jabatan, suka mempersulit setiap urusan, acuh tak acuh dan bekerja seenaknya tanpa memperhatikan kepentingan hak orang lain, serta menilai dirinya sebagai manusia istimewa yang harus ”disembah” dan diperlakukan secara khusus oleh setiap orang yang berurusan kepadanya (M.Yahya Harahap, Penerapan KUHAP).
<br />Dia lupa bahwa mereka yang dihadapi adalah manusia sebagaimana dirinya, yang memiliki jiwa, perasaan dan pikiran yang harus dihormati dan dijunjung tinggi. Atau dengan kata lain bahwa aparat penegak hukum itu sendiri tidak lain adalah "just another people".
<br />Di sisi lain, hukum pidana sebagai seperangkat norma melegitimasi aparat penegak hukum untuk melakukan tindakaan represive (penekanan terhadap hak-hak asasi warga rnasyarakat, antara lain seperti; rnenangkap, menahan, menyita barang, menyidik dan upaya paksa lainnya yang menghilangkan kebebasan manusia), namun hendaknya selalu berdasarkan ketentuan Undang Undang, maka demi kepentingan perlindungan hak-hak tersangka/terdakwa, KUHAP yang diundangkan 31 Desember 1982 mengatur dan menawarkan lembaga baru yang dinamakan Praperadilan.
<br />Pengertian Praperadilan secara Yuridis dapat dilihat dari ke¬tentuan pasal 1 butir 10 KUHAP yang berbunyi : Praperadilan adalah wewenang pengadilan negeri untuk memeriksa dan memutus menurut cara yang diatur dalam undang-undang ini, tentang :
<br />a. sah atau tidaknya suatu penangkapan dan atau penahanan atas permintaan tersangka atau keluarganya atau pihak lain atas kuasa tersangka;
<br />b. sah atau tidaknya penghentian penyidikan atau penuntutan atas parmintaan demi tegaknya hukum dan keadilan;
<br />c. permintaan ganti kerugian atau rehabilitasi oleh tersangka atau keluarganya atau pihak lain atas kuasanya yang perkaranya tidak diajukan ke pengadilan.
<br />
<br />Menurut Abdul Hakim Garuda Nusantara dalam makalah yang berjudul "Praperadilan Dan Hak Asasi Manusia" (1991), dengan muatan wewenang seperti tersebut di atas, lembaga Praperadilan tidak saja dimaksudkan untuk melindungi hak asasi warga negara,tetapi juga untuk checks and balance (saling mengontrol) di antara sesama aparat nega¬ra (polisi dan jaksa), sehingga dapat dihindari penyalahgunaan kekuasaan yang justru menghambat proses peradilan pidana yang bersih, jujur, dan bertanggungjavvab sebagaimana yang telah digariskan oleh Undang-undang.
<br />Dengan adanya lembaga Praperadilan ini seseorang warga masyarakat biasa, apabila merasa hak-hak asasi dilanggar oleh aparat pene¬gak hukum (polisi dan jaksa) tanpa ragu lagi dapat menyeret aparat tersebut ke muka pengadilan atas tuduhan telah menggunakan kekuasaannya secara sewenang-wenang.
<br />Berbicara tentang praperadilan adalah berbicara hak warga negara. Ketika pertama kali didengungkan, ia terasa sebagai sebuah harapan yang menyenangkan. Betapa tidak, Bukankah praperadilan pa¬da hakekatnya adalah sebagai alat kontrol "kesewenangan" yang dilakukan oknum aparat penegak hukum ?
<br />Apakah harapan itu memang benar-benar berwujud harapan,tentu perlu dilihat dari kenyataan yang muncul dalam praktek praperadi¬lan itu sendiri. Ada sementara kalangan yang mengatakan bahwa prak¬tek praperadilan sangat jauh berbeda dengan norma yang tertera dalam KUHAP.
<br />Dari berbagai permohonan praperadilan yang rontok di meja hijau seakan memberi gambaran yang memperkuat pendapat di atas. Dengan banyaknya permohonan praperadilan yang rontok di persidangan, muncullah komentar dari berbagai pihak.
<br />Pengacara Suharyono menengarai adanya koordinasi terselubung antara aparat terkait sebagai biang keladi gagalnya gugatan prape¬radilan. Aparat terkait yang dimaksud adalah pengadilan, kejaksaan dan kepolisian. Selama ini proses peradilan selalu dicampuri oleh pihak-pihak tertentu, termasuk dalam kasus praperadilan. Campur tangan inilah yang mengakibatkan praperadilan selalu menemui jalan buntu.
<br />Dalam praperadilan keutuhan korps sangat dipertahankan, Sehingga bisa saja pengadilan ikut "menyelamatkan" korpsnya, kepolisian dan kejaksaan yang dipraperadilankan. Walaupun para petinggi hukum sudah berulang kali menegaskan tidak adanya ”budaya telepon” dalam proses peradilan, Suharyono menilai hal itu berbeda dengan kenyataan yang ada.
<br />Kalau masih ada "dering telepon" ketika kasus sedang ditangani, maka pelaksanaan pemeriksaan sidang praperadilan akan tersendat-sendat, meskipun permohonan yang diajukan sudah cukup kuat.
<br />Untuk itu, Suharyono mengingatkan perlu dihilangkannya ”koordinasi terselubung” antara pengadilan, kejaksaan dan kepolisian. Karena koordinasi terselubung itu akan membatasi hakim dalam memutus perkara. (Jawa Pos,2-11-'90)
<br />Senada dengan pendapat di atas, Abdul Hakim Garuda Nusantara Ketua Lembaga Bantuan Hukum (LBH) Pusat mengatakan munculnya lembaga MAHKEJAPOL (Mahkamah Agung, Kejaksanaan, Kepolisian) merupakan petunjuk dan bahkan telah melumpuhkan fungsi dari lembaga Praperadilan, Yang berlaku bukan fungsi checks and balance (saling kontrol) di antara sesama aparatur penegak hukum, tetapi fungsi hukum "tepo-seliro" sesama aparatur negara penegak hukum.
<br />Menurut penulis lembaga MAHKEJAPOL sebenarnya adalah mekanisme atau sistem koordinasi antar aparat penegak hukum yang dapat memperlancar dan mempermudah pelaksanaan penegakan hukum di Indonesia, asal jangan bersifat basa-basi yang diganduli oleh keseganan dan timbang rasa antar sesama aparat penegak hukum. Jika sifat ini yang menonjol, hilanglah obyektivitas tujuan yang baik di atas, dan akan berubah menjadi suatu bentuk kerja sama untuk saling menghalalkan segala cara yang sengaja mereka buat.
<br />Jika demikian yang terjadi, maka benar sinyalemen Abdul Hakim di atas, bahwa lembaga MAHKEJAPOL akan melumpuhkan fungsi praperadi¬lan dan yang berlaku adalah fungsi hukum "tepo seliro".
<br />Tentang gagalnya mayoritas permohonan praperadilan, Humas PN Su¬rabaya, JMT Simatupang mengakuinya. Tetapi hal itu tidak bisa dikatakan akibat adanya campur tangan pihak luar dalam masalah peradilan. Menurutnya, memang masyarakat belum betul-betul paham dengan alasan -alasan praperadilan. Kalaulah pemohon mempersiapkan permohonan prape¬radilan secara tepat dan benar, ia yakin permohonannya akan berhasil.
<br />la lantas memperkuat pendapatnya dengan mengambil contoh kasus praperadilan yang ditangani hakim Soenyoto,SH. Dalam putusannya hakim mengabulkan sebagian permintaan pemohon dan polisi diperintahkan untuk menurunkan Surat Perintah Penghentian Penyidikan (SP3).
<br />Sependapat dengan tengaraan JMT Simatupang, pengacara Gede, SH. yang sudah lebih empat kali memenangkan praperadilan di luar surabaya mengatakan "kegagalan praperadilan selama ini sebagai akibat kurang jelinya pemohon praperadilan akan alasan-alasan yang dapat dimohonkan praperadilan". Kalau kita bisa memanfaatkan pasal 77 sampai 83 KUHAP, Gede S.H. yakin kita akan berhasil.
<br />Bertitik tolak dari uraian di atas, ternyata kelemahan prape¬radilan tidak hanya terlihat pada aparat penegak hukum yang terkait dengan masalah itu, melainkan juga warga rnasyarakat sendiri masih lemah dalam memanfaatkan lembaga praperadilan.
<br />Kondisi tersebut menurut Sbsiolog, Prof. Soetandyo Wignyosoebroto menunjukkan bahwa tegaknya lembaga praperadilan atau sempurnanya pelaksanaan KUHAP tidak hanya bergantung pada aparat penegak hukum, tetapi juga pada masyarakat.
<br />Disini ibarat sebuah termometer - aparat penegak hukum itu alatnya, sedangkan masyarakat adalah suhu udaranya. Jadi kalau mau mengubah panas termometer, jangan hanya diutak-utik air raksanya, tetapi harus juga berubah suhunya, demikian analogi Soetandyo (Jawa-Pos, 11-1-1991).
<br />Di sisi lain, menurut pasal 82 ayat 1 d KUHAP ditegaskan bahwa :
<br />dalam hal suatu perkara sudah mulai diperiksa oleh pengadilan negeri, sedangkan pemeriksaan mengenai permintaan kepada praperadilan belum selesai, maka permintaan tersebut gugur.
<br />Kalau proses praperadilan belum selesai, gugur atas dasar alasan teknis, karena perkara pidana pokok sudah mulai disidangkan, bukan atas alasan yang prinsipil, maka tujuan praperadilan menjadi kabur dan kehilangan makna.
<br />Menurut Harjono Tjitrosoebono, pemeriksaan perkara pidana pokok oleh pengadilan seharusnya menunggu sampai selesainya pemerik¬saan praperadilan, dan tidak sebaliknya proses peradilan menjadi gugur sebelum selesai, sehingga permasalahan hukum pada pemeriksaan seperti dimaksud pasal 77 KUHAP menjadi tidak terjawab, ini merugikan tersangka, citra hukum , dan keadilan.
<br />Dalam praktek sering terjadi, pengajuan permohonan praperadilan oleh tersangka atau keluarganya atau pihak lain atas kuasa tersangka mengenai sah tidaknya penangkapan atau penahanan, sebelum pemeriksaan praperadilan selesai menjadi gugur, karena perkara pidana pokok sudah mulai disidangkan. Sehingga berakibat tersangka tetap dalam tahanan, sedangkan kemungkinan praperadilan akan memberi putusan penangkapan atau penahanan tersebut adalah tidak sah (S. Tanusubroto, 1983: 81-82).
<br />Prof. R. Subekti, pernah mengatakan sekiranya adalah lebih tepat bila pemeriksaan perkara pidana pokok itu menunggu selesainya pemeriksaan praperadilan yang oleh undang-undang ton sudah dibatasi waktunya untuk paling lama 7 hari (Prof. R. Subekti, Perlindungan Hak Asasi Manusia dalam KUHAP, 1984).
<br />Penulis sependapat dengan dua pendapat sarjana di atas, karena jika proses pemeriksaan praperadilan gugur hanya karena masalah teknis saja, maka akan mudah untuk menggagalkan permohonan prapera¬dilan, yakni segera masukkan perkara pidana pokoknya ke pengadilan , maka otomatis pemeriksaan praperadilan akan gugur.
<br />Para aparat penegak hukum, polisi atau jaksa yang sudah menguasai benar aturan di atas, tentu saja akan tertawa atau ongkang-ongkang bila mendengar bahwa dirinya akan dipraperadilankan, soalnya sudah mempunyai “truf” untuk membebaskan dirinya dari masalah pra¬peradilan. Yakni mereka kerja ekstra untuk bisa cepat-cepat melimpahkan perkara pidana pokoknya ke pengadilan negeri, sehingga peme¬riksaan praperadilan yang sedang berjalan akan gugur.
<br />Menurut penulis, pasal 82 ayat 1 d KUHAP terasa tidak serius, kalau tidak mau dikata "dagelan KUHAP" dalam praktek, yang sudah waktunya untuk ditinjau kembali, kalau tidak orang akan mengatakan lembaga praperadilan adalah "iming-iming" yang tak pernah terwujud dalam realita.
<br />Akhirnya, kembali kepada pemerintah, badan legislatif, para politisi dan masyarakat untuk bersama-sama mempunyai itikad baik bertanggungjawab menghentikan proses mundur (regresi) perkembangan hukum kita. Semoga.
<br />
<br /><meta equiv="Content-Type" content="text/html; charset=utf-8"><meta name="ProgId" content="Word.Document"><meta name="Generator" content="Microsoft Word 11"><meta name="Originator" content="Microsoft Word 11"><link rel="File-List" href="file:///C:%5CDOCUME%7E1%5Clawyer%5CLOCALS%7E1%5CTemp%5Cmsohtml1%5C01%5Cclip_filelist.xml"><!--[if gte mso 9]><xml> <w:worddocument> <w:view>Normal</w:View> <w:zoom>0</w:Zoom> <w:punctuationkerning/> <w:validateagainstschemas/> <w:saveifxmlinvalid>false</w:SaveIfXMLInvalid> <w:ignoremixedcontent>false</w:IgnoreMixedContent> <w:alwaysshowplaceholdertext>false</w:AlwaysShowPlaceholderText> <w:compatibility> <w:breakwrappedtables/> <w:snaptogridincell/> <w:wraptextwithpunct/> <w:useasianbreakrules/> <w:dontgrowautofit/> </w:Compatibility> </w:WordDocument> </xml><![endif]--><!--[if gte mso 9]><xml> <w:latentstyles deflockedstate="false" latentstylecount="156"> </w:LatentStyles> </xml><![endif]--><style> <!-- /* Font Definitions */ @font-face {font-family:Calibri; mso-font-alt:"Century Gothic"; mso-font-charset:0; mso-generic-font-family:swiss; mso-font-pitch:variable; mso-font-signature:-1610611985 1073750139 0 0 159 0;} /* Style Definitions */ p.MsoNormal, li.MsoNormal, div.MsoNormal {mso-style-parent:""; margin-top:0in; margin-right:0in; margin-bottom:10.0pt; margin-left:0in; line-height:115%; mso-pagination:widow-orphan; font-size:11.0pt; font-family:Calibri; mso-fareast-font-family:"Times New Roman"; mso-bidi-font-family:"Times New Roman";} a:link, span.MsoHyperlink {color:blue; text-decoration:underline; text-underline:single;} a:visited, span.MsoHyperlinkFollowed {color:purple; text-decoration:underline; text-underline:single;} @page Section1 {size:8.5in 11.0in; margin:1.0in 1.25in 1.0in 1.25in; mso-header-margin:.5in; mso-footer-margin:.5in; mso-paper-source:0;} div.Section1 {page:Section1;} --> </style><!--[if gte mso 10]> <style> /* Style Definitions */ table.MsoNormalTable {mso-style-name:"Table Normal"; mso-tstyle-rowband-size:0; mso-tstyle-colband-size:0; mso-style-noshow:yes; mso-style-parent:""; mso-padding-alt:0in 5.4pt 0in 5.4pt; mso-para-margin:0in; mso-para-margin-bottom:.0001pt; mso-pagination:widow-orphan; font-size:10.0pt; font-family:"Times New Roman"; mso-ansi-language:#0400; mso-fareast-language:#0400; mso-bidi-language:#0400;} </style> <![endif]--> <p class="MsoNormal" style="margin-bottom: 0.0001pt; text-align: right; line-height: normal;"><span style=";font-family:";color:black;" lang="SV">Hufron, SH., MH.</span></p><p class="MsoNormal" style="margin-bottom: 0.0001pt; text-align: right; line-height: normal;"><span style=";font-family:";color:black;" lang="SV"> </span><span style=";font-family:";" lang="SV">Dosen , Praktisi Hukum di Surabaya & Kandidat Doktor Ilmu Hukum Univ. Brawijaya Malang
<br /></span></p><p class="MsoNormal" style="margin-bottom: 0.0001pt; text-align: right; line-height: normal;"><span style=";font-family:";" lang="SV">email : </span><span style=";font-family:";" ><a href="mailto:hufronsby@yahoo.com"><span style="" lang="SV">hufronsby@yahoo.com</span></a></span><span style=";font-family:";" lang="SV">
<br /></span></p><p class="MsoNormal" style="margin-bottom: 0.0001pt; text-align: right; line-height: normal;"><span style=";font-family:";" lang="SV">HP : 081.2352.9300<b style=""><o:p></o:p></b></span></p>
<br /></div>M. Hufron, SH., MHhttp://www.blogger.com/profile/14594415203293982776noreply@blogger.com2tag:blogger.com,1999:blog-4665024921865675361.post-13541627304379154622009-12-07T11:50:00.000+07:002009-12-07T12:02:54.958+07:00PENONAKTIFAN MUSYAFAK ROUF MELANGGAR ASAS NON-RETROAKTIF<div style="text-align: justify;"><a onblur="try {parent.deselectBloggerImageGracefully();} catch(e) {}" href="http://2.bp.blogspot.com/_QE8dkITAMZU/SxyMQ6dI_vI/AAAAAAAAABI/DLmnLSg-XsA/s1600-h/16102009109.jpg"><img style="margin: 0pt 10px 10px 0pt; float: left; cursor: pointer; width: 271px; height: 234px;" src="http://2.bp.blogspot.com/_QE8dkITAMZU/SxyMQ6dI_vI/AAAAAAAAABI/DLmnLSg-XsA/s320/16102009109.jpg" alt="" id="BLOGGER_PHOTO_ID_5412355074389769970" border="0" /></a>Kontroversi penonaktifan Musyafak Rouf sebagai anggota DPRD Surabaya periode 2009-2014 bermula dari protes kuasa hukum Musyafak Rouf yakni Syamsul Ma’arif, SH. Menurut Syamsul Ma’arif, SH , Musyafak Rouf ditetapkan sebagai anggota DPRD Surabaya pada tanggal 21 Agustus dan dilantik tanggal 24 Agustus 2009, sebelum Undang Undang No. 27 Tahun 2009 tentang MPR, DPR, DPD dan DPRD ( disingkat : UU No. 27/2009) diundangkan atau diberlakukan. Sementara itu , ketentuan pasal 408 menyebutkan bahwa UU No. 27/2009 berlaku sejak tanggal diundangkan yaitu 29 Agustus 2009.<br /></div><br /><div style="text-align: justify;">Penonaktifan Musyafak Rouf sedianya akan didasarkan pada ketentuan pasal 390 ayat 1 huruf b : “Anggota DPRD kabupaten/kota diberhentikan sementara karena menjadi terdakwa dalam perkara tindak pidana khusus”. Sebagaimana dilansir media masa, Musyafak Rouf berstatus sebagai terdakwa terkait kasus gratifikasi di Pengadilan Negeri Surabaya pada bulan Maret 2009. Maka UU No. 27/2009 tidak bisa diberlakukan surut terhadap kasus Musyafak Rouf. Hal ini dianggap melanggar asas non-retroaktif ? Benarkah?<br /></div><br /><span style="font-weight: bold;">Asas Legalitas dan Asas Non-Retroaktif </span><br /><div style="text-align: justify;">Asas non-retroaktif (non- retroactive, non- rectoactieve) - larangan memberlakukan surut suatu UU) – dalam konteks hukum pidana sesungguhnya merupakan konsekuensi logis dari adanya asas legalitas. Asas legalitas sebagaimana tercantum dalam pasal 1 ayat (1) (kitab Undang Undang Hukum Pidana (KUHP) menyatakan : “Tiada suatu perbuatan dapat dipidana kecuali atas kekuatan aturan pidana dalam perundang-undangan yang telah ada sebelum perbuatan dilakukan”. Asas ini terbagi dalam tiga hal yaitu nulla poena sine lege (tidak ada hukuman tanpa ketentuan undang-undang), nulla poena sine crimine (tidak ada hukuman tanpa kejahatan) dan nullum crimen sine poena legali (tidak ada perbuatan pidana tanpa hukuman menurut undang-undang).<br /></div><div style="text-align: justify;"><br />Apa yang terkandung dalam asas tersebut? Makna yang terkandung dalam asas legalitas adalah (1) suatu perbuatan pidana harus dirumuskan dalam peraturan perundang-undangan dan (2) peraturan perundang undangan ini harus ada sebelum terjadinya perbuatan pidana . Dan salah satu konsekuensi dari asas legalitas atau ketentuan pasal 1 ayat 1 KUHP adalah larangan memberlakukan surut suatu perundang-undangan pidana (asas non-retroaktif).<br /></div><br /><br /><div style="text-align: justify;">Lantas, apakah penonaktifaan Musyafak Rouf dari anggota DPRD Surabaya berdasarkan UU No 27/2009 melanggar asas non-retroakatif ? Jawabnya tidak. Karena pemberlakuan pasal 390 ayat 1 huruf b UU No. 27/2009 bukan merupakan pemberlakuan surut perbuatan pidana (retro-aktif) . Disebut retro-aktif bilamana suatu rumusan perbuatan pidana yang terdapat dalam UU No. 27/2009 diberlakukan terhadap perbuatan yang sebelumnya bukan merupakan perbuatan pidana. Contoh konkret dari pembelakukan asas retro-aktif adalah diberlakukannya UU No. 16 tahun 2003 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Terorisme (diundangkan tgl 4 April 2003) terhadap pelaku Peristiwa Bom Bali tanggal 12 Oktober 2002.<br /></div><br /><div style="text-align: justify;">Menurut hemat penulis, penonaktifan Musyafak Rouf , dalam pengembanan ilmu hukum lebih pada wilayah penerapan hukum (law application, rechtstoepassing ) dari ketentuan 390 ayat 1 huruf b UU No. 27/2009 pada peristiwa konkret yaitu adanya anggota DPRD yang berstatus terdakwa dalam tindak pidana khusus/korupsi di PN Surabaya.<br /></div><br />Penerapan Hukum ( Rechtstoepassing)<br /><div style="text-align: justify;">Penerapan hukum (law application, rechtstoepassing) lazimnya menggunakan logika silogisme dalam bidang hukum. Logika silogisme tersusun dalam tiga proposisi yaitu premis mayor (aturan hukum), premis minor berupa peristiwa konkret/kasus, dan konklusi (putusan hukum). Dalam Konteks penonaktifan Musyafak Rouf, aturan hukum yang dijadikan dasar adalah 390 ayat 1 huruf b UU 27/2009, peristiwa konkret atau kasusnya adalah saat ini musyawak Rouf sebagai anggota DPRD Surabaya berstatus terdakwa dalam kasus tindak pidana korupsi (gratifikasi) . Maka, putusan hukumnya yang ditarik sebagai kesimpulan ; Musyafak Rouf diberhentikan sementara (non-aktif) dari keanggotaan DPRD Surabaya. Memang dalam tataran ideal-normatif , penerapan hukum seperti di atas terkesan sederhana dan mekanistis.<br /></div><br /><div style="text-align: justify;">Namun dalam praktek, penerapan hukum dengan model silogisme amat tergantung pada sekurang-kurangnya tiga hal. Pertama, ketersediaan, kelengkapan dan kejelasan aturan hukum. Jika aturan hukumnya tersedia, lengkap dan jelas, akan memudahkan kita untuk mengeterapkannya pada kasus konkret. Sebaliknya, jika aturan hukumnya tidak lengkap dan jelas. Maka dibutuhkan interpretasi/penafsiran hukum yang relevan dan pas. Bahkan jika hukumnya tidak tersedia atau tidak lengkap , maka diperlukan penemuan hukum (rechtsvinding) atau penciptaan hukum (rechtschepping). Kedua, kejelasan fakta hukum. Jika fakta, yang kemudian dikonstatir menjadi fakta hukum jelas dan gamblang , hal ini mempermudah dalam menganalisa , apakah kasus konkret ini memenuhi rumusan unsur yang terdapat dalam aturan hukum tersebut. Ketiga, Pertimbangan hukum/analisa dalam penarikan kesimpulan. Jika aturan hukumnya jelas, kasus atau fakta hukum jelas, maka hal ini mempermudah dalam memberikan pertimbangan/analisa untuk sampai pada kesimpulan (putusan hukum).<br /></div><br /><div style="text-align: justify;">Dalam kasus penonaktaktifan Musyafak Rouf sebagai anggota DPRD Surabaya, fakta hukumnya jelas, yaitu sejak bulan Maret sampai sekarang status Musyafak Rouf sebagai terdakwa kasus gratifikasi di PN Surabaya. Aturan hukum sebagai dasar penonaktifan juga jelas. Akan tetapi pengaturan tentang bagaimana tata-cara atau mekanisme pemberhentian sementara, memang tidak lengkap. Atau dengan kata lain bahwa dasar hukum berikut fakta hukum sangat jelas dan gamblang. Sehingga, tinggal bagaimana mekanisme pemberhentiannya?<br /></div><div style="text-align: justify;">Berbicara tentang mekanisme pemberhentian sementara, tentu kita mesti merujuk pada ketentuan pasal 390 ayat 5 yang berbunyi : “ketentuan lebih lanjut mengenai tata cara pemberhentian sementara diatur dengan peraturan DPRD Kabupaten/Kota Tentang Tata Tertib”.<br /></div><br /><div style="text-align: justify;">Peraturan Tentang Tata tertib DPRD kabupaten/kota ditetapkan oleh DPRD kabupaten/kota dengan berpedoman pada peraturan perundang-undangan, berlaku di lingkungan internal DPRD kabupaten/kota, dengan paling sedikit memuat ketentuan tentang: (a). pengucapan sumpah/janji; (b). penetapan pimpinan; (c). pemberhentian dan penggantian pimpinan; (d). jenis dan penyelenggaraan rapat; (e). pelaksanaan fungsi, tugas dan wewenang lembaga, serta hak dan kewajiban anggota; (f). pembentukan, susunan, serta tugas dan wewenang alat kelengkapan; (g). penggantian antarwaktu anggota; (h). pembuatan pengambilan keputusan; (i). pelaksanaan konsultasi antara DPRD kabupaten/kota dan pemerintah daerah kabupaten/kota; (j). penerimaan pengaduan dan penyaluran aspirasi masyarakat; (k). pengaturan protokoler; dan (l). pelaksanaan tugas kelompok pakar/ahli.<br /></div><div style="text-align: justify;"><br />Dengan demikian, sebenarnya DPRD Kota Surabaya dengan sedikit keberanian, kreasi dan kreatifitasnya, dengan berpedoman pada berbagai peraturan perundang-undangan yang relevan , dapat menetapkan Peraturan Tata Tertib tentang Pemberhentian Sementara Anggota DPRD Kota Surabaya . Apa perlu menunggu dikeluarkan Peraturan Pelaksanaan (PP) dari UU No. 27/2009? Tentu tidak harus. Karena delegasi wewenang dari UU No. 27/2009 kepada DPRD untuk membuat Tata Tertib, termasuk di dalamnya Tata Tertib Tentang Pemberhentian Sementara Anggota DPRD karena berstatus terdakwa - sangat jelas dan tegas.<br /></div><br /><div style="text-align: justify;">Penerapan ketentuan pasal 390 ayat 1 UU 27/2009 , berlaku juga terhadap setiap anggota DPRD di seluruh kabupaten/kota di Indonesia. Artinya, jika pada saat mulai diberlakukan UU No. 27/2009 (29 Agustus 2009) , ada anggota DPRD Kabupaten/Kota di Indonesia yang berstatus terdakwa dalam tindak pidana umum dengan ancaman pidana penjara 5 tahun/lebih, atau menjadi terdakwa dalam tindak pidana khusus (misalnya korupsi) , maka terhadapnya dikenakan pemberhentian sementara atau non-aktif. Bukankah kita menganut asas similia similibus (terhadap orang yang berbuat sama, akan dihukumi yang sama pula?<br /></div><br /><div style="text-align: right;"><span style="font-weight: bold;">Hufron, SH.,MH.</span><br /><span style="font-size:85%;">Dosen , Praktisi Hukum di Surabaya & Kandidat Doktor Ilmu Hukum Univ. Brawijaya Malang </span><br />email : hufronsby@yahoo.com<br />HP : 081.2352.9300<br /></div>M. Hufron, SH., MHhttp://www.blogger.com/profile/14594415203293982776noreply@blogger.com0tag:blogger.com,1999:blog-4665024921865675361.post-19226568143000084242009-12-07T11:43:00.000+07:002009-12-07T11:49:22.244+07:00RANGKAP JABATAN MENTERI DENGAN PARPOL<a onblur="try {parent.deselectBloggerImageGracefully();} catch(e) {}" href="http://1.bp.blogspot.com/_QE8dkITAMZU/SxyInyCvpzI/AAAAAAAAABA/-CFxnIvqQyU/s1600-h/Copy+of+DSCN1093.JPG"><img style="margin: 0pt 0pt 10px 10px; float: right; cursor: pointer; width: 240px; height: 320px;" src="http://1.bp.blogspot.com/_QE8dkITAMZU/SxyInyCvpzI/AAAAAAAAABA/-CFxnIvqQyU/s320/Copy+of+DSCN1093.JPG" alt="" id="BLOGGER_PHOTO_ID_5412351069222053682" border="0" /></a>
<br /><meta equiv="Content-Type" content="text/html; charset=utf-8"><meta name="ProgId" content="Word.Document"><meta name="Generator" content="Microsoft Word 11"><meta name="Originator" content="Microsoft Word 11"><link rel="File-List" href="file:///C:%5CDOCUME%7E1%5Clawyer%5CLOCALS%7E1%5CTemp%5Cmsohtml1%5C01%5Cclip_filelist.xml"><o:smarttagtype namespaceuri="urn:schemas-microsoft-com:office:smarttags" name="State"></o:smarttagtype><o:smarttagtype namespaceuri="urn:schemas-microsoft-com:office:smarttags" name="City"></o:smarttagtype><o:smarttagtype namespaceuri="urn:schemas-microsoft-com:office:smarttags" name="place"></o:smarttagtype><!--[if gte mso 9]><xml> <w:worddocument> <w:view>Normal</w:View> <w:zoom>0</w:Zoom> <w:punctuationkerning/> <w:validateagainstschemas/> <w:saveifxmlinvalid>false</w:SaveIfXMLInvalid> <w:ignoremixedcontent>false</w:IgnoreMixedContent> <w:alwaysshowplaceholdertext>false</w:AlwaysShowPlaceholderText> <w:compatibility> <w:breakwrappedtables/> <w:snaptogridincell/> <w:wraptextwithpunct/> <w:useasianbreakrules/> <w:dontgrowautofit/> </w:Compatibility> </w:WordDocument> </xml><![endif]--><!--[if gte mso 9]><xml> <w:latentstyles deflockedstate="false" latentstylecount="156"> </w:LatentStyles> </xml><![endif]--><!--[if !mso]><object classid="clsid:38481807-CA0E-42D2-BF39-B33AF135CC4D" id="ieooui"></object> <style> st1\:*{behavior:url(#ieooui) } </style> <![endif]--><style> <!-- /* Font Definitions */ @font-face {font-family:Tahoma; panose-1:2 11 6 4 3 5 4 4 2 4; mso-font-charset:0; mso-generic-font-family:swiss; mso-font-pitch:variable; mso-font-signature:1627421319 -2147483648 8 0 66047 0;} @font-face {font-family:"Albertus MT"; mso-font-alt:"Maiandra GD"; mso-font-charset:0; mso-generic-font-family:swiss; mso-font-pitch:variable; mso-font-signature:3 0 0 0 1 0;} @font-face {font-family:Calibri; mso-font-alt:"Century Gothic"; mso-font-charset:0; mso-generic-font-family:swiss; mso-font-pitch:variable; mso-font-signature:-1610611985 1073750139 0 0 159 0;} /* Style Definitions */ p.MsoNormal, li.MsoNormal, div.MsoNormal {mso-style-parent:""; margin-top:0in; margin-right:0in; margin-bottom:10.0pt; margin-left:0in; line-height:115%; mso-pagination:widow-orphan; font-size:11.0pt; font-family:Calibri; mso-fareast-font-family:"Times New Roman"; mso-bidi-font-family:"Times New Roman";} a:link, span.MsoHyperlink {color:blue; text-decoration:underline; text-underline:single;} a:visited, span.MsoHyperlinkFollowed {color:purple; text-decoration:underline; text-underline:single;} p {mso-margin-top-alt:auto; margin-right:0in; mso-margin-bottom-alt:auto; margin-left:0in; mso-pagination:widow-orphan; font-size:12.0pt; font-family:"Times New Roman"; mso-fareast-font-family:"Times New Roman";} @page Section1 {size:8.5in 11.0in; margin:1.0in 1.25in 1.0in 1.25in; mso-header-margin:.5in; mso-footer-margin:.5in; mso-paper-source:0;} div.Section1 {page:Section1;} --> </style><!--[if gte mso 10]> <style> /* Style Definitions */ table.MsoNormalTable {mso-style-name:"Table Normal"; mso-tstyle-rowband-size:0; mso-tstyle-colband-size:0; mso-style-noshow:yes; mso-style-parent:""; mso-padding-alt:0in 5.4pt 0in 5.4pt; mso-para-margin:0in; mso-para-margin-bottom:.0001pt; mso-pagination:widow-orphan; font-size:10.0pt; font-family:"Times New Roman"; mso-ansi-language:#0400; mso-fareast-language:#0400; mso-bidi-language:#0400;} </style> <![endif]--> <p class="MsoNormal" style="margin-bottom: 0.0001pt; text-align: center; line-height: normal;" align="center"><i style=""><span style=";font-family:";" ><span style="">
<br /></span></span></i></p><p class="MsoNormal" style="margin-bottom: 0.0001pt; text-align: center; line-height: normal;" align="center"><i style=""><span style=";font-family:";" ><span style=""> </span></span></i><b style=""><span style=";font-family:";" lang="PT-BR">Dosen, Praktisi Hukum dan Kandidat Doktor Ilmu Hukum Univ. Brawijaya Malang</span></b><b style=""><span style=";font-family:";" lang="PT-BR"><o:p></o:p></span></b></p> <p class="MsoNormal" style="margin-bottom: 0.0001pt; text-align: center; line-height: normal;" align="center"><b style=""><span style=";font-family:";" lang="PT-BR"><o:p> </o:p></span></b></p> <p class="MsoNormal" style="margin-bottom: 0.0001pt; text-align: justify; text-indent: 0.5in; line-height: 200%;"><span lang="PT-BR" style="font-family:Tahoma;"><span style=""> </span>Jika diamati secara seksama anggota Kabinet Indonesia Bersatu II yang dilantik Presiden Susilo Bambang Yudhono (SBY) tanggal 22 Oktober 2009 di Istana Negara Jakarta, 19 orang dari 34 Menteri berasal dan menjabat<span style=""> </span>pada pengurus teras partai politik. </span><span lang="DA" style="font-family:Tahoma;">Bahkan tiga orang menduduki posisi ketua umum di partainya, antara lain<span style=""> </span>Suryadharma Ali Menteri Agama, Tifatul Sembiring Menteri Menkominfo dan Muhaimin Iskandar Menteri Tenaga Kerja dan Transmigrasi. (<i style="">Kompas, 23 Oktober 2009</i>)<o:p></o:p></span></p> <p class="MsoNormal" style="margin-bottom: 0.0001pt; text-align: justify; text-indent: 0.5in; line-height: 200%;"><span lang="DA" style="font-family:Tahoma;">Komposisi kabinet baru yang demikian, kedengarannya <span style=""> </span>wajar, rasional, dan lumrah saja. </span><span lang="SV" style="font-family:Tahoma;">Terlebih jika dipandang dalam perspektif politik dagang sapi atau politik balas budi. <o:p></o:p></span></p> <p class="MsoNormal" style="margin-bottom: 0.0001pt; text-align: justify; text-indent: 0.5in; line-height: 200%;"><span lang="SV" style="font-family:Tahoma;">Namun demikian, Struktur kabinet baru yang sebagian besar terutama <span style=""> </span>berasal dan menduduki posisi strategis pada partai politik, dalam sistem presidensil perlu dikritisi, karena rangkap jabatan menteri dengan jabatan parpol akan menimbulkan implikasi dan komplikasi tersendiri.<o:p></o:p></span></p> <p class="MsoNormal" style="margin-bottom: 0.0001pt; text-align: justify; line-height: 200%;"><b style=""><span lang="SV" style="font-family:Tahoma;">Dampak Negatif Rangkap Jabatan Menteri dan Parpol<o:p></o:p></span></b></p> <p class="MsoNormal" style="margin-bottom: 0.0001pt; text-align: justify; text-indent: 0.5in; line-height: 200%;"><span lang="SV" style="font-family:Tahoma;">Jabatan menteri adalah perangkat pemerintah yang membidangi urusan tertentu dalam pemerintahan (pasal 1 UU No. 39/2008 tentang Kementerian Negara). Sedangkan Pengurus partai politik (parpol) di sini lebih ditujukan pada posisi Ketua Umum DPP Partai Politik atau dengan penyebutan istilah lain. </span><span style="font-family:Tahoma;">Kenapa dibatasi ketua umum parpol ? Karena ketua umum mempunyai wewenang strategis sebagai <i style="">decision maker</i> yang menentukan keberlangsungan suatu parpol. Apabila di saat yang sama, seseorang menduduki dua posisi, yaitu sebagai ketua umum parpol dan menteri sekaligus, maka akan memunculkan dampak atau efek negatif.<span style=""> </span><o:p></o:p></span></p> <p class="MsoNormal" style="margin-bottom: 0.0001pt; text-align: justify; text-indent: 0.5in; line-height: 200%;"><span style="font-family:Tahoma;">Setidak-tidaknya terdapat tiga titik rawan sebagai dampak negatif – yang secara faktual satu sama lain saling berkaitan - dari perangkapan jabatan menteri dengan ketua umum<span style=""> </span>parpol. <o:p></o:p></span></p> <p class="MsoNormal" style="margin-bottom: 0.0001pt; text-align: justify; text-indent: 0.5in; line-height: 200%;"><i style=""><span style="font-family:Tahoma;">Pertama<b style="">,</b></span></i><span style="font-family:Tahoma;"> rawan konflik kepentingan (<i style="">conflict of interest</i>). Rangkap jabatan menteri dan ketua umum parpol sudah tentu akan menimbulkan konflik kepentingan. Yakni antara kepentingan membantu presiden memimpin kementerian negara untuk menyelenggarakan urusan tertentu guna mencapai tujuan menyejahterakan masyarakat, bangsa dan negara ; di sisi lain adanya kepentingan memajukan ideologi dan program-program partai yang diamanatkan kepadanya guna memenangkan pemilu berikutnya. <o:p></o:p></span></p> <p class="MsoNormal" style="margin-bottom: 0.0001pt; text-align: justify; text-indent: 0.5in; line-height: 200%;"><span style="font-family:Tahoma;">Dalam sejarah kepemimpinan khulafaurrasyidin, terdapat kisah menarik dan bijak seputar konflik kepentingan . ”Di suatu malam sahabat Nabi, Umar bin Khatab didatangi putranya ke kantor untuk suatu keperluan. Umar menanyakan,<span style=""> </span>ananda datang kantor untuk keperluan pribadi atau dinas? Ketika dijawab ia datang untuk keperluan pribadi/keluarga, maka lampu ruang kantor dimatikan, mengingat minyak lampu dibeli dari uang negara<i style="">”.</i> <span style=""> </span>Atau Cerita mantan Wapres Bung Hatta pada era presiden Soekarno pada waktu mengeluarkan kebijakan <i style="">sanering</i> (pemotongan nilai uang rupiah) , diingatkan oleh istrinya kenapa tidak memberitahu kepadanya, sehingga tabungan yang sedianya untuk membeli mesin jahit Singer menjadi tidak tidak cukupi. Beliau menjawab, ini tidak baik untuk diberitahukan kepada istri karena menyangkut rahasia negara. <o:p></o:p></span></p> <p class="MsoNormal" style="margin-bottom: 0.0001pt; text-align: justify; text-indent: 0.5in; line-height: 200%;"><span style="font-family:Tahoma;">Dari dua kisah atau cerita singkat ini, sudah cukupkah modal spiritual kita sebagai calon pejabat negara <span style=""> </span>untuk mampu secara jernih dan tegas memisahkan antara kepentingan pribadi/golongan/partai dengan kepentingan bangsa atau negara?<o:p></o:p></span></p> <p class="MsoNormal" style="margin-bottom: 0.0001pt; text-align: justify; text-indent: 0.5in; line-height: 200%;"><span style="font-family:Tahoma;">Dampak yang kedua dari rangkap jabatan<b style=""><i style=""> </i></b>adalah<b style=""><i style=""> </i></b><span style=""> </span>rawan terjadinya penyalahgunaan jabatan (<i style="">abus of power</i>) . Sebagai dampak kelanjutan dari adanya konflik kepentingan, terbuka kemungkinan terjadinya penyalahgunaan jabatan menteri untuk tujuan atau maksud yang lain. Contoh kecil, sang menteri melakukan kunjungan kenegaraan dengan biaya negara tetapi juga sekalian dimanfaatkan untuk koordinasi/konsolidasi partai, temu kader, penggalangan masa partai politik, dan sebagainya.Hal seperti ini secara kasat mata dapat disaksikan tidak saja pada menteri pada kebinet orde baru. Tetapi juga pada saat kabinet era reformasi – yang notabene bertentangan dengan prinsip <i style="">good governance</i>, yaitu transparansi, profesionalitas dan akuntabilitas. <o:p></o:p></span></p> <p class="MsoNormal" style="margin-bottom: 0.0001pt; text-align: justify; text-indent: 0.5in; line-height: 200%;"><span style="font-family:Tahoma;">Dalam <i style="">eskalasi</i> yang lebih besar, tidak tertutup kemungkinan terbitnya kebijakan publik yang mengarus-utamakan <span style=""> </span>kepentingan politik/golongannya ketimbang kepentingan bangsa dan negara. Terlebih jika sang pejabat, tidak memiliki kesadaran dan daya pembeda (<i style="">discriminating power</i>) yang tinggi, untuk dapat memisahkan mana kepantingan negara dan kepentingan partai politik. Padahal sang pejabat, meminjam istilah Taliziduhu Ndraha, <span style=""> </span>ibarat nakhoda kapal , mesti paham bahasa samudera, mampu membaca langit, dan kenal isyarat bintang (M. Mas’ud Said , 2007).<o:p></o:p></span></p> <p class="MsoNormal" style="margin-bottom: 0.0001pt; text-align: justify; text-indent: 0.5in; line-height: 200%;"><span style="font-family:Tahoma;">Dampak yang ketiga adalah rawan terjadinya KKN (<i style="">korupsi, kolusi, nepotisme</i>). Bila terjadi konflik kepentingan, yang berbuah penyalahgunaan jabatan, maka hal ini akan menjadi pemupuk tumbuh-suburnya ladang praktek KKN. Yakni tindakan memperkaya diri sendiri, orang lain maupun korporasi oleh sang pejabat, melakukan permufakatan jahat, dan tidak mustahil akan melakukan berbagai perbuatan yang menguntungkan kroni, <span style=""> </span>keluarga, maupun partai politiknya.<span style=""> </span><span style=""> </span><o:p></o:p></span></p> <p class="MsoNormal" style="margin-bottom: 0.0001pt; text-align: justify; line-height: 200%;"><span style="font-family:Tahoma;"><span style=""> </span>Ketiga titik rawan, sebagai dampak negatif dari rangkap jabatan tersebut.Yakni konflik kepentingan, penyalahgunaan jabatan dan tumbuh-suburnya praktek KKN akan menjadi fenomena yang terus berlangsung, jika sejak awal tidak dilakukan “early warning” (peringatan dini) sebagai upaya pencegahan atau <i style="">eliminimasi </i>. Tentu, tiga titik rawan<span style=""> </span>tersebut, baik langsung maupun tidak langsung, akan sangat menggangu. Bahkan menjadi kendala bagi terbentuknya pemerintahan presidensial SBY 2009-2014 yang stabil , cakap, bersih , efektif dan efisien, sebagaimana dijanjikan pada saat pidato penerimaan. Oleh karena itu, perlu dilakukan ‘diagnose’ dan analisis rangkap jabatan menteri dan pengurus parpol dalam perspektif yuridis, teoritis dan filsafati. <o:p></o:p></span></p> <p class="MsoNormal" style="margin-bottom: 0.0001pt; text-align: justify; line-height: 200%;"><b style=""><span style="font-family:Tahoma;">Rangkap Jabatan Dalam Berbagai Perspektif<o:p></o:p></span></b></p> <p class="MsoNormal" style="margin-bottom: 0.0001pt; text-align: justify; text-indent: 0.5in; line-height: 200%;"><span style="font-family:Tahoma;">Dalam perspektif yuridis, tidak ada satu pun peraturan perundang-undangan di Indonesia yang melarang rangkap jabatan menteri dan partai politik. Tak terkecuali Undang Undang N0. 39/2008 Tentang Kementerian Negara. UU ini hanya melarang rangkap jabatan menteri dengan pejabat negara lain, <span style=""> </span>komisaris atau direksi perusahaan negara/swasta, serta sebagai pimpinan<span style=""> </span>organisasi yang dibiayai dari APBN dan/atau APBD. Dengan konsekuensi akan diberhentikan dari jabatan bila melanggarnya (pasal 23 jo. pasal 24 ayat 2). <o:p></o:p></span></p> <p class="MsoNormal" style="margin-bottom: 0.0001pt; text-align: justify; text-indent: 0.5in; line-height: 200%;"><span style="font-family:Tahoma;">Namun, aneh bin ajaib <span style=""> </span>bila dibaca Penjelasan Umum Paragraf 8 UU No. 39/2008 : “Undang-undang ini disusun dalam rangka membangun sistem pemerintahan presidensial yang efektif dan efisien, yang menitikberatkan pada peningkatan pelayanan publik yang prima. Oleh karena itu, menteri dilarang merangkap jabatan sebagai pejabat negara lainnya, komisaris dan direksi pada perusahaan, dan pimpinan organisasi yang dibiayai dari Anggaran Pendapatan Belanja Negara dan/atau Anggaran Pendapatan Belanja Daerah, bahkan diharapkan seorang menteri dapat melepaskan tugas dan jabatan lainnya termasuk jabatan dalam partai politik. Kesemuanya itu dalam rangka meningkatkan profesionalisme, pelaksanaan urusan kementerian yang lebih fokus kepada tugas pokok dan fungsinya yang lebih bertanggungjawab”. <span style=""> </span><o:p></o:p></span></p> <p class="MsoNormal" style="margin-bottom: 0.0001pt; text-align: justify; text-indent: 0.5in; line-height: 200%;"><span style="font-family:Tahoma;">Kenapa aneh? Karena di dalam batang tubuh/pasal-pasal UU tersebut tidak terdapat norma yang mengatur larangan rangkap jabatan menteri dan jabatan parpol, tiba-tiba dalam penjelasan umum muncul<span style=""> </span>penjelasan yang bersifat himbauan yakni “diharapkan” seorang menteri dapat melepaskan jabatan <span style=""> </span>dalam partai politik.<o:p></o:p></span></p> <p style="margin: 0in 0in 0.0001pt; text-align: justify; text-indent: 0.5in; line-height: 200%;"><span style="line-height: 200%;font-family:Tahoma;font-size:11;" >Penjelasan umum tersebut bukan merupakan norma hukum yang mempunyai kekuatan mengikat, sehingga tidak mempunyai daya paksa kepada seorang menteri untuk melepas jabatan dalam partai politik. Di samping itu , rumusan kalimat dalam penjelasan tersebut hanya sekedar himbauan yang tidak mempunyai kekuatan mengikat untuk dipatuhi. <o:p></o:p></span></p> <p style="margin: 0in 0in 0.0001pt; text-align: justify; text-indent: 0.5in; line-height: 200%;"><span style="line-height: 200%;font-family:Tahoma;font-size:11;" >Dari kata “diharapkan” dalam kalimat tersebut berarti hanya sekedar sebagai himbauan yakni seyogyanya seorang menteri yang sudah memegang jabatan negara bersedia melepaskan jabatan-jabatan lain yang diemban, termasuk jabatan dalam parpol. <i style="">Dus,</i> dilepas-tidaknya jabatan dalam parpol terpulang kepada kesadaran pribadi sang menteri yang bersangkutan. <o:p></o:p></span></p> <p style="margin: 0in 0in 0.0001pt; text-align: justify; text-indent: 0.5in; line-height: 200%;"><span style="line-height: 200%;font-family:Tahoma;font-size:11;" lang="SV">Dari aspek politik perundang-undangan, sudah bisa ditebak kenapa rumusannya demikin? Ya, karena pembentuk UU <i style="">by design</i><span style=""> </span>menyusun materi UU keras buat orang lain (<i style="">hard-law</i>), tetapi lembut buat diri sendiri (<i style="">soft-law</i>). </span><span style="line-height: 200%;font-family:Tahoma;font-size:11;" >Singkat kata, rumusan-rumusannya lebih menguntungkan dan melindungi si pembuat ketimbang masyarakat sebagai sasaran atau basis sosial pemberlakukan UU. <o:p></o:p></span></p> <p class="MsoNormal" style="margin-bottom: 0.0001pt; text-align: justify; text-indent: 0.5in; line-height: 200%;"><span lang="SV" style="font-family:Tahoma;">Secara teoritis, dalam sistem pemerintahan presidensial, kabinet yang dibentuk bersifat profesional atau kabinet ahli (<i style="">zaken kabinet</i>). Jabatan menteri tidak didasarkan atas latar-belakang politik atau kepartaian sebagaimana dalam sistem parlementer. Akan tetapi lebih didasarkan pada pengetahuan, kecakapan, dan keahlian seseorang dalam mengelola dan memimpin departemennya (Hendarmin Ranadireksa, 2007). Rangkap jabatan menteri dan parpol tidak lazim terdapat dan diterapkan dalam sistem pemerintahan presidensial. </span><span lang="FI" style="font-family:Tahoma;">Rangkap jabatan seperti ini merupakan salah satu watak dari sistem pemerintahan parlementer. <o:p></o:p></span></p> <p class="MsoNormal" style="margin-bottom: 0.0001pt; text-align: justify; text-indent: 0.5in; line-height: 200%;"><i style=""><span lang="FI" style="font-family:Tahoma;">Nah</span></i><span lang="FI" style="font-family:Tahoma;">, jika hendak mengukuhkan dianutnya sistem pemerintahan presidensial murni seperti dikehendaki amandemen UUD 1945<span style=""> </span>, maka tradisi rangkap jabatan menteri dan jabatan parpol sebaiknya segera diakhiri. Sehingga tidak <i style="">confuse </i>antara sistem pemerintahan presidensil yang dianut UUD 1945 pasca amandemen, dengan semangat, tradisi <span style=""> </span>dan praktek yang dianut dalam sistem parlementer.<o:p></o:p></span></p> <p class="MsoNormal" style="margin-bottom: 0.0001pt; text-align: justify; text-indent: 0.5in; line-height: 200%;"><span lang="FI" style="font-family:Tahoma;">Dalam perspektif filsati atau etika pemerintahan sebagaimana diatur dalam TAP MPR RI N0. </span><span lang="SV" style="font-family:Tahoma;">VI/MPR/2001 disebutkan para pejabat negara harus siap mundur. Kapan ? Bilamana sang pejabat merasa dirinya melanggar kaedah dan sistem nilai, merasa tidak mampu memenuhi amanah masyarakat, bangsa dan negara, dan jika secara moral kebijakannya bertentangan dengan rasa keadilan masyarakat. <o:p></o:p></span></p> <p class="MsoNormal" style="margin-bottom: 0.0001pt; text-align: justify; text-indent: 0.5in; line-height: 200%;"><span style="font-family:Tahoma;">Pesan moral yang hendak disampaikan Tap MPR tersebut, yakni adanya budaya siap mundur atau siap melepaskan jabatan , bila merasa tidak mampu dan bekerja optimal , misalnya karena rangkap jabatan. Dalam Tap MPR tersebut juga diwasiatkan para pejabat dan elit politik dituntut bersikap jujur, amanah, sportif, siap melayani, berjiwa besar, toleran, tidak arogan, jauh dari sikap munafik dan tidak melakukan kebohongan publik. <o:p></o:p></span></p> <p class="MsoNormal" style="margin-bottom: 0.0001pt; line-height: 200%;"><b style=""><span style="font-family:Tahoma;"><span style=""> </span>Alternatif<o:p></o:p></span></b></p> <p class="MsoNormal" style="margin-bottom: 0.0001pt; line-height: 200%;"><b style=""><span style="font-family:Tahoma;"><span style=""> </span></span></b><span style="font-family:Tahoma;">Beberapa tawaran sebagai solusi alternatif, guna pencegahan terjadinya tiga titik rawan sebagai dampak negatif dari rangkap jabatan menteri dan parpol sebagai berikut. <o:p></o:p></span></p> <p class="MsoNormal" style="margin-bottom: 0.0001pt; text-align: justify; text-indent: 0.5in; line-height: 200%;"><b style=""><i style=""><span style="font-family:Tahoma;">Pertama,</span></i></b><span style="font-family:Tahoma;"> solusi yang ideal adalah melakukan ‘legislative review’ atau perubahan UU No. 39/2008, dengan memasukkan norma larangan rangkap jabatan menteri dengan parpol dalam batang tubuh berikut sanksi pemberhentiannya. Meski ideal , solusi<span style=""> </span><span style=""> </span>‘legislative review’ UU No. 39/2008 agak sulit, karena membutuhkan <i style="">political will</i> yang sama antara Presiden dan <st1:place st="on"><st1:city st="on">DPR</st1:city> <st1:state st="on">RI</st1:state></st1:place> sebagai pembentuk UU. Sementara kebutuhan menyusun kabinet baru tersedia rentang waktu dua bulan ke depan atau awal Oktober 2009. <o:p></o:p></span></p> <p class="MsoNormal" style="margin-bottom: 0.0001pt; text-align: justify; text-indent: 0.5in; line-height: 200%;"><b style=""><i style=""><span style="font-family:Tahoma;">Kedua</span></i></b><span style="font-family:Tahoma;">, di samping ‘legislative review’, sejatinya bisa dilakukan ‘judicial review’ atau uji materiil UU No. 39/2008 kepada Mahkamah Konstitusi (MK). Dengan alasan UU ini bertentangan dengan pasal 28 I ayat 2 <span style=""> </span>UUD 1945 : “setiap orang berhak bebas dari perlakukan yang bersifat diskriminatif atas dasar apapun dan berhak mendapatkan perlindungan terhadap perlakukan yang bersifat diskriminatif itu”. Mengingat ketiadaan ketentuan yang melarang rangkap jabatan menteri dan parpol <span style=""> </span>dalam UU No. 39/2008, maka hal ini menjadi sebab-musabab tidak obyektif /netralnya kebijakan publik yang dibuat sang menteri, bahkan bersifat diskrimintif. <o:p></o:p></span></p> <p class="MsoNormal" style="margin-bottom: 0.0001pt; text-align: justify; text-indent: 0.5in; line-height: 200%;"><b style=""><i style=""><span style="font-family:Tahoma;">Ketiga</span></i></b><span style="font-family:Tahoma;">, setiap calon menteri diwajibkan menandatangani <b style=""><i style="">pacta integritas </i></b><i style="">dan<b style=""> kontrak politik . </b></i>yang di dalamnya memuat komitmen<span style=""> </span>untuk bekerja optimal - penuh dedikasi, tidak menyalahgunaan jabatan, dan tidak melakukan KKN, dan sanggup menjalin kerjasama dengan Presiden dan sesama menteri, <span style=""> </span>dengan konsekuensi <span style=""> </span>akan mengundur diri dari jabatan menteri bila melanggar komitmen tersebut.<o:p></o:p></span></p> <p class="MsoNormal" style="margin-bottom: 0.0001pt; text-align: justify; line-height: 200%;"><span style="font-family:Tahoma;"><span style=""> </span><span style=""> </span><b style=""><i style="">Keempat,</i></b> seorang ketua umum parpol yang diangkat menjadi menteri, diminta melepaskan jabatan parpol sebagaimana direkomendasikan Penjelasan Umum Paragraf 8 UU No. 39/2008. <o:p></o:p></span></p> <p class="MsoNormal" style="margin-bottom: 0.0001pt; text-align: justify; line-height: 200%;"><b style=""><span style="font-family:Tahoma;">Kesimpulan <o:p></o:p></span></b></p> <p class="MsoNormal" style="margin-bottom: 0.0001pt; text-align: justify; text-indent: 0.5in; line-height: 200%;"><span style="font-family:Tahoma;">Secara normatif, memang tidak terdapat perundang-undangan yang secara tegas melarang rangkap jabatan menteri dan parpol. Akan tetapi mengingat dampak negatif (<i style="">mudharat)</i> – sebagaimana disebutkan di atas - <span style=""> </span>lebih besar dibanding dampak positif (<i style="">maslahah</i>), maka secara moral atau etis<span style=""> </span>merupakan perbuatan sangat <span style=""> </span>terpuji jika sang menteri melepas jabatan parpol atas kesadaran diri pribadi. <o:p></o:p></span></p> <p class="MsoNormal" style="margin-bottom: 0.0001pt; text-align: justify; text-indent: 0.5in; line-height: 200%;"><span style="font-family:Tahoma;">Hal ini pernah dicontohkan Dr. Hidayat Nurwahid saat dipercaya menjabat Ketua MPR, kemudian beliau<span style=""> </span>mengundurkan diri dari jabatan Presiden Partai Keadilan Sejahtera (PKS). Hikmah yang dapat dipetik bagi para politisi lain, yakni ketika diberi amanah sebagai pejabat negara segera melepas semua jabatan dan atribut di partai politik agar dapat berkonsentrasi penuh dalam mengemban tugas sebagai pejabat negara. <o:p></o:p></span></p> <p class="MsoNormal" style="margin-bottom: 0.0001pt; text-align: justify; text-indent: 0.5in; line-height: 200%;"><span style="font-family:Tahoma;">Namun, kesemuanya kini tergantung pada keberanian, ketegasan dan visi kenegarawan Presiden terpilih SBY sebagai pemegang hak prerogatif dalam menentukan posisi dan porsi kabinet yang hendak dibentuk. Selebihnya, tergantung kesadaran moral atau etis sang menteri untuk melepas jabatan parpol dengan lebih memilih loyalitas<span style=""> </span>kepada kepentingan negara . <o:p></o:p></span></p> <p class="MsoNormal" style="margin-bottom: 0.0001pt; text-align: justify; text-indent: 0.5in; line-height: 200%;"><span style="font-family:Tahoma;">Sebagai pamungkas, ada baiknya direnungkan pesan Presiden RI yang pertama, Ir Soekarno sebagaimana mengutip pendapat mantan Presiden Amerika Serikat J.F.Kennedy<span style=""> </span><i style="">: loyality to the party end when the loyality the state begin</i> (<i style="">loyalitas kepada partai berakhir, pada saat loyalitas kepada negara dimulai).<o:p></o:p></i></span></p> <p class="MsoNormal" style="margin-bottom: 0.0001pt; line-height: 200%;"><span style=";font-family:";" ><o:p> </o:p></span></p> <p class="MsoNormal" style="margin-bottom: 0.0001pt; text-align: right; line-height: 200%;" align="right"><b style=""><span style=";font-family:";" lang="SV">Hufron, SH., MH.</span></b><span style=";font-family:";" lang="SV"><o:p></o:p></span></p> <p class="MsoNormal" style="margin-bottom: 0.0001pt; text-align: right; line-height: 200%;" align="right"><i style=""><span style=";font-family:";" lang="SV">Dosen dan Advokat Di Surabaya<o:p></o:p></span></i></p> <p class="MsoNormal" style="margin-bottom: 0.0001pt; text-align: right; line-height: 200%;" align="right"><span style=";font-family:";" lang="SV">E-mail <span style=""> </span>: </span><span style=";font-family:";" ><a href="mailto:hufronsby@yahoo.com"><span style="" lang="SV">hufronsby@yahoo.com</span></a></span><span style=";font-family:";" lang="SV"><o:p></o:p></span></p> <p class="MsoNormal" style="margin-bottom: 0.0001pt; text-align: right; line-height: 200%;" align="right"><span style=";font-family:";" >Hp : 081 2352 9300<o:p></o:p></span></p> <p class="MsoNormal" style="margin-bottom: 0.0001pt; text-align: right; line-height: 200%;" align="right"><span style=";font-family:";" >Tlp/Fax.<span style=""> </span>: 031 502 5926<o:p></o:p></span></p> M. Hufron, SH., MHhttp://www.blogger.com/profile/14594415203293982776noreply@blogger.com0tag:blogger.com,1999:blog-4665024921865675361.post-58349655598348063312009-12-06T19:38:00.001+07:002009-12-06T19:38:29.535+07:00<img style="visibility:hidden;width:0px;height:0px;" border=0 width=0 height=0 src="http://counters.gigya.com/wildfire/IMP/CXNID=2000002.0NXC/bHQ9MTI2MDEwMzAzMjcyMyZwdD*xMjYwMTAzMTA3MDUyJnA9Mzg2MzYxJmQ9Jm49YmxvZ2dlciZnPTEmbz*yY2MzMWE*ZWQwMjc*YmQ1OTcyNWFmMGI1NTgzZTlmMCZvZj*w.gif" /><div style="width:480px; text-align: center;"><embed type="application/x-shockwave-flash" wmode="transparent" src="http://w821.photobucket.com/pbwidget.swf?pbwurl=http://w821.photobucket.com/albums/zz134/hufronsby/buku/43c91613.pbw" height="360" width="480"><a href="http://photobucket.com/slideshows" target="_blank"><img src="http://pic.photobucket.com/slideshows/btn.gif" style="float:left;border-width: 0;" ></a><a href="http://s821.photobucket.com/albums/zz134/hufronsby/buku/?action=view¤t=43c91613.pbw" target="_blank"><img src="http://pic.photobucket.com/slideshows/btn_viewallimages.gif" style="float:left;border-width: 0;" ></a></div>M. Hufron, SH., MHhttp://www.blogger.com/profile/14594415203293982776noreply@blogger.com0tag:blogger.com,1999:blog-4665024921865675361.post-8387372935847477672009-12-06T19:04:00.001+07:002009-12-06T19:04:50.384+07:00<img style="visibility:hidden;width:0px;height:0px;" border=0 width=0 height=0 src="http://counters.gigya.com/wildfire/IMP/CXNID=2000002.0NXC/bHQ9MTI2MDEwMDg4NzkxOSZwdD*xMjYwMTAxMDg2MzgxJnA9Mzg2MzYxJmQ9Jm49YmxvZ2dlciZnPTEmbz*yY2MzMWE*ZWQwMjc*YmQ1OTcyNWFmMGI1NTgzZTlmMCZvZj*w.gif" /><div style="width:480px; text-align: center;"><embed type="application/x-shockwave-flash" wmode="transparent" src="http://w821.photobucket.com/pbwidget.swf?pbwurl=http://w821.photobucket.com/albums/zz134/hufronsby/buku/e92af700.pbw" height="360" width="480"><a href="http://photobucket.com/slideshows" target="_blank"><img src="http://pic.photobucket.com/slideshows/btn.gif" style="float:left;border-width: 0;" ></a><a href="http://s821.photobucket.com/albums/zz134/hufronsby/buku/?action=view¤t=e92af700.pbw" target="_blank"><img src="http://pic.photobucket.com/slideshows/btn_viewallimages.gif" style="float:left;border-width: 0;" ></a></div>M. Hufron, SH., MHhttp://www.blogger.com/profile/14594415203293982776noreply@blogger.com0